Kisah Kyai Pamungkas:
BERTARUNG MELAWAN SILUMAN TIKUS
SEBUAH PENGALAMAN MENCEKAM YANG TAK MUNGKIN BISA DILUPAKAN OLEH SI PELAKU PERISTIWA. KAWAN-KAWANNYA HABIS DIMANGSA OLEH SEGEROMBOLAN TIKUS RAKSASA. SEMENTARA, DIA SENDIRI HARUS MENDERITA CACAT SEUMUR HIDUPNYA…
Kuingat, waktu itu sekitar enam bulan lagi aku akan segera menikah dengan Tari, gadis cantik desa tetangga. Sebenarnya, aku tela meminta agar pernikahan ini diundur satu dua tahun lagi, sebab secara lahir maupun aku memang belum siap untuk mengarungi kehidupan rumah tangga. Bukan berarti aku tidak mencintai Tari, Aku sangat cinta dan sayang kepadanya. Ketika pihak keluarga Tari terus mendesak. Padahal, sejak awal kujelaskan bahwa pernikahan itu bukan untuk dua hari, tapi untuk sepanjang hidup, ketika itu aku masih belum memiliki pekerjaan tetap, sehingga penghasilanku tak menentu. Lantas, bagaimana aku aku mencukupi kebutuhan keluarga dan rumah tangga.
Tapi, orang tua Tari berkata, “Masalah pekerjaan, kita pikirkan sambil jalan, insya Allah pasti ada jalan keluarnya.” Tegas Ayahnya Tari mantap. Kata-kata inilah yang pada akhirnya memaksaku untuk menyerah.
Sambil menunggu hari saat akan bersanding sebagai pengantin, aku berusaha sekuat tenaga untuk mencari pekerjaan yang layak. Di samping untuk menambah dana pernikahan nanti, aku juga berharap, kelak pekerjaan ini akan bisa menopang rumah tanggaku.
Nah, di tengah kebingunganku mencari pekerjaan, tiba-tiba aku kedatangan seorang tamu. Namanya Yajid. Dia teman karibku sewaktu kami masih sama-sama duduk di bangku SMA. Lima tahun kami berpisah, dan selama lima tahun itu pula kami tidak pernah saling berkomunikasi. Jadi wajar, jika kedatangannya yang mendadak membuatku jadi sedikit terkejut.
Apalagi, penampilan Yajid di mataku benarbenar berubah. Pakaian yang dipakainya bermerk dan sangat necis. Wajahnya yang tampan, semakin gagah dibalut busananya yang kelihatan elegan. Padahal, sewaktu duduk di SMA dulu, Yajid kelihatan culun sekali. Tubuhnya kurus, tapi sekarang kelihatan lebih berotot dan tegap. Mungkin pengalaman telah mengajarkan dia, bagaimana harus menjaga penampilan.
Setelah ngobrol kesana-kemari, akhirnya kuceritakan tentang masalah yang tengah kuhadapi saat itu. Syukurlah, dengan tangan terbuka, Yajid mau membantuku untuk melamar pekerjaan di perusahaan tempatnya bekerja. Atas rekomondasinya, kemungkinan besar aku pasti diterima. Apalagi aku sudah berpengalaman naik turun gunung sebagai pecinta alam.
Singkat cerita, seminggu setelah mengajukan surat lamaran ke Surabaya, Yajid datang lagi sambil membawa surat panggilan bekerja untukku. Dan besok harinya aku harus berangkat bersama Yajid dan Tim Ekspedisi dari perusahaan itu ke suatu tempat di pedalaman yang sebut Yajid sebagai sebuah lembah bercadas. Pikirku tak masalah, sebab aku memang sangat menyukai pertualangan.
Setelah mendapatkan kepastian bekerja, hari itu juga, aku datang ke rumah calon mertuaku. Kuuturakan niatku untuk memenuhi panggilan pekerjaan tersebut. Tari dan kedua orang tuanya terang-terangan tidak setuju. Sebab, kepergianku ini sangat jauh, ke pedalaman Irian Jaya. Apalagi ketika itu hari pernikahan kami tinggal enam bulan lagi.
Dengan berbagai alasan, akhirnya aku dan Yajid berhasil meyakinkan mereka, kalau di hari pernikahan nanti aku pasti akan pulang dengan selamat. Apalagi pihak perusahaan yang beresin urusan transport dan akomodasinya.
SETELAH MENDAPATKAN KEPASTIAN BEKERJA, HARI ITU JUGA, AKU DATANG KE RUMAH CALON MERTUAKU. KUUTURAKAN NIATKU UNTUK MEMENUHI PANGGILAN PEKERJAAN TERSEBUT. TARI DAN KEDUA ORANG TUANYA TERANG-TERANGAN TIDAK SETUJU. SEBAB KEPERGIANKU INI SANGAT JAUH, KE PEDALAMAN IRIAN JAYA. APALAGI, KETIKA ITU, HARI PERNIKAHAN KAMI TINGGAL ENAM BULAN LAGI.
