Kisah Kyai Pamungkas:
SIHIR ULAR RAMBUT

KONON, SIHIR INI MERUPAKAN PENINGGALAN NENEK MOYANG BANGSA INDIA. SESEORANG YANG AKAN MEWARISI SIHIR ULAR RAMBUT, WAJIB MELAKUKAN RITUAL PEMUJAAN DI RUMAH NENEK MOYANGNYA. BIASANYA YANG MENJADI PEWARIS ADALAH KETURUNAN PEREMPUAN YANG SUDAH BERSUAMI…

 

IBNU HAJAR mengatakan, bahwa ada silang pendapat mengenai sihir. Ada yang menganggap, sihir hanyalah khayalan semata, tidak ada hakikatnya. Namun di sisi lain, akibat sihir ada anggota dan organ tubuh yang akan merasakan sakit, bahkan terkadang bisa menyebabkan kematian. Sihir dikatakan sering memengaruhi mata dengan menciptakan fenomena khayalan. Ini pendapat Abu ar-Razi dari mazhab Hanafi, da Ibnu Hazm adh-Dhahiri dan beberapa golongan lainnya.

 

Kisah berikut ini masih ada hubungannya dengan kekuatan sihir. Karena alasan tertentu si penutur kisah meminta agar jatidirinya disembunyikan. Berikut kisah lengkapnya…

 

Saat itu, aku telah menikah dengan seorang gadis desa dari suku Mandailing, dari menempati sebuah rumah sebagai hadiah perkawinan dari ayah mertua. Lokasi tempat kediaman kami letaknya agak terpencil dari rumah tetangga, namun, rumah yang kami tempati cukup besar, asri dan bersih serta laik huni.

 

Air sungai yang letaknya tak jauh dari rumah kami sangat jernih, sehingga selain untuk mandi dan mencuci pakaian, airnya juga cukui laik untuk diminum. Perlu kuungkapkan bahwa desa tempat kami berdomisili dikenal sebagai daerah yang sudah kondang keangkerannya. Si Piso Dainang, demikian nama desa itu.

 

Letaknya lebih kurang 20 km dari kota, perkampungan ini masih banyak ditempa fenomena yang aneh-aneh. Bahkan hingga kini dikenal merupakan daerah terlarang bagi siapa saja yang datang atau berkunjung membawa niat yang tidak baik. Jika ketentuan ini dilanggar, maka, nasibnya pasti tidak akan beruntung.

 

Selain itu, ada sebuah pantangan yang dipegang teguh oleh warganya: Jangan sekali-kali berani mencoba mengambil barang orang tanpa hak, atau mencuri di kampun ini. Akibatnya cukup fatal. Bisa-bisa si pelaku akan tersesat, tidak tahu jalan pulang dan mendalami hal-hal yana sangat menakutkan.

 

Pada malam hari, juga dilarang sembarang tempat serta mengorek kerak nasi. Yang paling pantang adalah menjemur celana dalam perempuan sedang haid di luar rumah atau dicampak di kamar mandi.

 

Demikianlah sekilas tentang beberapa pantangan di desa tempat aku dan tinggal. Walau kelihatannya main-main, namun tak seorang pun berani melanggar pantangan tersebut.

 

Entah berhubungan atau tidak berbagai pantangan tersebut, kisah menyeramkan ini akhirnya kualami. Masih kuingat, hari itu bertepatan dengan Selasa Kliwon. Isteriku, sebut saja namanya Boru Lubis, baru pulang dari rumah sakit di kota Sipirok. Wanita yang sangat kucintai ini sempat dirawat inap akibat keguguran pada kelahirannya yang ketiga. Karena masih mengalami pendarahan, dia kulihat sering keluar masuk kamar mandi yang terletak di pinggir Sungai samping rumah kami. Kamar mandi ini berdinding bilik bambu tanpa atap di atasnya.

 

Beberapa hari setelah kepulangan isteriku dari rumah sakit, malamnya aku mendapat giliran ronda. Ketika aku sedang asyik ngobrol dengan beberapa teman lainnya, mendadak, terlihat ada segumpal cahaya merah seukuran ikatan sapu lidi dari arah puncak bukit. Aku tertarik melihat penampakan ini karena cahaya aneh itu meluncur deras ke arah rumahku. Sepertinya, cahaya itu turun dan masuk ke dalam sumur.

