Kisah Kyai Pamungkas:
PESUGIHAN BUYUT JIMBUNG

KONON, SENDANG JIMBUNG YANG KERAMAT DAN DIKENAL SEBAGAI AJANG MENCARI PESUGIHAN ITU MERUPAKAN SALAH SATU BUKTI KEBERADAAN RAJAAN WIROTHO. BENARKAH KERAJAAN YANG SATU INI PERNAH ADA DI JAWA? MENGAPA KERAJAAN ITU MUSNAH, DAN BAGAIMANA PULA HUBUNGANNYA DENGAN KISAH PESUGIHAN JIMBUNG…?

KERAJAAN Wirotho yang konon diperintah oleh Prabu Jimbun (kemudian dikenal dengan sebutan JIMBUNG-Pen), diperkirakan pernah berdiri dengan segala kemegahannya. Kerajaan ini menurut perkiraan berdiri di daerah Klaten sekarang.

Konon, karena serbuan dari Kerajaan Kalingga yang kecewa karena puterinya yang bernama Dewi Mahdi mati bunuh diri karena putus cinta, dan kedua pengasuh Dewi Mahdi dihina dengan disihir menjadi kura-kura, maka lenyaplah Kerajaan Wirotho tersebut. Namun, ada juga sumber yang berpendapat kalau hilangnya kerajaan ini akibat mokswa secara misterius, sebelum pasukan Kalingga datang membumihanguskan wilayahnya. Sementara, dua abdi dewi Mahdi yang bernama Ki Poleng dan Nyi Poleng yang telah disihir menjadi kura-kura, memang sengaja ditinggalkan bersama kutukannya. Hal ini dimaksudkan agar bisa dijadikan bukti bahwa di masa lampau pernah ada sebuah kerajaan kecil bernama Wirotho yang bertahta di wilayah tersebut. Masih menurut sumber Paranormal-Indonesia.com, Sendang Jimbung yang tersohor sebagai ajang pesugihan itu merupakan pintu gerbang menuju kerajaan Wirotho.

Untuk mengungkap teka-teki seputar cerita sekaitan dengan Kerajaan Wirotho, Paranormal-Indonesia.com sengaja menyambangi jejak-jejak mistisnya. Tentu dengan harapan siapa tahu masih ada sisa-sisa yang belum terungkap. Dan hasil perjalanan tersebut tersaji dalam Rubrik Jelajah kali ini. Nah, selamat mengikuti!

Dari penelusuran Paranormal-Indonesia.com lewat sumber literatur, tak ada keterangan selain yang dibawa utusan Tiongkok di zaman pemerintahan Kaisar T’ang (618-906) yang menyebutkan bahwa di Jawa Tengah ada sebuah kerajaan yang bernama Ho-Ling atau Kaling. Pada tahun 674 kerajaan ini diperintah seorang ratu yang bernama Prabu Puteri Sima, yang terkenal tegas dan keras, serta tak pandang bulu dalam menegakkan keadilan di negerinya. Karena kecakapan sang ratu dalam memerintah, maka kemakmuran dirasakan oleh seluruh rakyatnya.

Sementara itu, berita lain berasal dari pendeta Budha yang bernama I-Tsing. Disebutkan bahwa tahun 664 , datang pendeta Hwi-Ning di Ho-Ling, dan tinggal selama 3 tahun. Dialah yang membantu Jnanabhadra, menterjemahkan berbagai kitab suci agama Budhahinayana.

Pendeta Jnanabhadra ini dianggap sebagai pengejawantahan Semar. Yang perlu diketahui Jnanabhadra adalah Semar, tapi Semar bukan Jnanabhadra. Atau bahasa lebih mudanya: harimau adalah hewan, tapi hewan belum tentu harimau.

Di Desa Tuk Mas, lereng gunung Merbabu, ditemukan sebuah prasasti yang ditulis dengan huruf Palawa dalam bahasa Sansekerta, yang diperkirakan dibuat pada tahun 650 M, yang isinya menjelaskan tentang suatu mata air yang jernih dan bersih. Sungai yang bersumber dari sana disamakan dengan sungai suci Gangga.

