Ngaji Psikologi Bersama Kyai Pamungkas:
MENEMUKAN RUANG AKTUALISASI 

Di sini saya ingin berbagi kisah tentang dua teman dekat saya, yang secara tidak sengaja Tuhan pertemukan dengan saya untuk saya ambil hikmah dari pengalaman mereka. Sebab pepatah bijak mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik, termasuk di dalamnya adalah pengalaman orang lain, khususnya orang terdekat di sekitar kita.

 

Sahabat saya yang pertama sebutlah namanya A. la adalah gadis yang sangat cantik dan ramah. Tidak sedikit laki-laki yang jatuh hati padanya. Beruntungnya ia juga lahir dari keluarga yang berkecukupan. Walaupun ia sama sekali tidak memiliki bibit sifat arogan, sejauh saya mengenalnya ia belum pernah mengalami kesulitan hidup yang berarti.

 

Sampai akhirnya ia menikah dengan seorang laki-laki yang juga teman saya. Laki-laki tersebut saat menikah dengan si Atertakdir sudah menjadi pengusaha sukses yang memiliki proyek bernilai milyaran. Yang mungkin si A belum tahu banyak adalah jauh sebelum si laki-laki berada di titik ini, ia sudah banyak makan asam garam dan melewati masa-masa sulit sebelumnya. Singkat cerita, si A pun memutuskan untuk menerima lamaran sang laki-laki dan tidak terlalu memusingkan urusan kuliahnya yang belum selesai. Seperti yang sudah saya bayangkan sebelumnya, pernikahan mereka digelar cukup mewah dan mengundang decak kagum dari para tamu undangan.

 

Hari berlalu. Saya yang aktif di sosial media tidak jarang mengamati update si A setelah berstatus sebagai istri. Walaupun tak jarang ia meng-update kegiatan bahagianya sebagai ibu rumah tangga produktif, saya juga masih sering melihat keluh kesahnya yang kesepian ketika sang suami harus lembur sampai pagi untuk menyelesaikan pekerjaan. Sebagai sahabat yang sudah lebih lama kenal, saya tahu betul bahwa suami si A memang seorang pekerja keras dan amanah akan tanggung jawab.

 

Sementara si A dulunya bukan seorang aktivis sekolah atau kampus yang memiliki banyak relasi di luar rumah. la juga jarang mengikuti komunitas atau acara tertentu untuk mengasah kemampuan dan kemauannya. Maka tidak heran jika sejak menjadi istri ia merasa sering kesepian dan terkungkung di dalam sangkar emas. Teman-teman dekatnya saat ini pastilah sedang sibuk bekerja atau mengejar cita-cita atau mungkin masih asik dalam beraktualisasi diri di luar sana. Sekalipun mereka berkenan untuk pergi hang out bersama si A, topik obrolan mereka jelas sudah berbeda.

 

Yang ingin saya tekankan di sini bukanlah rasa ketakutan setelah menikah yang jauh dari kebebasan dan keleluasaan ruang gerak. Saya rasa suami si A tidak akan mengekang istrinya dalam kesepian dan ketidaknyamanan. Namun kondisi si A sendiri yang memang tidak memiliki ruang gerak dan lingkaran sosial dalam beraktualisasi diri itulah yang membuatnya merasa kesepian. Ia tidak tahu ingin ke mana dan kepada siapa ia menumpahkan bakat, minat rasa, dan pemikirannya sendiri.

 

Lain si A lain pula si E. Sahabat saya yang kedua ini asalnya dari Magelang yang kuliah di Jogja. Pertemuan saya dengannya diawali ketika kami berdua mendapatkan kesempatan untuk belajar selama seminggu di Jepang.

 

Kesan pertama saat melihat si E adalah rasa gemas akan kepolosan dan lemah lembutnya terhadap siapa saja. Tapi di balik keluguan wajah itu si E menyimpan potensi dan ketekunan yang luar biasa. Dia tidak hanya cerdas tetapi juga pekerja keras. Ia sudah terbiasa bekerja di bawah tekanan. Tidak jarang hasil kerja kerasnya tidak diapresiasi. la pun tumbuh dari keluarga yang broken. Namun, ia adalah manusia yang termasuk survive dalam melewati itu semua.