 

Melihat keanehan ini, hatiku langsung tidak tenang dan agak cemas. Jantungku berdegup kencang sebab rasa khawatir menyelinap dalam dada begitu menyadari bahwa saat itu aku meninggalkan isteriku yang belum pulih kesehatannya di rumah bersama dua orang anak-anak kami yang masih kecil.

 

Untuk menyelidiki fenomena aneh tersebut, aku bersama dua orang petugas ronda bergegas menuju cahaya tadi menghilang. Begitu tiba di sana, alangkah kagetnya kami menyaksikan banyaknya ular-ular seukuran belut sawah. Yang membuat kami nyaris terkencing-kencing, ternyata gerombolan ular ini bertaut pada sepotong kepala perempuan. Ular-ular yang panjangnya kurang lebih 70 cm kemudian berkeliaran di seputar sumur. Mereka saling berebut merubungi celana dalam isteriku yang siang tadi mungkin lupa dicuci akibat keletihan.

 

Cukup lama aku dan dua rekanku melihat keanehan ini. Kami terkesima seperti laiknya orang terkena sihir. Hawa mistis memang menyungkupi suasana malam itu. Kami masih terpana ketika ular-ular itu lenyap begitu saja meninggalkan celana dalam isteriku yang penuh dengan lubang bekas gigitan.

 

Aku baru sadar dari ketersimaan, ketika terdengar suara isteriku menjerit-jerit seperti orang menahan kesakitan. Bersamaan dengan itu, para tetangga menjadi terbangun dan mereka segera berhamburan menuju rumah kami.

 

Saat kulihat, isteriku pingsan. Namun yang membikin seram, pada bagian sekitar perutnya yang terbuka, tumbuh rambut-rambut aneh dan menjijikan dalam bentuk jalinan berwujud Ular-ular kecil sebesar kepala lidi yang kepalanya bergerak kian kemari. Pemandangan ini amat mirip seperti yang tadi kulihat di dekat sumur.

 

Tak ayal lagi, para tetangga yang hadir tampak ketakutan. Seorang demi seorang, mereka kemudian mundur meninggalkan rumah kami. Yang bertahan, hanya dua lelaki tua namun mereka tampak kebingungan saat menyaksikan fenomena aneh sekaligus menyeramkan ini.

 

Sementara ular-ular rambut itu semakin banyak bermunculan, isteriku terus saja merintih-rintih kesakitan. Ngeri aku memandangnya, dan tak tahu harus berbuat apa.

 

Sayup-sayup kudengan adzan Subuh. Anehnya, bersamaan dengan itu, ular-ular mini di perut isteriku pun menghilang dengan meninggalkan guratan-guratan kemerahan seperti bilur. Perempuan yang sangat kucintai itu pun tertidur karena lelah menahan sakit.

 

Ketika matahari menampakkan wajahnya di ufuk timur, isteriku mulai tersadar. Namun, dia nampaknya seperti orang bodoh dan tidak bisa di ajak bicara. Seharian, perempuan” yang bernama Boru Lubis ini hanya duduk termenung saja. Ketika kucoba menegurnya, dia hanya diam. Paling-paling memandangku dengan sorot mata kosong. Entah apa yang terjadi dengannya?

 

Malam berikutnya, menjelang tengah malam, Boru Lubis kembali mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya. Kucoba menenangkannya ketika kulihat ular-ular rambut itu muncul lagi dari dalam perutnya. Dengan keberanian yang kupaksakan, nekad aku mencabut ular-ular seekor demi seekor. Isteriku menjerit menahan sakit, bersamaan dengan tercabutnya ular-ular itu dari perutnya.

 

Tetapi…usaha yang nekad ini percuma saja. Aneh sekali! Begitu tercabut, maka, ular-ular itu muncul lagi seolah berurat-berakar di dalam perut isteriku.

 

Tetangga yang datang hanya melongo, tanpa mampu berbuat apa-apa. Mereka hanya merasa prihatin.