Sayang, kalau dibatalkan. Ditambah lagi, mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layal sulitnya minta ampun.
Kalau ayah dan ibuku, memang sudah biasa kutinggal jauh dan berlama-lama. Mereka memang tidak ingin membatasi kreativitasku. Meski begitu, aku tahu, sebagai orang tua, sebenarnya mereka juga khawatir sebab sekali ini aku aku pergi ke tempat yang benar-benar jauh dan sangat asing. Memang mereka tidak memerlihatkan kekhawatirannya itu.
Aku pun mencoba untuk tidak mempedulikan kecemasan kedua orang , tuaku. Lagi pula, aku sudah terlalu sering meninggalkan rumah untuk menaklukkan gunung-gunung tinggi di Indonesia. Toh akhirnya aku selalu pulang juga dengan selamat. Jadi, tak ada alasan bagi kedua orang tua dan adik-adikku untuk khawatir yang berlebihan. Sebab, mereka percaya kalau aku bisa menjaga dan membawa diri.
Hari itu, tepat pukul 5 pagi, aku dan Yajid berangkat meninggalkan kota keciku menuju kantor di Surabaya. Karena jarak rumah kami sangat jauh, sembilan jam kemudian kami baru sampai di kantor untuk mengurus administrasi, mengambil tiket pesawat yang sudah disiapkaras oleh perusahaan dan segala keperluan akomodasi lainnya.
Pukul 5 sore harinya, kami terbang ke propinsi Papua Timur, yaitu Jayapura, lewat Bandara Juanda. Sekitar pukul 18.20 wit, kami sudah mendarat di Bandar Udara Sentani. Ternyata, di ruang tunggu kehadiran kami sudah dinanti oleh seorang yang kemudian kukenal sebagai Pak Amat. Dia adalah sopir perusahaan yang diutus menjemput kami.
Dua puluh menit kemudian, kami sudah sampai di kantor pusat perusahaan di Sentani. Setelah mengisi laporan, kami pun diantar ke sebuah hotel untuk istirahat.
Saking lelahnya dalam perjalanan, aku dan Yajid bangun pukul 10 pagi. Setelah mandi dan sarapan, semua karyawan berkumpul di aula untuk mendengarkan pengarahan dan jalur yang akan dilewati besok. Yang memberi pengarahan adalah pemimpin ekspedisi, Pak Lutfi, dari TNI.
Rencananya, kami akan melewati kecamatar Sawesuma dan menyeberangi sungai Sermowai Sungai ini sangat lebar dan merupakan sarang binatang yang sangat menyeramkan, buaya. Letak sasaran yang dituju adalah di sekitar sungai tersebut. Sesuai dengan pengarahan, di daerah itu ada sebuah lembah tak bertuan yang mereka beri nama sebagai Lembah Cadas.
Aku sama sekali tak menduga. Ternyata, pekerjaan yang akan kami lakukan adalah berburu sarang burung walet, Dan pekerjaan ini legal, karena disponsori oleh negara. Liur burung walet yang bernilai tinggi tersebut, nantinya akan diolah menjadi berbagai obat-obatan dan makanan yang bergizi tinggi, atau juga diekspor ke sejumlah negara. Waktu itu, seporsi sub burung walet berukuran mangkok sedang, bisa dihargai antara 35-50 ribu rupiah. Saking mahalnya, sup burung walet hanya ada di hotel kelas satu atau hotel bintang lima.
Waktu yang ditentukan telah tiba. Jumlah rombongan ada 50 orang di tambah 5 orang dari TNI AD dan 3 orang dari kepolisian. Tugas mereka untuk mengawal pekerjaan kami. Jadi jumlah rombongan totalnya ada 58 orang. Menurut Pak Lutfi, kalau tidak dikawal pihak keamanan, bisa-bisa hasil pekerjaan kami yang berat itu akan dijarah oleh para perampok.
Setelah menempuh perjalanan darat sejauh 35 Km dari Sentani ke kecamatan Sawesuma, kami turun dari mobil dan berjalan sejauh 10 Km. Setelah itu, barulah kami sampai di pinggir sungai Sermowai. Meski sungai tersebut penuh dengan buaya, akhirnya kami berhasil juga melewatinya. Sebab, kami juga melibatkan penduduk sekitar yang bisa menjadi pawang buaya. Namanya Alex Warobay. Di tangannya, masalah binatang reptil yang ganas tersebut bisa teratasi.
