Kisah Kyai Pamungkas:
SANTET TETANGGA KOMPLEKS
Sesak dadaku menahan amarah. Anak kesayanganku dipukul oleh Pengeran Lebar Dada, 13 tahun, tanpa salah apa-apa. Etikanya, Marsinah sebagai ibu, meminta maaf kepadaku. Lalu memarahi anaknya yang melakukan kekerasan kepada anak tetangga. Tapi ini tidak. Dia malah tersenyum puas dan melakukan tos ke tangan anaknya. “Bagus Pangeran. Hajar habis anak itu. Hajar lebih keras. Kenapa hanya mukanya kau pukul, dadanya yang harus kau hantam, biar jantungnya berhenti dan sekalian mati saja dia!” teriak Marsinah, bangga dan tertawa puas.
Ibu mana yang tidak sakit saat melihat perlakuan seseorang seperti ini? Tetangga lagi. Ahmad Subardi, anakku memegang hidungnya yang berdarah. Darah segar keluar dari lobang pernafasannya akibat pukulan dahsyat bogem mentah ke mukanya. Bertubi-tubi hingga tujuh kali.
Aku berteriak histeris dan Pangeran Dada Lebar, 13 tahun, anak Bu Marsinah itu, menghentikan pukulannya setelah aku menjerit sambil memisahkan dirinya. Anakku Ahmad Subardi tidak melakukan perlawanan apapun, selain menangis menahan sakit.
“Bu Marsinah ini bagaimana sih, kok anaknya main pukul ke anak orang didiamkan saja?” pekikku, kepada Bu Marsinah, ibu kandung Pangeran Dada Lebar, yang menyaksikan anaknya memukul anakku dari beranda lantai dua rumahnya yang paling mewah di kompleks kami. Perumahan Sapujagat Estate, sebutlah begitu, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten.
“Hej anjing, anak-anak berantem itu biasa, apalagi laki-laki. Lawan dong, jangan diam saja. Lihat tu acara tinju di tivi, kan biasa pukul memukul sampai berdarah-darah. Lakukan itu jika memang anak laki-laki, jangan diam saja tanpa membalas. Anak elo mau jadi banci, tidak bisa berkelahi, hanya bisa menangis kalau dipukul orang? Begitu haaa?” bentaknya kepadaku.
“Anakku bukan petinju dan aku tidak mau anakku menjadi jahat seperti anakmu, main pukul orang sampai berdarah darah begini. Anakku anak baik-baik, dia tidak mau melakukan kekerasan seperti anakmu. Didik anakmu biar tidak sadis seperti ini,” imbuhku, sambil tidak bisa menahan tangis, terisak karena emosi.
Batinku terguncang hebat. Rasa jengkel, benci dan amarah bergulat menjadi satu dalam diriku. Dadaku bergetar dan otakku muter-muter pusing tujuh keliling. Darah Ahmad Subardi aku hapus dengan jilbabku hingga tidak meleleh terus di hidungnya. Dan jilbabku yang berwarna putih penuh bercak darah. Darah anak tunggal tumpuan harapanku yang sangat aku sayangi dan cintai.
Anehnya, tetangga tidak ada yang keluar rumah. Walau aku tau mereka mengintip di balik jendela. Ada juga yang melihat dari balkon rumah mereka yang bertingkat. Warga kompkes kami, terutama ibu-ibu tidak mau berurusan dengan keluarga ini. Mereka menyebut nama keluarga yang jahat ini sebagai Keluarga Pangeran. Karena nama anak mereka yang badung itu, Pangeran Lebar Dada.
Apa arti sebuah nama. Kata sastrawan Inggris William Shakespeare. Seniman sastra ini salah besar. Nama adalah doa. Maka itu nama sangat penting bagi manusia. Karena nama anak Marsinah ini Pangerang Lebar Dada, maka dadanya benar-benar lebar dalam arti sombong, congkak dan angkuh. Anak itu sok jagoan dan sok preman. Arkian, ternyata semua anak lelaki seumurannya di kompleks kami, sudah pernah ditonjok. Dan semuanya berdarah. Terakhir anakku Ahmad Subardi. Modusnya, dia menantang, mengejek dan menjahili. Setelah yang diejek marah, dia langsung menantang berkelahi. Jika tidak mau kelahi, dia yang menghajar duluan hingga berdarah.
“Pangeran saya itu suka darah. Maka itu anakmu harus berhati-hati, jika perlu harus menyembah sama dia,” kata Marsinah, lebih sombong lagi dari anaknya.
Supaya suamiku, Kang Heru Sumarna tidak terganggu konsentrasi kerjanya di luar kota, aku tidak menceritakan keadaan ini. Aku takut tugas-tugasnya terbengkalai karena bimbang dengan musibah yang dialami oleh anak tunggalnya. Maka itu ketika dia menelpon dari Banjarmasin, aku hanya melaporkan hal-hal rutin saja. Juga memintanya agar berhati-hati di Banjarmasin. Terakhir tentu saja aku berharap agar dia sukses sebagai cameramen televisi, Elang Perkasa Tv, tempat di mana dia bekerja.