 

Penyakit yang dialami isteriku benar-benar aneh dan mengerikan. Datang pada malam telah larut, tapi segera menghilang ketika pagi tiba. Namun, pada siang hari isteriku tidak bisa diajak bicara barang sepatah pun, seperti orang bisu.

 

Melihat keanehan ini, terbersit dalam benakku, tidak mustahil ibu dari anak-anakku ini telah terkena guna-guna atau sihir. Untuk memastikan dugaan ini, aku segera melaporkana kasus ini ke ayah mertuaku di kota Sipirok. Ayah rupanya sependapat derigan diriku, bahwa anak perempuannya telah terserang ilmu gaib sejenis sihir. Beliau kemudian berusaha mendatangi orang pintar yang menguasai ilmubahkan hingga ke Tapanuli Utara. Namun, tidak seorangpun yang mampu menyembuhkan isteriku.

 

Sementara itu, hampir sebulan, tiap malam Boru Lubis selalu mengerang kesakitan pada saat Ular-ular itu bermunculan. Tubuhnya mulai kurus, karena sejak kejadian pertama, dia sudahtidak berselera makan dan minum.

 

Sebagai upaya terakhir, maka, kuputuskan memboyongnya ke rumah sakit di kota Sipirok.

 

Dan hari itu aku sudah bersiap-siap berangkat mencari kendaraan, ketika pintu rumahku terdengar diketuk seseorang dari luar,

 

Aku bergegas membukanya, Di ambang pintu kulihat berdiri seorang lelaki tua berwajah hitam legam mengenakan jubah putih yang kontras sekali dengan rona wajah dan kulitnya.

 

Lelaki tua yang tidak kukenal ini, sesat mengumbar senyum sambil memperkenalkan dirinya. Dia mengaku seorang pengembara yang aslinya berasal dari daerah Benggali, India.

 

“Nama saya Mahipal Ranjit Singh!” Ujarnya sembari mengulurkan tangan ke arahku untuk mengajak bersalaman. Dia juga mengatakan, bahwa dirinya merasa terpanggil singgah, karena mengetahui di rumah kami ada orang yang sedang sakit.

 

“Tahu dari mana kalau isteri saya sedang sakit, Tuan?” Tanyaku sedikit curiga.

 

Lelaki tua yang mengaku bernama Mahipal Ranjit Singh ini hanya mengulum senyum tanpa menjawab. Namun, sebagai tuan rumah yang baik, aku masih ingin bersikap santun. Aku menyilahkannya masuk dan duduk di kursi tamu.

 

Setelah duduk, segera saja dia bercerita tentang berbagai penyakit yang disebabkan oleh sihir. Dia juga memastikan bahwa penyakit isteriku datang dari sihir ular rambut yang ganas.

 

Aku hanya heran, karena tamu ini belum melihat kondisi isteriku yang masih terbaring lemah dalam kamar tidur, namun sepertinya sudah mengetahui bagaimana keadaannya.

 

“Boleh saya menjenguk si sakit?” Tanyanya dengan nada santun. “Kalau memungkinkan, saya ingin membantu kesembuhannya.”

 

Melihat aku mengangguk-angguk, dia langsung berdiri dan kuantar masuk ke kamar tidur kami. Hanya sebentar saja dia memerhatikan isteriku, kemudian mengajakku keluar kembali dan duduk di kursi tamu.

 

“Dugaan saya benar. Isterimu terkena sihir ular rambut yang ganas. Dan kalau tidak ditolong dengan cepat akan menyebabkan kematian,” tuturnya pula.

 

Untuk meyakinkan diriku, tamu yang sering kupanggil “Tuan” ini kemudian berkisah tentang sejarah keberadaan sihir ular rambut. Konon, sihir itu merupakan peninggalan nenek moyang bangsa India. Agaknya, setelah dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan situasi dan kondisinya, saudara-saudara dari negeri Hindustan yang datang ke Indonesia sempat mewariskan kepada warga setempat.

 

Menurutnya, sihir ular rambut yang asli, dikenal sebagai pusaka keturunan keluarga. Seseorang yang akan mewarisi sihir ular rambut. wajib melakukan sebentuk ritual pemujaan di rumah nenek moyangnya yang berusia lanjut. Biasanya yang menjadi pewaris adalah keturunan perempuan yang sudah bersuami.

