Panggonan Wingit:
ISTANA GAIB DI SITU GINTUNG
Mungkin tak banyak yang tahu jika di tengah-tengah hamparan air Situ Gintung, Ciputat, terdapat istana gaib rang bukan main indahnya. Seseorang pernah mengunjungi istana maya itu dalam suatu perjalanan yang sangat musykil…
Saat itu, di bawah siraman gerimis yang tak kunjung berhenti, Anwar berlari-tari kecil menuju mobilnya yang diparkir tak jauh dari mulut gang rumahnya. Pria berusia 24 tahun ini melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya. Walau waktu baru menunjuk pukul 20.15, tetapi keadaan begitu sepi. Kosongnya Pos Hansip di sudut jalan yang biasa d penuhi oleh sekelompok pemuda sambil bermain catur dan gitar, membuat Suasana semakin terasa mencekam.
Sambil menahan dingin akibat tiupan angin yang tiba-tiba menerpa tubuhnya, Anwar mempercepat langkahnya menuju ke mobilnya yang diparkir di jahan kosong, yang bagian sudutnya merupakan salah satu pintu masuk ke Situ Gntung. Jawaban dari calon ayah mertu nya telah membuat hati Anwar menjadi berbunga-bunga. Ia berjalan Sambit me amunkan kebahagiaan suatu rumah tangga yang bakal dijalaninya dengan Ida, gadis pujaan yang selama ini mengisi hatinya.
Dalam balutan udara dingin itu lamunan Anwar begitu menerawang jauh. Akibatnya, ia tak sempat memperhatikan jika jalanan berbatu yang biasanya licin akibat siraman hujan itu tampak kering. Ketika kakinya mulai menapaki lahan kosong itu, ia hanya melihat ada sederet lelaki bertubuh kekar dan berpakaian punggawa ala kerajaan tempo dulu berdiri di kiri kanan jalan dan menyambutnya dengan sikap hormat.
“Mari kami antar, kedatangan Paduka memang sudah dinanti-nantikan oleh Kanjeng Ratu,” kata salah seorang dari lelaki bertubuh kekar itu dengan nada santun.
Sejenak Anwar keheranan. Ia tak mengerti mengapa orang-orang itu menyebutnya sebagai Paduka. Apa yang sesungguhnya terjadi?
Selagi Anwar belum mampu memnecahkan teka-teki yang dihadapinya, bagai kerbau dicocok hidungnya, Anwar berjalan dengan didampingi oleh pimpinan punggawa yang mengaku bernama Ki Jaya. Sementara, tak jauh di belakangnya terdengar derap kaki yang teratur dari para punggawa yang mengiringinya. Anwar melihat dengan jelas, ia sedang menapaki jalan yang licin dengan pohon-pohon bunga yang tertata apik dan amat terawat. Dan sayup-sayup terdengar suara seruling dan gesekan kecapi yang mendayu-dayu membuat kesadaran Anwar makin tercerabut dan masuk ke masa lalu. Kenyataan ini benarbenar kontradiktif dengan kondisi sebenarnya dari tempat itu di alam dunia. Tak ada jalanan yang licin, apalagi taman-taman bunga yang seindah itu.
Di kejauhan, Arwar dengar melihat tembok berdiri kokoh yang lumayan tinggi dengan atap bangunan yang menyembul di baliknya. Anwar bertanya dalam hati, tempat apakah itu sebenarnya?
“Itu adalah istana Kanjeng Ratu yang bakal kita tuju,” demikian kata Ki Jaya, seolah dapat membaca pikiran Anwar.
“Jika boleh tahu, kenapa hanya saya yang diundang untuk datang?” tanya Anwar. Pertanyaan ini seperti begitu saja meluncur dari mulutnya yang terasa kelu sejak tadi.
“Mungkin karena Paduka orang yang lurus. Lewat Paduka, Kanjeng Ratu hanya berharap agar keberadaannya diketahui oleh khalayak dan tidak disalahartikan,” jawab Ki Jaya.
“Maksudnya?” tanya Anwar, penasaran.
“Nanti, Kanjeng Ratu sendiri yang akan menjelaskannya kepada Paduka,” ujar Ki Jaya,
Anwar terdiam. Ia tak tahu kejadian apa yang sedang dan akan menimpanya nanti. Dan, siapakah sebenarnya yang disebut-sebut sebagai Kanjeng Ratu itu?
Tak lama berjalan, kini di depan Anwar tampak sebuah pintu gerbang yang dikawal oleh dua patung Dwarapala (sepasang raksasa yang duduk berjongkok sambil memegang gada) dan dua punggawa yang saling berhadapan menyilangkan tombaknya. Dan ketika melihat kedatangan Ki Jaya, kedua punggawa itu langsung menarik tombaknya dan berdiri dengan sikap sempurna, Seiring dengan itu, dari dalam tampak berjalan dengan gagah seorang telaki berwajah tampan yang memancarkan kewibawaan teramat tinggi.
“Beliau adalah Ki Natayudha, Patih Kanjeng Ratu,” desis Ki Jaya sebelum Anwar sempat bertanya.
“Begitu mendekat dengan Anwar yang diposisikan sebagai tamu agung, sambil mempersilahkan masuk terdengar suara berat dari Ki Natayudha, “Selamat datang Paduka dan selamat datang pula Panglima. Kanjeng Ratu sudah lama menantikan kedatangan Andika berdua.”