Hatiku dendam dan marah betul kepada Pangeran Lebar Dada. Kejengkelan ku itu makan parah lagi kepada ibunya, Marsinah yang berulah seperti setan. Bahkan aku mengatakan dirinya itu iblis. Manusia iblis yang jahat seperti makhluk terkutuk itu.
Karena sakit hati yang teramat dalam, aku akhirnya menceritakan hal itu kepada adik kandungku, Dona Harisma, 34 tahun, ibu dua anak yang bermukim di Depok, Jawa Barat. Aku bertamu ke rumahnya membawa Ahmad Subardi yang masih terluka.
Adikku Dona Harisma juga marah besar setelah aku ceritakan hal itu. Kebetulan Dona Harisma mengenal Marsinah dan anaknya yang jahat, Pangeran Lebar Dada. Dona Harisma sering ke rumah dan pernah tahu keluarga Marsinah di sebelah rumahku. Suami Dona, John Siregar, 36 tahun, menganjurkan agar aku melaporkan ke polisi.
“Lapor saja ke Polsek terdekat dan luka di hidung Ahmad Subardi itu divisum. Ini kasus kejahatan pidana, dia pasti diperiksa polisi Polsek dan bisa-bisa ditahan. Ayo buruan lapor polisi Polsek Neglasari itu,” kata John Siregar, kepadaku.
Tapi karena kejadian tetangga lain, yang anaknya dianiaya seperti anakku, lapor polisi ternyata percuma. Soalnya abang kandung Marsinah itu seorang perwira kepolisian berpangkat Irjen di Mabes Polri. Ketika Pangeran Lebar Dadan dilaporkan ke polisi, komandan pemeriksa langsung ditelpon oleh jenderal abangnya Marsinah dan langsung dikeluarkan. BAP tidak jadi dibuat dan Pangeran Lebar Dada menjadi bebas berkeliaran di luar. Kasus hukumnya tidak diteruskan karena perintah atasan. Atasan takut sama jenderal dan semuanya menjadi selesai.
Sejak itu tidak ada warga yang mau melaporkan bila dianiaya oleh Pangeran Lebar Dada. Orang merasa percuma melapor polisi dan Marsinah semakin pongah, sombong dan congkak karena abangnya yang jenderai perkasa itu.
“Kalau enggak, santet aja Mbak. Mau enggak? Matiin aja sekalian itu Marsinah dan Pangerannya,” sorong Dona Harisma kepadaku. Aku tersentak mendengar usul Dona itu, tapi juga menarik. Pikirku, boleh juga ide. Matiin aja sekalian orang jahat seperti itu. Mereka tidak berguna bagi tetangga, bagi warga karena kejahatannya.
“Santet Don, bagaimana caranya?” Tanyaku, penasaran.
“Bukan Kita yang nyantet tapi dukun santet, kita bayar. Mau enggak?” kata Dona Harisma, serius.
“Memangnya kamu pernah nyantet siapa Don?” Tanyaku.
“Bukan aku, tapi temanku. Aku kenal dukun santetnya karena temanku itu mengajak aku ke sana,” cerita Dona.
“Temanmu itu menyantet siapa?” tanyaku ingin tau.
“Tapi ini rahasia ya Mbak, temanku itu nyantet suaminya sendiri karena suaminya punya istri baru. Temanku mau menguasai harta suaminya semuanya dan berhasil. Bahkan dia dapat klaim asuransi yang berjumlah besar,” imbuh Dona Harisma, kepadaku.
Aku tertarik walau agak takut. Sebelum jalan ke sana, aku tanya kepada Dona bahwa hukum nyantet juga sama dengan membunuh, kan mematikan orang. Menghabisi nyawa dan hak hidup seseorang?
“Dosa ditanggung yang nyantet. Biarin aja, dia yang berdosa, kita kan ya dosa juga, tapi yang disantet itu kan jahat, orang yang tidak berguna bagi banyak orang bahkan menyusahkan. Maka itu, sebaiknya orang kayak Marsinah dan Pangerang Lebar Dada itu mati saja,” tegas Dona Harisma, sambil menunjukkan muka jengkel.
Singkat cerita kami pergi ke dukun santet itu. Rumahnya agak sulit dicari namun dapat didatangi. Kamarnya ada di pojok dan orangnya berwajah aneh. Setelah mengutarakan maksudku, Sang dukun itu, sebutlah bernama Rasan Raja Santet, menyebut sejumlah uang.