Akhirnya, kami sampai juga di Lembah Cadas. Batu-batu cadas tersebut berdiri dengan kokoh dan tinggi menjulang. Batu-batu itu berdiri seperti barisan tentara di tengah sungai. Nah, di tebing yang curam dan licin itulah, bergelantungan beribu-ribu burung wallet, dan tugas kami adalah mengambil sarang burung walet itu dengan hati-hati. Sebab, kalau tidak hati-hati, burung walet itu akan terbang pergi dan tidak akan kembali lagi.
Dengan peralatan panjat tebing berupa sling tambang yang kuat, kami pun bergelantungan, bahkan tengkurap dan merayap untuk menggapai sarang burung walet. Sementara, di bawah air sungai yang kecoklatan dipenuhi dengan buaya yang sewaktu-waktu siap menerkam dan melumat tubuh kami bila tali tambang khusus yang kami pegangi putus dan kami terjatuh ke dalam sungai.
TAPI, ANEH! KOK TIBA-TIBA PERUTNYA MEMBESAR SEPERTI ORANG YANG HAMIL 9 BULAN?
BELUM SEMPAT KAMI BERPIKIR LEBIH JAUH, TIBA-TIBA, KAMI MELIHAT TERJADI SUATU KEANEHAN. DARI DALAM PERUT WANITA ITU YANG KELUAR BUKANNYA SI JABANG BAYI MANUSIA, TAPI, TIKUS-TIKUS SEBESAR LENGAN YANG MASIH BERWARNA MERAH. SONTAK KAMI PUN BERGIDIK KETAKUTAN.
Pekerjaan ini memang pekerjaan berat dan membutuhkan keberanian serta kesiapan mental. Lengah sedikit saja, maka, nyawa taruhannya. Namun syukur Alhamdulillah! Setelah 10 jam, kami berhasil menyelesaikan pekerjaan ini dengan selamat. Dan kami berhasil mengumpulkan sarang burung walet seberat 125 Kg.
Sarang burung walet yang telah berhasil kami kumpulkan, kemudian dibawa oleh petugas dan beberapa karyawan untuk dikirim ke kantor. Sementara, beberapa karyawan yang lain istirahat di dalam tenda yang telah disiapkan sebelumnya.
Aku, Yajid dan beberapa karyawan lain duduk di depan tenda sambil makan roti bakar dan ubi bakar Api unggun selalu menyala sebagai penghangat tubuh. Sambil mengelilingi” api unggun, kami berdendang riang dengan diiringi gitar, mirip anak-anak SMA yang tengah berkemah dan baru belajar mengenal hutan.
Ketika aku sedang asyik berdendang, entah dari mana datangnya, tiba-tiba ada seekor tikus besar lewat di sekitar api unggun. Tanpa dikormando, teman-teman berlomba menangkapnya. Di mataku, ukuran tikus itu benarbenar besar, sehingga mirip dengan kelinci.
Karena dikepung ramai-ramai, tikus itu berhasil mereka tangkap. Entah bagaimana, aku merasa iba melihat hewan tak berdaya itu. Aku pun berusaha merayu teman-teman agar melepaskan binatang tersebut. Tapi, temanteman tidak memperdulikan perminaanku.
“Kau tahu, daging tikus jenis ini enak sekali kalau dibakar!” Kata salah seorang dari mereka.
Yang lain tertawa-tawa menyambutnya.
Aku menyerah. Dalam waktu yang singkat, tikus tersebut dibakar, dipotong, dan segera dikuliti, lalu dipanggang mirip babi guling. Kemudian dalam sekejap saja, sudah ludes jadi santapan mereka. Aku yang tak kuasa mencegah kekejaman mereka hanya diam menyaksikan pesta kecil itu.
Anehnya, ketika teman-teman baru menyesaikan santapan daging tikus itu, mendadak ada seekor tikus lagi yang melintas. Kali ini lebih besar dan montok. Teman-teman berusaha menangkapnya. Tapi tikus ini rupanya jauh lebih cerdik dan gesit. Dia berlari masuk ke dalam goa kecil dekat perkemahan kami. Yohanes, salah seorang anggota tim, nekad berlari mengejar sambil membawa kayu yang sudah membara. Begitu juga dengan beberapa teman yang lainnya.
Akibatnya, lubang goa yang tidak terlalu besar itu dipenuhi oleh bara api. Dan Yohanes bersiap-siap menangkap tikus yang bersembunyi di dalam goa tersebut. Namun, apa yang terjadi. Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh dari dalam tanah tempat kami berpijak. Dan dalam hitungan detik, dari dalam goa keluar tikus-tikus besar yang banyak sekali jumlahnya.
Tikus-tikus tersebut menyerang siapa saja yang ada didekatnya. Kulihat Yohanes terjatuh ketika menghindari tikus-tikus yang menyerangnya. Dia terjerembab ke tanah dan tubuhnya yang tegap itu segera menjadi santapan tikus-tikus besar.