 

DARI SITULAH SAYA TAHU BAHWA SI E ADALAN ONE OF A KIND YANG BISA SAYA PETIK HIKMAH HIDUPNYA UNTUK DIJADIKAN PEMBELAJARAN. BENAR SAJA, SELAMA INI IA BEGITU TEGAR MENJALANI HIDUPNYA DENGAN MENJADI PEREMPUAN INDEPENDEN DAN JAUH DART KATA MANJA. BENTURAN-BENTURAN YANG ADA TERJADI DALAM HLDUPNYA MEMBUAT KARAKTERNYA BEGITU TERBENTUK.

 

Pertemuan saya dengan si E kali itu memang saya niatkan untuk sebuah kepentingan. Dari beberapa kali saya mengamati feed akun instagramnya, saya tahu bahwa ia bergabung dalam sebuah komunitas pemberdaya perempuan. Dari komunitas itu, dia sempat diundang beberapa kali menjadi pembicara di forum diskusi terlebih jika momentumnya di sekitar Hari Kartini dan International Women’s Day. Saya begitu tertarik untuk mencari informasi lebih lanjut, siapa tahu bisa turut bergabung dalam komunitas tersebut.

 

Dari kegiatan yang diinfokan oleh si E, ia menceritakan bahwa agenda dari komunitas tersebut begitu bermanfaat dan mengasyikkan. Jauh di atas semua itu, saya melihat bahwa kesibukan si E di dunia industri kreatif, akademik, dan komunitas membuatnya begitu memiliki ruang gerak yang bebas untuk beraktualisasi diri.

 

“Semua ini yang jadi bekal persiapanku sebelum menikah. Aku harus tetap memiliki ruang untuk menggali potensiku walaupun nanti aku sudah berstatus sebagai seorang istri. Sehingga terlepas dari kegiatan rutin mengUrus rumah tangga, aku masih bisa memiliki tempat untuk berekspresi dan melakukan hal-hal yang aku suka,” kata si E padaku.

 

Tanpa maksud membandingkan antara si A dan si E, perbedaan kontras yang terlihat adalah kepemilikian ruang ekspresi. Komunitas positif yang anggotanya memiliki kesamaan frekuensi dalam bidang minat dan bakat dengan kita dipercaya bisa membuat hidup kita lebih lengkap. Sebab hidup ini tidak bisa selalu tentang ranah privasi keluarga dan profesional pekerjaan saja. Ada satu ruang lain yang seringnya dianggap remeh temeh oleh banyak orang, yaitu ruang yang bisa menjadi tempat menyalurkan potensi diri kita.

 

Inilah yang tidak dimiliki oleh A. Hidupnya baru terisi oleh ranah privasi kasih sayang pengantin baru dan profesionalitasnya sebagai seorang istri yang loyal. Tapi lebih daripada itu, dia belum memiliki ruang untuk menjadi dirinya sendiri tanpa perlu menuruti tuntutan apa pun dari siapa pun. Dia masih belum memiliki tempat dan kawan untuk menyalurkan apa yang menjadi potensinya selama ini.

 

Maka wajar apabila dia sering menjadi suntuk dan murung ketika suaminya sesekali harus malang melintang melakoni usahanya sampai tidak kenal siang dan malam. Akhirnya sang suami sendiri bertanggung jawab untuk bisa lebih banyak meluangkan waktu untuk si A di sela-sela kesibukannya. Tidak jarang si A ikut serta ketika suaminya sedang melakukan audit proyek yang sedang digarapnya. Dengan setia si A pun nampak setia menemani suami sang suami pun begitu sabar untuk mengajak istrinya ke mana pun ia pergi. Orang awam mungkin melihat pemandangan ini sebagai pemandangan yang manis dan romantis. Tapi bagi yang memiliki pemahaman bahwa kemerdekaan atau independensi diri juga sebuah kepentingan, maka melihat keterikatan antara si A dan suami ini justru cenderung tidak begitu berselera.

