Kisah Kyai Pamungkas:
KUTUKAN PELET DARAH PERAWAN
Malam itu, bersamaan dengan malam Jumat Kliwon purnama penuh, Mira yang baru tujuh hari meninggal dunia itu kembali kerumah dan mencicipi makanan yang dibagikan pada para tamu yang datang buat doa tahlil dan tetangga yang kebetulan berhalangan datang….
Malam belum seberapa tua, namun sejak kematian Mira, istri kedua Pak jhori, salah seorang pengusaha otomotif yang tergolong sukses itu telah membuat seisi kampung menjadi selalu dicekam dengan perasaan ketakutan yang teramat sangat. Betapa tidak, dari bisik-bisik yang beredar, sejak dimakamkan tiap malam Mira selalu kembali ke rumahnya.
Mulanya, semua warga masyarakat hanya beranggapan, pelbagai makanan dan minuman yang mendadak basi ketika disajikan hanya kerana kesalahan dalam, memasak. Lain tidak. Tetapi, mungkinkah kesalahan memasak itu terjadi sampai beberapa kali? Bahkan, air minum pun selalu berbau anyir?
Dua pertanyaan yang selalu melingkar-lingkar di dalam benak setiap yang hadir itu, akhirnya terjawab setelah Mbok Nah, demikian sapaan pembantu paruh baya itu dengan air mata berlinang dan wajah penuh ketakutan menghiba di depan Ustadz Kamil yang mohon diri diiringi oleh beberapa sesepuh kampung. “Maaf Pak Ustadz, semua makanan saya pesan dari Bu Bantoro, Catering langganan nyonya, Jadi, tidak mungkin basi atau berbau anyir.”
Ustadz Karnil hanya terdiam, matanya menerawang jauh. Beberapa kali terdengar helaan nafasnnya. Dan tak lama kemudian, terdengar suaranya: “Jadi, apa yang menyebabkan jadi begini?”
Mbok Nah langsung memegang tangan Ustadz Kamil sambil berkata: “Pak Ustadz, tiap maghrib, nyonya selalu pulang lewat pintu belakang. Seperti biasa, nyonya selalu mencicipi berbagai makanan dan minuman yang telah saya tata di meja makan. Nah… setelah itu, Semuanya menjadi basi…”
“Subahanallah…”, ujar Ustadz Kamil, “apa yang terjadi dengan Bu Mira?”
“Mbok Nah tidak tahu Pak Ustadz,” jawab wanita paruh baya itu dengan pandangan penuh harap.
“Baik… saya minta, jangan ceritakan hal ini kepada yang lain”, kata Ustadz Kamil.
Tak ada yang berkata-kata. Semuanya sambil menatap Pak Ujang, Pak Badrun seolah tenggelam datam lamunannya dan Pak Alam yang berdiri mengelilinginya, masing-masing. Mendadak, keheningan ketiganya langsung dipecahkan oleh gumaman Pak Alam. “Subhanallah… jangan-jangan, almarhumah…”
Langkah yang lain terhenti dan semuanya menatap wajah Pak Alam dalam-dalam. “Pelet darah perawan?” Tanya mereka hampir bersamaan.
“Ya… pelet darah perawan. Salah satu ilmu pelet yang sudah jarang diamalkan. Karena, begitu mati, jasad si pengamal akan selalu kembali ke rumahnya. Ia masih merasa seperti hidup. Jadi tak heran, berbagai benda yang disentuhnya akan menjadi bau anyir kalau menyentuh makanan, maka, makanan itu akan menjadi basi.”
“Bagaimana membuktikannya?” tanya Ustadz Kamil.
“Kita tidak bisa main tuduh seenaknya. Nanti bisa jadi fitnah,” sambungnya dengan hati-hati.
Pak Alam langsung minta izin untuk menyalakan rokok. Setelah beberapa kali menghisap rokoknya dalam-dalam, terdengar suaranya lirih: “Menurut yang saya dengar, taburkan tepung di balik pintu depan dan belakang rumah. Maka, bekas telapak kaki si mati, akan tampak dengan jelas. Jika tidak ada, artinya, itu bukan si mati. Tetapi ada makhluk tak kasat mata lain yang sengaja membuat teror di kampung kita.”