Kecuali tulisan, pada batu itu dilukiskan gambar: trisula, kendi, kapak, sangkha, cakra, dan bunga teratai. Semuanya mengingatkan lambang-lambang Hindu.

Kerajaan Kaling (Kalingga) atau Ho-Ling yang diberitakan besar saja hingga kini tak jelas di mana letaknya. Apalagi kerajaan yang lebih kecil, seperti yang diperintah oleh Prabu Jimbung yang katanya diberi nama Kerajaan Wirotho.

Dari penelusuran pustaka Paranormal-Indonesia.com, ada disebutkan pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Wirotho yang diperintah oleh Prabu Basupati pada tahun Shaka 522/600 M. Dan kala itu, seorang Mpu yang dipercaya bernama Dewayasa, yang telah berhasil menciptakan 2 bilah keris pusaka “tua” (pertama kali dibuat) yang diberi nama Sang Bakung dan Sang Yuyu Rumpung.

Bila ini benar, berarti Prabu Jimbun ini adalah penerus pemerintahan kerajaan Wirotho. Bisa juga dia merupakan putera dari Prabu Basupati. Menurut sumber itu, nama muda Prabu Jimbun adalah Joko Patcan. Dia dianugerahi wajah yang sangat rupawan, sehingga tak mengherankan bila banyak wanita yang mengidam-idamkan dirinya menjadi suami.

Salah satu fans berat Prabu Jimbun adalah sekar kedaton kerajaan Kaling atau juga sering disebut kerajaan Purwacaritha. Dia puteri Prabu Dwastrarastra yang merupakan penerus tahta Kaling, yang bisa jadi merupakan putera Prabu Sima.

Sekar kedaton yang bernama Dewi Mahdi ini benar-benar dibuat jatuh cinta, mabuk kepayang pada Prabu Jimbun. Konon hal ini terjadi hanya gara-gara sang puteri melihat sebuah lukisan yang dibawa seorang pelukis kepercayaannya yang diutus khusus untuk melukis lelaki tampan tersebut.

Akhirnya, sang puteri meminta izin ayahandanya untuk melamar Prabu Jimbun. Permintaannya itupun dituruti Prabu Dwastrarastra. Dan sang puteri segera berangkat dengan iring-iringan kebesaran yang diikuti oleh satu brigade prajurit pilihan. Mereka datang dengan membawa berbagai perangkat lamaran beserta mas picis raja brana (emas intan berlian). Rombongan ini dipimpin oleh seorang pembesar kerajaan yang bernama Ki Poleng, sebab konon tubuhnya memang penuh bercak-bercak putih.

Di dalam tandu kebesaran, Dewi Mahdi di dampingi emban setianya, Nyi Remeng. Meski perempuan, Nyai Remeng ini juga seorang prajurit yang pilih tanding. Dia yang bertanggungjawab sepenuhnya atas keselamatan Dewi Mahdi. ‘

Sesampainya di pintu gerbang kerajaan Wirotho, Dewi Mahdi memerintahkan Ki Poleng untuk menghadap Prabu Jimbun dan mengutarakan maksud kedatangannya. Namun, Prabu Jimbun agaknya kurang berkenan dengan semua ini.

Memang, sayang seribu kali sayang, cinta Dewi Mahdi yang cantik jelita ini, hanya bertepuk sebelah tangan. Merasa malu dan terhinakan, akhirnya, Dewi Mahdi memilih jalan bunuh diri tepat di depan pintu gerbang kerajaan Wirotho.

Melihat kenyataan ini, Ki Poleng dan Nyi Remeng murka. Mereka berteriak-teriak agar Prabu Jimbun keluar untuk menghadapi mereka yang ingin bela pati.

Sebenarnya, melihat kondisi yang memprihatinkan itu, Prabu Jimbun tak sampai hati. Dalam hati dia menyesali penolakannya. Karen itulah dia pun tak melayani tantangan kedua orang kepercayaan Puteri Mahdi. Karena merasa disepelekan, mereka jadi beringas dan menyerang Prabu Jimbun dengan membabi buta. Namun berkat kesaktiannya, dalam waktu singkat, mereka berhasil diringkus oleh Prabu Jimbun. Keduanya tengkurap dan diinjak Prabu Jimbun. Raja muda tampan ini memperingatkan agar mereka berdua menyadari kesalahannya, segera mohon maaf dan kembali ke kerajaan Kaling.