 

Biasanya, rumah nenek moyang terbuat dari dinding yang dilumuri lumpur dan tanpjendela, kecuali sebuah pintu yang tidak bols dibuka lama-lama ketika matahari bersinar terang. Saat itu, sebuah lampu minyak seger. dinyalakan dekat pedupaan termasuk mengi air minum dalam tempayan.

 

Manakala mereka yang akan mewarisi pusaka kuno ini memasuki rumah nenek moyang tersebut, maka, harus merangkak dengan menggunakan kedua lutut dan sikusiku tangannya. Tak boleh berbicara barang sepatah katapun. Semua dilakukan dengan isyarat. Begitu berada di dalam, mereka yang akan mewarisi sihir ular harus melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Kemudian duduk bersila.

 

Setelah itu, kecuali desah nafas, si pelaku maju ke depan sambil terus melakukan ritual pemujaan tanpa berbicara apapun. Melalui pedupaan, kemudian menyeruak asap dan di depan mereka terletak lampu minyak yang menerangi ruangan secara samar-samar. Kemudian ritual pemujaan dilanjutkan denga lebih khusyuk lagi sambil tegak berdiri dan tubuh mereka yang polos tanpa busana kemudian diarahkan menghadap lampu miny tanpa bergerak-gerak.

 

Entah dari mana datangnya, seorang bertelanjang dada muncul dan mengangkat pedupaan. Sosok yang ini kemudian menghirt asap pedupaan dan menghembuskan asap setanggi itu keseluruh tubuh yang mengikuti ritual.

 

Setelah itu, si pelaku diperintahkan duduk kembali di depan sosok telanjang dada. Para pelaku ritual kemudian bersedekap tangan di dada masing-masing. Mata mereka konsentras memandang ujung jari yang didekapkan di dada tadi.

 

gerakan berupa apapun. Dan tidak lama kemudian, nampak percikan api menimbulkan kilatan-kilatan sinar yang terlontar dari lampu minyak yang menyinari tubuh-tubuh mereka. Dan pada saat bersamaan, seluruh helai rambut di kepala mereka akan berdiri. Rambut yang berdiri tersebut kemudian bergerak dan memilin secara otomatis sehingga membentuk wujud ular-ular kecil.

 

Ritual ini harus dilakukan tujuh malam berturut-turut. Pada malam ketujuh, pelaku ritual harus menyediakan seekor hewan ternak, biasanya yang dipilih kambing untuk dijadikan korban sihir ular rambut. Kambing itu diikatkan didepan lampu minyak. Jarak antara kambing itu dengan pelaku yang melakukan pemujaan kira-kira 5 meter.

 

Tapi, khusus pada pemujaan malam terakhir itu, sosok telanjang dada meniupkan nafiri kedalam tubuh pelaku ritual melalui lobang tubuh mereka, seperti lobang telinga, pusar, | aurat dan anus. Begitu energi nafiri beraktivitas dalam diri pelaku ritual, maka, seluruh rambut mereka berdiri dan terayun-ayun yang pada saatnya berjalin-jalin berwujud ular-ular kecil.

 

Fenomena yang terjadi pada malam ke tujuh itu, tiba-tiba, ular-ular rambut yang berasal dari jalinan rambut dikepala pelaku ritual melesat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya. Menikam atau menusuk tubuh kambing yang sengaja dijadikan sebagai uji coba. Kambing yang dikorbankan, yang sebelumnya nampak gelisah ingin dilepaskan dari tali yang mengikatnya, mendadak menjadi terdiam tak bergerak.

 

Dan dalam hitungan detik, kemudian mati oleh bisa ular rambut dalam kondisi kaku.

 

“Demikian dahsyatnya pusaka karuhun sihir ular rambut yang asli tersebut,” kata Mahipal Ranjit Singh menutup kisahnya.

 

Aku yang sedari tadi menyimak cerita tamuku ini hanya diam, tidak mampu berkomentar sepatah katapun selain manggutmanggut saja.