“Bila sanggup memberikan Rp 20 juta, saya siap menyantet dua orang yang ada di foto ini,” katanya. Aku memberikan foto, tanggal lahir, bulan lahir dan tahun kelahiran keduanya. Terakhir alamat jelasnya, agar santet yang dikirim akurat, jangan terkena orang lain dan rumah yang lain.
Setelah menyanggupi uang mahar Rp 20 juta dan akan dibawa besok ke rumahnya, dukun menjanjikan akan melakukan santet tengah malam Jum’at Kliwon 15 Juni 2012.
“Santetnya bukan sakit, tapi kecelakaan. Kalau sakit ketahuan disantet, tapi kecelakaan. Jin yang saya Kirim ke rumahnya tidak langsung membunuh, tapi mengikuti ke manapun mereka pergi dan keduanya akan mati bersamaan,” janji Ki Rasan, kepada kami.
Si Aki Rasan adalah Raja Santet. Tanggal 15 Juni 2012 saya order santet, tanggal 19 Juni 2012 hari Selasa Wage, peristiwa besar terjadi. Marsinah yang membawa anaknya, Pangeran Lebar Dada ke Cianjur Selatan dengan mobil sedannya Honda Jazz nya kecelakaan di tikungan Pelabuhan Ratu. Mobil masuk jurang dan keduanya mati di tempat. Mobil mereka hancur, Marsinah dan Pangeran Lebar Dada mati di dalam mobil yang berantakan seperti kaleng krupuk terinjak truk!
Santet Ki Rasen luar biasa. Tidak membutuhkan waktu lama aku melihat kematian anak dan emak yang jahat itu. Warga senang melihat kematian itu dan aku juga puas, puas karena kejahatan mereka akan sirna di kompleks kami dan daerah kami akan damai juga aman.
Sebagai tetangga, tentu aku ikut serta melayat Marsinah dan pangeran lebar Dada di rumah duka. Bahkan suamiku yang sudah kembali dari Banjarmasin, ikut serta ke pemakaman. Anak dan ibu ini dimakamakan bersebelahan dan yang melayat tidak banyak karena banyak orang yang tidak simpati kepada mereka karena kejahatannya itu. Yang anehnya, ketika Masinah sedang digotong dalam keranda stainlist rumah sakit, seorang penggotong jatuh dan mayat Marsinah loncat dari keranda. Mayatnya jatuh dan anehnya, pelipisnya berdarah. Padahal seharusnya, orang yang sudah meninggal, walau terluka, tidak berdarah.
Menurut Kyai Pamungkas seorang tetua sekaligus seorang guru pencak silat tenaga dalam, mayat yang berdarah itu bertanda gaib, bahwa semasa hidup, dia banyak menguras darah orang dan senang melihat orang berdarah-darah karena penganiayaan olehnya. Tuhan memberikan petunjuk bahwa darah segar yang Keluar saat dia menjadi mayat itu, adalah darah yang selama ini dia ambil dari orang-orang yang sudah pernah dianiaya oleh dia dan anaknya.
“Berbeda dengan darah saat dia kecelakaan di dalam mobilnya itu. Darah itu sudah kering dan kini darah baru lagi di luar sebab musabab dari kecelakaan,” ungkap Kyai Pamungkas yang juga punya tempat pengobatan alternatif ini kepada warga yang bertanya kepadanya.
Malam hari setelah dikubur, tanggal 21 Juni 2012, hari Jumat Pahing dinihari, Marsinah dan anaknya kembali ke rumah. Warga semua ketakutan dan banyak yang menjerit histeris begitu melihat anak dan emak ini di depan rumahnya pukul 21.45 WIB, saat warga masih lalu lalang di daerah kompleks kami.
Aku jadi takut dan terguncang oleh kembalinya dua orang itu. Pikirku, mengapa mereka menjadi hantu dan mengawang di angkasa daerah rumahnya. Apakah dia mau menuntut balas kepadaku atau dia terpaksa kembali karena ditolak Tuhan di alam Barzah? Entahlah. Namun, aku meminta bantuan Kyai Pamungkas, dan kyaiku ini memberika doa-doa penolak hantu. Selain itu, Kyai Pamungkas juga memberika batu blue safir kepadaku penolak bala.
Alhamdulillah, hingga saat ini aku tidak pernah bertemu arwah Marsinah dan Pangeran Lebar Dada yang menjadi hantu itu. Namun hampir semua warga satu dukuh/dusun pernah melihat hantu itu. Mereka bergentayangan hingga 40 hari setelah dikubur.
Kini, arwah sudah tidak maujud lagi dan warga mendoakan agar mereka diterima layak di sisi Tuhan dan ditempatkan di alam yang bahagia sebelum menghadapi timbangan amal baik amal buruk di kiamat nanti. Bahkan semua warga mendoakan agar ibu dan anak itu diampuni Allah Azza Wajalla dan ditempatkan di dalam sorga-Nya yang indah. Amiin yaa robbal ‘alamin. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)