Tapi Ki Poleng dan Nyai Remeng tak mau. Mereka justeru mengomel-ngomel dengan kata-kata yang tak pantas. Karena jengkel dan kesal, maka keluarlah umpatan dari mulut Prabu Jimbun, “Sudah kalah dan diberi ampun saja susah. Padahal kamu itu sudah tengkurap dan bergerak-gerak seperti bulus!”

Sabda pandhito ratu tan keno wola-wali (perkataan raja adalah hukum yang tak boleh diulang), maka keajaiban pun terjadi. Konon, tubuh Ki Poleng dan Nyai Remeng berubah menjadi bulus dengan tempurungnya menggelumbung seperti pantat orang. Ki Poleng menjadi bulus berpoleng putih, sedang Nyai Remeng menjadi bulus hitam legam.

Menyadari wujudnya sudah berubah, keduanya meminta ampun agar dipulihkan menjadi manusia kembali. Namun hal itu tak bisa dilakukan oleh Prabu Jimbun. Tapi, karena merasa kasihan maka ditancapkanlah tombak pusakanya ke bebatuan kapur. Sekali lagi, keajaiban terjadi. Tanah di sekitar seketika membentuk cekungan. Bersamaan dengan itu, tubuh Dewi Mahdi yang terkapar bermandikan darah merah, darahnya mengalir sendiri dan masuk ke cekungan tersebut.

Anehnya, darah itu tetap mengucur dan berubah menjadi air yang sangat jernih, hingga tanah cekung itu penuh air. Tubuh Dewi Mahdi ikut mokswa. Sementara, Ki Poleng dan Nyai Remeng berjanji akan setia menjaga Dewi Mahdi.

“Sebenarnya Sendang Jimbun ini lebih merupakan bahasa simbolik tentang sebuah pembuktian kesucian cinta, seperti yang digambarkan darah merah Dewi Mahdi yang berubah menjadi bening. Juga Ki Poleng dan Nyai Remeng yang meski telah jadi bulus, mereka akan tetap setia menunggu junjungannya hingga akhir zaman. Asalkan Sendang Jimbun masih berisi air. Bukankah ini bahasa simbul, kalau sendang tak ada air, ya, bulusnya tentu akan mati.” Demikian menurut
Hendar, praktisi kebatinan yang leluhurnya berasal dari Pacing, Klaten.

Oleh Prabu Jimbun, Ki Poleng dan Nyai Remeng diberi pesan. Katanya, “Kelak bila ada orang yang datang minta tolong pada mereka, agar dipenuhi permintaannya. Sebab mereka itu adalah bagian dari kedua bulus itu dalam mencari pengikutnya.”

Akhirnya, terkenallah Sendang Bulus Jimbung sebagai tempat ngalap berkah mencari kekayaan atau pesugihan. Meski tanpa tumbal nyawa, tapi risiko pencari pesugihan Bulus Jimbung, bila berhasil, tubuhnya akan muncul bercak-bercak putih seperti penyakit kulit.

“Bercak ini akan semakin bertambah, hingga memenuhi tubuhnya. Bila sudah penuh, maka dia sudah tiba titi-mangsane untuk menjadi abdi Bulus Jimbung, papar Hendar.

KARENA tertarik pada kisah di atas, Paranormal-Indonesia.com ingin melihat selungkup kehidupan Maya lokasi sendang Bulus Jimbung Saat tiba di lokasi keramat ini,energi negatif memang sudah mulai terasa menyengat tubuh dan batin melongok ke sendang yang airnya sangat jernih, tiba-tiba dan lubang akar-akar pohon beringin yang sudah tua itu muncul seekor bulus dengan tekstur tubuh yang aneh. Batok kepalanya ada trotol-trotol putih, dan pantat menyerupai pantat manusia, bukung. Si bulus diam, lalu mendongak ke atas, seolah menatap Paranormal-Indonesia.com. Lambat laun, bulus poleng itu dalam pandangan mata batin Paranormal-Indonesia.com berubah menjadi lelaki tua dengan mata kanan pecak dan kulitnya sebagian poleng-poleng (belang).

