Kisah Kyai Pamungkas:
HAMPIR CELAKA KARENA SILUMAN BUAYA
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah dinasku di Muara Telang, batinku sudah merasa gundah gulana. Sebab di rumah dinas ini aku merasakan ada suara-suara aneh. Setiap kali aku pergi ke dapur, terdengar olehku suara buaya yang ngorok dengan kasar. Tapi begitu dicari-cari, suara itu membisu. Dan tidak pernah terlihat sosok binatang aligator itu olehku sedikitpun. Suamiku, Mas Kasman bahkan turun ke sungai di bawah dapur kami untuk mencari sumber suara itu, tapi sayang bintang berkulit tebal itu tak juga menampakkan diri.
BEBERAPA hari kemudian, dengan mata telanjang, aku melihat buaya yang sangat besar di bawah rumah panggungku. Buaya itu ku perkirakan sepanjang sepuluh meter dan berat satu ton lebih. Dengan teriakan Sekerasnya aku memangil Mas Kasman. Suamiku itu langsung datang dan dia juga tersentak melihat buaya yang begitu besar. “Husss, pergi kau dari situ, atau kau akan aku tembak!” bentak suamiku, kepada buaya itu.
“Mas kok ngomong begitu? Bahaya mas, Ini bukan buaya biasa, tapi buaya jadi-jadian,” katanya. “Lihatlah, panjang dan berat tubuhnya, begitu panjang dan besar. Mana ada buaya biasa sebesar itu,” teriakku, yang dibalas anggukan kepala Mas Kasman.
Anehnya, setelah dibentak suamiku, buaya itu lalu menceburkan diri ke dalam sungai. Sungai besar Sungai Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Sungai Muara Telang adalah anak sungai yang mengalir ke Kota Palembang, anak-anak dari Sungai Musi yang panjang.
“Memang mama benar, buaya itu bukanlah buaya biasa, tapi buaya jejadian yang punya maksud tertentu maujud di dekat rumah kita, ma,” sorong suamiku. Aku lalu menghitung, mengira-ngira, apa sebenarnya maksud dari penampakan buaya Siluman itu. Lalu setelah itu, setelah tidak dapat terpecahkan oleh pemikiran kami, kamu pun berinisiatif untuk pergi ke Pemulutan, Ogan Ilir, menemui ahli buaya jejadian di sana.
Keesokan harinya, kami pergi ke Pemulutan. Di daerah kecamatan dekat Kota Palembang ini, banyak sekali pawang buaya. Di kampung ini banyak ahli supranatural khusus untuk buaya siuman ini. Maka itu, pada setiap tahun, setiap Festival Bidar, perahu panjang yang dikayuh oleh 30 orang dari Pemulutan itu, selalu menang Bidar-bidar dari Pemulutan selalu menjadi yang terdepan di ajang lomba. Mereka selalu menjadi juara satu karena bidar mereka, diketahui menggunakan jasa gaib buaya jejadian selama dikayuh oleh tangan manusia, bidar dari Pemujutan didorong oleh buaya kepala putih. Buaya siluman itulah yang membuat bidar Pemulutan larinya cepat dan mengungguli bidar-bidar lain.
Kami direkomendasi oleh seorang staf kecamatan Muara Telang untuk menemui Haji Nasir. Haji Nasir adalah pawang buaya paling senior dari segi umur. Haji Nasir sudah berusia 78 tahun dan pewaris tunggal ilmu buaya dari kakeknya yang sakti mandraguna, Haji Toyib Abdulkarim. Seperti Nabi Sulaiman yang biasa Dicara dengan unggas, Haji Totib Abdulkanm biasa berbicara secara aktif dengan buaya-buaya. Baik itu buaya sungguhan maupun buaya siluman.
Untuk menemui Haji Nasir ternyata tidak mudah. Haji Nasir sangat tertutup dan misterius. Bahkan banyak warga setempat yang berani bertaruh kepada kami. Mereka mengatakan, bahwa kami orang hebat bila dapat bertemu dengan Haji Nasir. Kabarnya, ayah dan 30 orang anak dari empat istri itu adalah manusia setengah siluman juga. Dia ada di rumah tapi tidak dapat dilihat oleh siapapun, kecuali oleh istri dan anak-anaknya. Sosok dirinya ada di manapun, tapi udak ada orang yang dapat melihatnya.
“Haji Nasir itu punya ilmu hatimunan, bisa menghilangkan dirinya dan bisa pula masuk ke dalam pohon,” ungkap Parman Solihin, 45, pegawat kecamatan Muara Telang, seorang yang bersala dari Pamulutan dan masih berhubungan darah dengan Haji Nasir.
Syukur Alhamdulillah, kami tidak kesulitan menemukan Haji Nasir.
Begitu kami memasuki rumahnya dan mengucapkan salam, langsung dijawab oleh seesorang lelaki tua. Lelaki yang menyambut kami tersebut ternyata langsung Haji Nasir. Kakek dari 60 orang cucu itu berambut panjang, jenggot panjang dan tubuhnya sangat kurus dan sudah setengah bongkok.
Dengan mata yang tajam menyala-nyala, Haji Nasir menatap mata kami. “Ada apa ke rumah saya?” tanyanya, tanpa mempersilakan kami duduk. Duduk di bangku rotan dan bangku bambu yang nampaknya dibuat olehnya sendiri. Sebelum mengungkap maksud kedatangan kami, Mas Kasman bertanya. “Boleh kami duduk Pak Haji?” tanya suami ku. Pak Haji diam saja, tidak menjawab boleh dan tidak juga menjawab tidak.