 

Ketiadaan ruang untuk beraktualisasi diri memang bukan hal yang ditanamkan oleh orangtua kita sejak kecil. Ayah dan ibu kita lebih sering menasehati bahwa kita harus belajar keras agar mendapatkan nilai yang bagus, diterima di sekolah favorit, dan mendapatkan pekerjaan yang bonafide dengan gaji yang tinggi. Orangtua dan guru kita rasa-rasanya jarang mendukung kita untuk masuk ke dunia atau ruang komunal yang bisa membuat kita berekspresi menjadi diri kita sebenarnya. Rasa-rasanya sejak kecil saya belum pernah mendapatkan didikan untuk bergabung dalam komunitas untuk melakoni hobi agar kian terlatih agar bisa mendapatkan benefit dari hobi tersebut.

 

TERLEPAS DARI SEMUA TTU, KITA IDEALNYA TIDAK PERLU MENGULANG KESALAHAN YANG SAMA. TERLALU LURUS PADA EKSPEKTASI MASYARAKAT PADA UMUMNYA, TERMASUK DI DALAMNYA ADALAH ORANGTUA, HINGGA KEMUDIAN MENGABAIKAN SELF POWER DENGAN MELAKUKAN HAL-HAL YANG KITA SENANGI, BISA BERDAMPAK NEGATIF TERHADAP DAYA TAHAN PSIKIS KITA. HARI-HARI KITA HANYA AKAN BERJALAN UNTUK MEMENUHI EKSPEKTASI ORANG LAIN.

 

Keberadaan ruang aktualisasi membuat kita akan lebih bersemangat menjalani hari. Sebab kita bisa mendapatkan celah kesibukan yang walaupun menghabiskan tenaga dan pikiran, kita tetap senang untuk menjalaninya. Ini bisa membuat hari-hari dalam hidup kita lebih berwarna dan tidak sekadar hitam putih dari rutinitas biasanya. Dengan begitu, saat kita merasa bersalah, kecewa, atau dikecewakan di ruang utama kehidupan (keluarga, pekerjaan, dan pertemanan) kita masih bisa mendapatkan satu tempat lagi untuk menjadi diri kita yang sebenarnya.

 

Selain itu, jika kita memiliki ruang aktualisasi, kita akan terhindar dari rasa kesepian. Orang yang jarang merasa kesepian cenderung lebih kecil memikirkan hal-hal yang negatif. Sekalipun menyendiri itu penting, tapi terlalu sering merasa sendiri itu menyakitkan. Banyak orang yang jatuh sakit karena stres disebabkan oleh ketiadaan kawan dan tempat untuk berbagi. Sudah banyak orang yang terbunuh baik secara fisik dan psikisnya karena menjadi korban dari rasa kesepian.

 

Itulah mengapa keberadaan ruang aktualisasi dianggap begitu penting. Ini merupakan salah satu bentuk realisasi dari mimpi orang-orang yang visioner. Mereka yang visioner biasanya sudah tekun dalam merumuskan gambaran masa depan yang diidam-idamkan. Dari gambaran masa depan itu umumnya sedikit demi sedikit mereka tuangkan ke dalam aktivitas yang mereka senangi. Walaupun mungkin baru berupa komunitas atau kegiatan start up, mereka melakoninya perlahan dan konsisten.

 

Dari proses itulah manusia-manusia ini akan mendapat kegiatan serta kesibukan hingga kemudian teralihkan fokusnya dari hal-hal negatif di sekelilingnya. Mereka perlahan tapi pasti mulai melupakan kekurangan dan kegagalan dalam hidup dan cenderung untuk memperbaiki hidupnya yang sekarang. Akhirnya hobi dan kegiatan mereka bisa menjadi suatu big project yang berhasil, dan apresiasi pun hanya tinggal mengikuti prestasi yang ada.

 

MAKA, TUNGGU APA LAGI! CARI POTENSI YANG ADA DALAM DIRI ANDA, TEMUKAN TEMAN-TEMAN YANG MEMILIKI FREKUENSI SAMA DENGAN ANDA, LALU BUAT DAN TEMUKAN RUANG AKTUALISASI KALIAN DENGAN CARA YANG MENYENANGKAN. ITULAH SALAH SATU CARA SEDERHANA YANG BISA DILAKUKAN UNTUK MEMBUAT KITA MAMPU BERDAMAI DENGAN KEKURANGAN DIRI DAN KEGAGALAN HIDUP LAINNYA. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)