Menurut Pak Toha, warga sekitar, Sendang Jimbun ini telah dihuni kurang lebih 5 ekor bulus, yang mungkin merupakan keturunan dari Ki Poleng dan Nyi Remeng. Namun yang berbadan poleng, katanya, cuma satu.

Dari dialog dengan Ki Poleng, diperoleh informasi kalau sebenarnya tempat ini bukan hanya digunakan untuk nyupang saja, tapi berpamor derajat kepangkatan, juga pengobatan penyakit yang tak tersembuhkan oleh medis.

Orang yang perlu bantuan gaib dari Ki Poleng dan Nyi Remeng harus menyediakan makanan kesukaannya berupa ingkung ikan, uang 100 rupiah warna kuning sebanyak lima biji. Dan yang harus diingat, setelah berdoa, kelima buah koin uang ratusan kuning itu segera dilempar ke dalam kolam.

Bagi mereka yang pesugihannya ingin cepat diikabulkan, maka harus menyediakan nasi tumpeng dengan ayam ingkung lembaran, daging ayam kampung yang masih mentah, candu, menyan wangi, minyak srimpi dan kembang telon.

Lalu dengan dipandu juru kunci, si pemohon melakukan ritual agar terkabul nyupangnya. “Namun sekarang ini jarang sekali yang mencari
pesugihan, karena sudah banyak yang tahu bila berkolaborasi dengan demit Jimbung ini kelak badannya akan belang-belang, tandas juru kunci.

Di luar areal sendang Bulus Jimbung, ada kolam mandi cukup besar. Di situ biasanya banyak sekali anak-anak yang mandi. Ternyata mereka menunggu peziarah atau wisatawan domestik melempar uang receh ke kolam tersebut. Dan mereka akan terjun ke air berebut mengambil uang.

Biasanya orang yang terkabul hajatnya di tempat ini, maka akan datang lagi untuk melakukan syukuran, kemudian wajib melemparkan uang receh di kolam depan Sedang Jimbung sebagai ungkapan terima kasih sebab telah terlaksana permintaannya.

Di tempat ini, paranormal-Indonesia.com sempat melihat bayangan sosok wanita muda yang cantik berdandan ala bangsawan tempo dulu. Memang hanya sekelebat saja, sebab dia bisa terbang, bahkan masuk ke pohon beringin.

Perempuan itu meninggalkan seulas senyum yang sangat menawan hati. Diakah Dewi Mahdi, yang patah hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan? Entahlah! Yang pasti sungguh senyum perempuan itu sangat mempesona. Sayang, dia pasti makhluk halus!

Di dekat Sendang Bulus Jimbun, telah dibangun sebuah masjid oleh Yayasan Muhammadiyah. Dan masjid ini menurut hemat bahasa batin Paranormal-Indonesia.com, berdampak sangat positif. Selain orang yang akan mencari pugihan di Sendang Jimbun akan malu atau syukur dengan melihat kemegahan masjid ini jadi ingat Allah SWT, sehingga niatnya yang tak itu dibatalkan. Memang jelas sekali, aura putih masjid ini akan semakin mendesak dan meminimalisasikan power negatif Sendang JIMBUNG.

Tak jauh dari Sendang Jimbung juga ada bukit kapur yang berbentuk sangat unik. Biasa disebut Bukit Sepikul. Konon, menurut kisah, Bukit Sepikul ini dahulunya merupakan ubo rampe dan mas kawin yang dibawa Dewi Mahdi untuk melamar Prabu Jimbun. Setelah Dewi Mahdi bunuh diri, Ki Poleng dan Nyai Remeng dikalahkan Prabu Jimbun dan berubah jadi seekor bulus, para prajurit kerajaan Kalingga yang mengawal mereka pun seperti sapu yang kehilangan talinya. Mereka berlarian tak tentu arah.Bahkan, barang-barang persembahan pun ditinggal begitu saja.