Semuanya saling tatap. Tak ada yang berani bicara, semua menunggu apa yang bakal diucapkan oleh Ustadz Kamil. “Baiklah kita coba. Tak ada salahnya kita mencoba apa yang dikatakan oleh Pak Alam”, demikian katanya.
“Baik…” jawab ketiganya serempak.
“Kapan kita lakukan?” Tanya Pak Alam harap-harap cemas.
“Baik, sekarang kita bicarakan di rumah saya,” kata Ustadz Kamil. Tanpa banyak tanya, mereka pun kembali berjalan menuju rumah Ustadz Kamil.
Singkat kata, setelah menghirup teh panas yang disajikan oleh istri sang ustadz, kembali terdengar suara Ustadz Kamil, “Pak Alam, tolong ceritakan apa yang Bapak ketahui tentang pelet darah perawan itu?”
Alam tersipu. Tak lama kemudian, terdengar katanya: “Saya sendiri hanya mendengar dari cerita teman yang kebetulan berasai dari pedalaman Kalimantan. Menurutnya, lelaki mana pun, akan tunduk dan bertekuk lutut, jika makanan atau minumannya dicampur dengan darah perawan yang bersangkutan, yang datang bulan tepat di malam Jumat purnama penuh”.
“Astagfirullah…” kata Ustadz Kamil diikuti oleh yang lainnya.
“Pantas, Pak Jhoni tampak tidak berkutik di depan Bu Mira,” desis Pak Ujang.
Pak Badrun dengan nada gemas berkata: “Aku kadang heran, Pak Jhoni yang tampan tampak begitu menyayangi dan amat takut kehilangan Bu Mira. Bahkan terkesan Pak Jhoni berada di bawah bayang-bayang istrinya.”
“Ssstt…” terdengar suara Ustadz Kamil sambil memasang telunjuk di depan mulutnya.
Semua tergugu. “Lalu, bagaimana cara untuk mengatasinya?” Tanya Ustadz Kamil lagi.
“Cara pertama, cari gurunya yang mewariskan ilmu tersebut kepada si mati. Sebab, selain menggunakan darah perawan, ada mantra-mantra kuno yang juga harus dibaca. Jika tidak, maka, kita harus mencari sendok nasi yang terbuat dari kayu, usahakan yang sudah lama, dan gunakan benda tersebut untuk menusuk bagian perut si mati,” jawab Pak Alam panjang lebar sambil tak henti-henti menghisap rokoknya.
Pak Alam tampak begitu tegang. Tak lama kemudian, terdengar lagi katanya, “Setelah tertusuk, maka, si mati akan kembali ke kuburnya. Begitu dia masuk ke kuburnya, maka, tancapkan sendok nasi tadi ke lubang tempat ia masuk. Setelah itu, biasanya, ia tidak mengganggu lagi.”
Kembali, keheningan menyungkupi ruang tamu rumah Ustadz Kamil. Semuanya hanya bisa saling tatap. Akhirnya, kesepakatan pun didapat. “Baik … besok, kita coba dulu menaburkan tepung di balik pintu rumah Bu Mira. Jika benar, maka, kita lanjutkan dengan menyempurnakan jasadnya”, kata Ustadz Kamil lirih.
“Tapi… siapa yang akan melakukannya?” Tanya ketiganya dengan wajah penuh ketakutan.
“Bapak-bapak harap tenang. Rahasiakan apa yang akan kita lakukan pada siapa pun. Besok, saya akan meminta Mbok Nah untuk mempersiapkan segala sesuatunya,” sahut Ustadz Kamil mantap.
Setelah itu, ketiganya pun kembali ke rumahnya masing-masing. Paginya, Ustadz Kamil segera meminta Mbok Nah untuk mempersiapkan tepung. Malamnya, usai tahlilan, seperti biasa, kembali para tamu terpaksa harus tersenyum kecut karena makanan yang mereka bawa dalam kotak, semuanya dalam keadaan basi. Tak ada yang berani berkata-kata. Mereka benar-benar dicekam oleh perasaan ketakutan yang teramat sangat.