“Panglima?” gumam Anwar, Kesadarannya semakin sulit menerka apa sebenarnya yang tengah terjadi. Rupanya, Ki Jaya memang bertindak sebagai seorang panglima kerajaan di tempat itu.
Anwar dengan diapit oleh Ki Jaya di sebetah kiri dan Ki Natayudha di sebelah kanan, diajak menapaki jalan menuju ke suatu ruangan yang hanya dipakai oleh Kanjeng Ratu untuk menerima tamutamu penting dan khusus. Anwar hanya bisa berdecak kagum, ketika di depannya berdiri sesosok tubuh cantik dengan senyum yang selalu tersungging di bibir mungilnya, Dan bau harum kayu Gaharu langsung saja menyergap cuping hidungnya. Inikah yang disebut sebagai Kanjeng Ratu itu…?
“Silahkan masuk! Kedatangan Andika sudah lama kutunggu,” demikian katakata merdu tapi penuh wibawa yang keluar dari mulut Khanjeng Ratu.
Anwar membungkukkan tubuhnya sambil berjalan menuju ke kursi dimana ia harus duduk. Minuman di dalam cawan dan buah-buahan segar yang tertata apik di tempat yang terbuat dari kristal, langsung mengundang selera Anwar untuk menyantapnya.
“Andika tentu lelah dan silahkan minum,” kata Kanjeng Ratu.
Anwar kembali mengangguk dan mengangkat cawan yang berisi mmuman hangat itu. Setelah meletakkan cawan dan merasakan hangatnya minuman yang melintas di tenggorokannya, Anwarnekad bertanya, “Sebenarnya, ada keperluan apa Kanjeng Ratu mengundang saya?”
“Sabar, kenapa harus terburu-burts, Andika tak perlu cemas, bukankah waktu kita masih panjang,” sahut Kanjeng Ratu dengan senyumnya yang mempesona.
Anwar tergugu, wajahnya memerah karena rasa sungkan yang sangat dalam.
Waktu berjalan terasa lambat. Tiba-tiba, kembali keheningan dipecahkan oleh suara merdu Kanjeng Ratu, “Aku adalah Putri Tanjung, putri ketiga dari kerajaan Tanjung Jaya, yang pertama Kanjeng Surya, kemudian Kanjeng Rangga dan yang terakhir adalah aku.”
Anwar diam mendengar penjelasan itu. Baginya nama-nama yang disebutkan itu terdengar sangat asing. Ya, ia sama sekali belum pernah mendengar nama-nama itu.
“Setelah berhasil menata Kadipaten Telagawarna, kini aku diperintah oleh Rama Prabu untuk membenahi Kadipaten Gunung Jaya. Tatanan perikehidupan di Kadipaten Ini rusak akibat ditinggalkan terlalu lama oleh Kanjeng Rangga, yang mendapat tugas dari Rarna Prabu untuk belajar ilmu agama, belakangan, banyak diantara rakyatku yang sudah mulai melanggar tatanan kehidupan dan bahkan melupakan Sang Hidup. Dengan seenaknya mereka saling memangsa antara yang satu dengan lainnya,” papar Sang Ratu kemudian dengan nada prihatin.
“Sekarang semuanya sudah mulai berubah. Dan tolong sampaikan kepada semuanya, kami tidak pandang bulu. Yang bersalah telah menerima hukuman yang setimpal. Di dalam menata Kadipaten ini, aku amat berterimakasih pada Ki Jaya dan Ki Natayudha yang dengan sekuat tenaga telah membantuku,” lanjutnya lagi,
Anwar mengangguk walau tak mengerti. Kanjeng Ratu Putri Tani tampaknya mafhum akan hal itu, dengan lembut kembali ditambahkannya, kedalam Andika, Kadipaten Telagawarna terletak di daerah Cileungsi. Sementa Kadipaten Gunung Jaya terletak di Gintung.”
“Gintung?” gumam Anwar.
“Ya, Situ Gintung,” jawab Kanj Ratu Putri Tanjung.
Seiring dengan berakhirnya kalimat itu, keanehan lain tiba-tiba terjadi. Byur! Mendadak Anwar tercebur di air yang dingin. Tak kalah aneh, Kanjeng Ratu Putri Tanjung serta istana Kadipatenn pun raib bak di telan bumi. Anwar kini berada di tengah-tengah danau yang dikenal dengan nama Situ Gintung.
Malam itu, dengan susah payah dan ketakutan Anwar berenang menuju tepian danau. Ia tiba dengan selamat di tepi Situ Gintung yang sepi. Dan paginya, ia terserang demam yang teramat sangat selama seminggu. Agaknya, melalu dirinya, Kanjeng Ratu Putri Tanjung ingin berpesan bahwa berbagai kecelakaan yang selama ini terjadi di Jalan Raya Ciputat, bukan karena ulahnya, tapi karena ulah makhluk halus dari golongan lain.
Peristiwa yang terjadi tepat tangga 2 Nopember 2002 silam itu, sampai sekarang masih terpateri dalam ingatan Anwar. Yang jelas, untuk sementara ia tak pernah mau menginap atau menyambangi mertuanya di waktu sore. Apalagi malam hari. Ia sangat tak mau peristiwa yang sama akan kembali menimpanya.
Hingga kini, dalam benak Anwar masih ada suatu tanya yang tak bisa ia jawab sendirian, Mengapa dirinya yang harusmemenuhi undangan gaib itu…??? Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)