Prabu Jimbun sempat terheran-heran melihat begitu banyaknya sarang persembahan yang dibawa hingga sempat berucap dalam kekaguman, “Mas kawin, kok seperti gunung yang dipikul saja.”

Dan keajaiban pun terjadi, mas kawin itu seketika berubah menjadi bukit putih seperti maksud baik putihnya cinta Dewi Mahdi yang ditolak oleh Prabu Jimbun.

Sebagian prajurit yang mengikuti Dewi Mahdi kembali ke kerajaan Kaliingga dan melaporkan nasib puteri Sekar Kedaton pada Prabu Dwastrarasta. Murkalah raja Kalingga. Segala kekuatannya dikerahkan untuk membumihanguskan Kerajaan Wirotho.

Ada dua versi mengenai kisah mistis ini yang Paranormal-Indonesia.com peroleh. Yang pertama mengatakan terjadi pertempuran dahsyat yang tidak seimbang, hingga dalam sekejap kerajaan Wirotho diratakan dengan tanah dan semua keluarga serta prajurit kerajaan dibunuh hingga keakar-akarnya. Musnahlah kerajaan Wirotho, yang raja pamungkasnya Prabu Jimbun. Sang raja pun ikut pralanya.

Versi kedua mengatakan, Prabu Jimbun yang sangat sangat sakti tahu sebelum kejadian. Bahwa raja Kaling pasti murka. Maka segera dia kumpulkan seluruh rakyatnya. Setelah itu dengan ilmu Pangruwatin Bumi, seluruh kerajaan dipindahkan kehidupannya dari alam nyata ke alam maya.

Konon, bersamaan dengan hilangnya kerajaan Wirotho beserta komunitas kehidupannya, tiba-tiba tanah amblas ke dalam dan membentuk sebuah rawa, yang sekarang ini dikenal dengan sebutan Rawa Jombor.

Raja Kaling kecewa tak menemukan kerajaan Wirotho. Dia hanya menemukan hamparan perairan dan tak jauh dari situ ada sebuah
sendang yang dihuni dua ekor bulus. Dari keterangan Ki Poleng dan Nyai Remeng yang sudah jadi bulus, tahulah Prabu Dwastraratra, kalau semua Ini sudah menjadi ketetapan alam. Prabu Dwastraratra beserta para prajuritnya kembali pulang ke Kaling dengan tangan hampa.

Dari bahasa batin Paranormal-Imdonesia.com, di Rawa Jombor inilah, dahulu kerajaan Wirotho yang dipimpin Prabu Jimbun memang pernah ada. Sekarang berada di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, dengan background pegunungan Kapur.

Mungkin luas kerajaan Wirotho dulu seluas Rowo Jombor, 198 hekter, panjang tanggul kurang lebih 7,5 km, lebar 12 m. Kedalaman rawa 4,5 dengan daya tampung air 4.000.000 m3.

Konon, untuk memastikan hilangnya keraton Wirotho, dahulu, pasukan kerajaan Kaling sampai naik getek menyusuri luas rawa ini. Dan sekarang, peristiwa itu dijadikan sebagai even lomba getek di Rowo Jombor.

Meski letak kerajaannya di pedalaman, konon Prabu Jimbun ini sudah masuk Islam. Hal ini tercermin dengan diperingati tradisi Syawalan yang berlangsung seminggu setelah hari raya Idul Fitri di Rawa Jombor. Upacara ini juga disebut Upacara Kupatan.

Upacara ini berawal untuk menghormati kedatangan guru ngaji Pangeran Joko Patoan dan keluarganya yang bernama Kyai Sidoguro pada peringatan jumenengan Pangeran Joko Patoan menjadi raja Wirotho dan bergelar Prabu Jimbun. Kebetulan, saat itu rakyat Wirotho selesai menjalankan puasa Ramadhan sebulan penuh, di mana para penduduk diperintahkan membuat ketupat untuk perayaan kemenangan menaklukan hawa nafsu. ©️KyaiPamungkas

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)