Begitu juga dengan yang lainnya. Dalam hitungan menit, ada sekitar sepuluh orang yang menjadi santapan tikus-tikus tersebut.
Tak hanya itu, tenda tempat perkemahan kami juga hancur digigit gerombolan tikus-tikus itu. Sementara, aku dan Yajid berusaha berlari sekencangnya untuk menyelamatkan diri dari kejaran para tikus yang kesetanan itu. Tapi rupanya terlambat. Entah bagaimana, bumi tempat kami berpijak tiba-tiba runtuh. Dan kami pun ikut amblas ke dalam bumi.
Di dalam tanah yang kedalamannya sekitar sepuluh meter dari permukaan, aku dan Yajid melihat tikus-tikus besar dengan taringnya yang kuat dan tajam. Mereka sepertinya telah bersiap mencabik-cabik tubuh kami. Kulihat pula teman-teman pada teriak histeris menahar sakit. Bahkan, beberapa di antara mereka, dalan waktu sekejap saja tubuhnya hanya tinggal tulang-belulang.
Aku berusaha menyelamatkan diri. Ya, aku berusaha untuk selamat dari pertarungan yang aneh ini. Aku segera menarik Yajid dan kami berusaha untuk naik ke atas. Sialnya, tikus-tikus itu begitu gesit dan lincah. Hingga wajahku, kaki kananku, juga pundaku berhasil digigit hewan pengerat tersebut.
Aku dan Yajid berusaha sekuat tenaga untul melawan dan sebisa mungkin menghindari mereka. Darah segar muncrat dari sekujur tubuh kami. Tapi kami tidak menyerah. Kami terus berusaha untuk naik ke permukaan. Alhamdulillah akhirnya kami berhasil. Selanjutnya, kami terus berlari sambil menahan rasa sakit yang teramat sangat guna menjauh dari tempat aneh itu. Celakanya, tikus-tikus itu seperti telah dirasuki naluri untuk membunuh, Mereka tidak mau melepaskan mangsanya dengan begitu saja. Kami terus berlari, dengan tikus-tikus yang terus mengejar!
Untunglah, ada sepasang suami isteri yang menolong kami. Aneh sekali, tikus-tikus besar itu berhasil mereka halau hanya dengan melempar garam. Selanjutnya, aku dan Yazid dibawa ke rumah para penolong kami tersebut. Setelah luka-luka kami dibersihkan, kami pun diobati dengan ramuan berupa dedaunan. Meski awalnya terasa sangat perih, namun ramuan itu terbukti dapat menghilangkan rasa sakit, bahkan kemudian kami tertidur pulas.
Menjelang Subuh, aku mendengar suara orang perempuan merintih, menahan sakit di dalam kamarnya. Segera kubangunkan Yajid. Kamu kemudian berusaha mengintip dari balik daun pintu. Ternyata, isteri si penolong tadi mau melahirkan. Aku dan Yajid keheranan, sebab, waktu wanita itu menolong kami jelas sekali tidak dalam keadaan hamil. Perutnya juga biasa, tidak besar, bahkan terkesan langsing.
Tapi, aneh! Kok tiba-tiba perutnya membesar seperti orang yang hamil 9 bulan?
Belum sempat kami berpikir lebih jauh, tibatiba, kami melihat terjadi suatu keanehan. Dari dalam perut wanita itu yang keluar bukannya si jabang bayi manusia, tapi tikus-tikus sebesar lengan yang masih berwarna merah. Sontak kami pun bergidik ketakutan.
Segera saja kami keluar dari tempat itu, dan selanjutnya kami berlari sekuat tenaga hingga akhirnya kami terjatuh dan pingsan. Ketika aku membuka mata, tahu-tahu sudah ada di rumah sakit. Dan di sampingku juga terbujur tubuh Yajid. Kaki kirinya diamputasi dan kedua daun telinganya juga lenyap. Aku terkesiap. Tak terasa air mataku mengalir deras.
Kuraba tubuhku. Subhanallah! Ternyata aku telah kehilangan lengan kiriku, dan pipiku yang sebelah kanan growak cukup dalam. Aku berteriak histeris, tapi tetap saja teriakan itu tidak akan berhasil mengembalikan wajahku dan lenganku seperti semula, sebab aku telah menjadi orang cacat sepanjang hidupku.
Dan aku tidak tahu, apakah Tari masih mau menerimaku atau tidak. Apakah kelak ada wanita yang siap menjadi calon isteriku, karena aku tidak lagi gagah dan tampan?
Kini, diusia yang sudah menjelang kepala 5, aku masih tetap hidup sendiri. Dengan harapan untuk meringankan beban hidupku, maka, sengaja kuceritakan kisah pahitku ini kepada penulis, Semoga para pembaca menjadi percaya dengan keberadaan bentuk-bentuk kehidupan lain di di jagat raya yang penuh dengan misteri ini. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)