Sebelum pulang, dengan ditemani Pak Ujang, Pak Badrun dan Pak Alam, Ustadz Kamil pun menebarkan tepung di balik pintu belakang dan pintu depan rumah Bu Mira sambil berpesan: Jangan sekali-kali ada yang melewati pintu ini.”
Mabok Nah hanya mengangguk tanda mengerti.
Esoknya, semua terkejut. Betapa tidak, di atas tebaran tepung, tampak sepasang jejak kaki. Dengan perasaan tak menentu, semua yang melihat hanya bisa saling tatap. Wajah mereka benar-benar tegang, maklum, belum ada seorang pun di antara mereka yang pernah melihat kejadian yang seperti ini.
Malamnya, bertepatan dengan malam kelima, kebetulan jatuh pada malam Jumat Kliwon purnama penuh. Suatu malam yang dianggap paling keramat ketimbang malam-malam yang lainnya. Kali ini, sejak sore, suasana kampung itu berubah menjadi tenang. Tak seperti biasanya, lapangan yang biasa dipakai untuk tempat berkumpul keluarga dan bermain anak-anak, tampak sepi. Bahkan, angin pun enggan bertiup.
Semua jamaah masjid An-Nur yang malam itu mendirikan shalat Maghrib berjamaah, merasakan perubahan itu. Semuanya hanya saling tatap dengan bisu.
Usai mendirikan salat dan membaca doa, Ustadz kamil pun segera berdiri sambil berkata: “Mari Kita ke rumah Bu Mira untuk melakukan tahlil bersama.”
Semua yang hadir hahya mengangguk lesu. Jujur, sebenarnya Kaki mereka berat untuk melangkah. Apalagi, bisik-bisik tentang kedatangan Bu Mira tiap doa Tahlil, semakin santer terdengar. Tetapi apa daya, mereka juga tak sampai hati ketika melihat Ustadz Kamil dengan langkah pasti berjalan menuju ke rumah Bu Mira.
Singkat kata, setelah meminta Pak Ujang untuk mewakilinya, Ustadz Kamil pun ke belakang sambil mendekati Mbok Nah. Melihat Ustadz Kamil, Mbok Nah sontak mengangsurkan tangannya sambil memberikan sendok nasi yang terbuat dari kayu. Setelah itu, Ustadz Kamil pun berdiri di balik pintu. Dan benar, tak lama kemudian, diiringi dengan kesiur angin yang membawa aroma wangi dan anyir yang menyatu, pintu rumah pun terbuka…
“Allahhu Akbar”, terdengar suara keras Ustadz Kamil sambil mengayunkan tangannya ke arah benda yang tiba-tiba masuk.
“Oh… Sakiiiitttt,” hanya itu yang terdengar. Tak lama kemudian, tampak tubuh berbalut kain kafan menggeliat dan berbalik menuju ke pemakaman kampung.
Seisi rumah langsung menghambur mengikuti Ustadz Kamil. Tepat di sebuah makam yang tanahnya masih merah, tubuh berbalut kafan itu langsung berubah menjadi asap dan masuk ke dalam lubang yang tak seberapa besar itu. Dengan sigap, sambil menyerukan Allahu Akbar sebanyak tiga kali, Ustadz Kamil pun menancapkan sendok nasi tadi ke lubang tersebut.
Tak lama kemudian, terdengar katanya, “Mudah-mudahan, upaya yang kita lakukan ini dapat membuat Bu Mira tenang. Saya harap, belajarlah dari peristiwa ini. Dan jangan jadikan peristiwa ini sebagai gunjingan.”
“Sekarang, marilah kita kembali untuk meneruskan doa Tahlil yang tertunda,” ajaknya kepada semua yang ada.
Eesoknya, kampung itu pun kembali tenang. Bu Mita telah menerima akibat dari pelet yang diamalkannya. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)