 

“Seperti saya Ungkapkan tadi, bahwa sihir ular rambut yang mendatangkan penyakit pada isterimu, bukan yang asli dari Hindustan, melainkan sudah dimodifikasi,” tambah Mahipal Ranjit Singh. Jadi, masih ada harapan untuk disembuhkan. Meskipun sudah tiba pada puncak krisis,” tandasnya pula.

 

Tanpa banyak tanya, aku segera menyiapkan apa yang dimintanya. Baskom yang berisi air bersih diletakkan lelaki tua itu didekat isteriku. Kudengar mulutnya melafadzkan beberapa ayat Al-Qur’an, kemudian dilanjutkan dengan mantera-mantera kuno yang sulit kumengerti.

 

Usai itu, Mahipal Ranjit Singh mengambil sesuatu dari balik jubah putihnya. Rupanya sebentuk piring porselin kecil antik yang PA kemudian dicelupkannya ke dalam air di baskom.

 

“Sebaiknya kamu buka baju isterimu,” pintanya kemudian dengan nada sopan dan berwibawa. Meski agak ragu-ragu, aku mematuhi arahannya demi kesembuhan isteri tercinta.

 

Begitu pakaian Boru Lubis tersingkap, Mahipat Ranjit Singh segera menelungkupkan piring antik tadi di dada isteriku. Dan apa yang terjadi?

 

Piring porselin ini langsung lengket ke dada isteriku bagaikan terhisap oleh energi magnet yang teramat kuat. Sejurus kemudian terdengar bunyi dentingan piring bersamaan mengendurnya tarikan magnet gaib tadi.

 

“Kekuatan sihir ular rambut ini cukup lumayan juga. Meskipun sudah dimodifikasi oleh mereka yang mewarisinya,” desah Mahipal Ranjit Singh sambil membalikkan piring itu.

 

Aneh, di balik piring itu nampak lengket ular-ular rambut, berjumlah puluhan ekor, berwarna hitam legam dan wujudnya mirip cacing-cacing tanah. Sementara besarnya tak lebih dari kepala lidi dengan panjang sekitar 30 sentimeter.

 

Tak lama kemudian isteriku terbangun dari tidurnya. Aneh, dia sudah mampu berkomunikasi dengan baik meskipun dengan suara masih terbata-bata.

 

“Apa yang telah terjadi denganku, Bang?” Tanyanya kebingungan. Aku tersenyum haru.

 

“Sudah hampir sebulan kamu mengalami penyakit aneh, jelasku sambil menahan air mata.

 

Boru Lubis tertegun cukup lama sambil memerhatikan tubuhnya yang kurus kering. Mungkin ingin memastikan apa yang kukatakan barusan. Kami saling berpelukan dan bertangisan, sehingga aku sendiri lupa pada Mahipal Ranjit Singh, tamu sekaligus dewa penolong kesembuhan isteriku itu.

 

Kemana perginya lelaki itu? Dia seperti menghilang tanpa jejak. Setelah kususul keluar rumah, aku kecewa dan menyesal karena belum sempat mengucapkan terima kasih padanya.

 

Namun, di ruang tamu kutemukan selembar kertas yang bertuliskan: “Maaf, saya berlalu tanpa pamit. Jadi saya tidak perlu diberi apapun, bahkan ucapan terima kasih sekalipun. Bersyukurlah dan berterima kasihlah kalian pada Allah SWT. Karena telah menggerakkan saya untuk singgah di rumah kalian yang memang butuh pertolongan. Yang perlu kalian ketahui, bahwa penyakit yang ditimbulkan oleh sihir ular rambut tersebut, dilakukan oleh orang iseng yang ingin mengadakan uji coba. keampuhan ilmu yang dimilikinya. Jadi bukan karena ada unsur dendam. Selamat tinggal, dari saya sang pengembara.”

 

Cukup lama aku tertegun setelah membaca kalimat itu. Siapa sebenarnya lelaki tua yang mengaku sebagai pengembara itu? Apakah lelaki tua yang mengaku bernama Mahipal Ranjit Singh itu merupakan sosok malaikat atau jin muslim yang menyamar? Pertanyaan tersebut hingga kini belum pernah kuperoleh jawabannya. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)