Karena kami tidak dipersilakan duduk, maka kami berdiri saja di depan Haji Nasir. Suamiku lalu menyebut maksud kedatangan kami walau sambil berdiri, yaitu menceritakan ada buaya yang sangat besar mendekati rumah panggung kami dan nampaknya punya maksud tertentu. “Kok kamu tahu kalau buaya itu punya maksud tertentu? Buaya ya buaya, dia lagi mencari makan karena kelaparan,” tegas Haji Nasir.
“Tapi buaya itu besar dan panjang Pak Haji, rasanya tidak ada buaya sepanjang dan sebesar itu. Beratnya mungkin lebih dari satu ton!” pancing Mas Kasman. “Tahu dari mana kamu kalau buaya itu beratnya lebih dari satu ton? Apa kamu sudah menimbangnya?” tekan Haji Nasir.
“Kira-kira Pak Haji, kami hanya mengira-ngira, taksiran kami buaya itu beratnya segitu karena besar dan panjang!” Jawab Mas Kasman. “Walau buaya itu bertubuh panjang dan besar, beratnya hanya 10 kilogram, percaya tidak?” terang Haji Nasir. “Oh Iya, Pak Haji? Beratnya hanya sepuluh kilogram?” tukas Mas Kasman.
“Buaya itu bernama Si Godek, dia bermukim di ujung Sungai Musi, tepatnya di dekat Selat Bangka” tukas Pak Haji Nasir. “Jadi dia tidak ada maksud apa-apa mendatangi rumah kami, Pak Haji?” Tanya suamiku lagi. “Ada anakmu yang bernama Herman kan? Ada tanda merah di telapak tangan Herman itu sebelah kanan. Tanda merah itu mengikuti urat sepanjang dua sentimeter, betul kan?” tanya Hay Nasir Kami langsung mengangguk karena semuanya benar. Anak bungsu kami bernama Herman dan Herman mempunyai tanda merah di telapak tangan kanannya. Tanda itu memanjang sepanjang dua sentimeter, warna merah ke kuning-kuningan.
“Tahu kalian apa arti tanda merah itu?” tanya Haji Nasir lagi. “Tidak tahu, Pak Haji,” jawab kami, berbarengan. Haji Nasir menerangkan pada karni dan keterangannya itu mengecutkan nyali kami. Ternyata, tanda merah yang ada di telapak tangan kanan Herman adalah sebagai “panci”. Panci itu artinya pertanda, tanda-tanda untuk dimakan buaya. “Buaya yang datang itu adalah buaya yang kelaparan, yang akan memakan anak kalian!” ungkap Haji Nasir, datar.
“Oh Tuhan!” pekikku. Bayangan ku jauh kepada Herman yang saat itu kami tinggal bersama abangnya di rumah kami di Muara Telang. Di rumah kami saat itu, semuanya anak-anak dan tidak ada satupun orang tua yang mengawasi. Sumarni, tanteku, sedang pulang ke Tebing Gerinting untuk satu urusan. Biasanya Sumarni selalu bersama anak-anak kami dan dia yang menjaga anak-anak. Saat kami pergi ke Pemulutan, Herman sedang demam panas sedikit. Tapi kami sudah bawa ke dokter Puskesmas dan sudah meminum obat.
“Pak Haji, tolonglah kami, Pak Haji, selamatkan anak kami dari buaya jejadian itu. Pak Haji!” pinta ku, menghiba kepadanya. Dengan santai, Haji Nasir menjawab. “Memangnya saya ini Tuhan, yang bisa menyelamatkan orang dari bahaya?” celetuk Haji Nasir, santai. “Kalian minta kepada Allah, jangan minta kepada saya. Sekarang pulangiah kalian ke rumah, anak kalian itu dalam bahaya besar. Buaya itu sudah mendekati rumah kalian lagi dan Herman sedang terancam. Bawa daun kelor ini dan poleskan di telapak tangan kanan anak kalian itu. Cepat, pulanglah sekarang.” perintah Haji Nasir, sambil memberikan lima lembar daun kelor dan diambil oleh suamiku.
Karena terbiasa mernberi uang penajam kepada paranormal, Mas Kasmas memberikan amplop berisi uang Rp 2 juta untuk Haji Nasir. “Saya tahu nilai amplop uang ini Rp 2 juta rupiah. Saya sudah banyak uang dan tidak membutuhkan uang ini. Yang butuh uang banyak adalah Panti Yatim yang ada di Muara Telang dan berikan uang ini kepada mereka. Mereka sangat membutuhkan uang dan jika perlu kalian tambah lagi jumlahnya, faham?” ungkap Haji Nasir. Kami mengangguk dan berjanji untuk memberikan uang itu kepada Panti Yatim yang ada di Muara Telang, Panti Yatim Al Basyir.
Mendengar anak kami, Herman terancam, kami segera pulang ke Muara Telang. Untuk mempecepat perjalanan, kami menyewa Speedboat khusus Yanmar Ecpodic bertenaga 200 PK dari Pemulutan menuju Muara Telang. Kami melintas Sungai Musi dengan kecepatan tinggi dan dalam keadaan panik. Kami panik bercamur cemas memikitkan keselamatan Herman dari buaya siuman yang sudan mengintip lama untuk memakan anak kami Itu. Pemilik speedboat mengerti hal itu dan dia memacu habis kecepatan sehingga Sungai Musi kami jalani sepert terbang.
Sesampainya di sungai di dekat rumah, kami berdua buru-buru naik ke darat dan memasuki rumah. “Duh Gusti, buaya besar itu ternyata sudah berada di halaman rumah kami dan telah berhasil melewati pagar. Kami berteriak mengusir buaya itu dengan terus menyebut takbir dan syahadat. Dengan daun kelor pemberian Haji Nasir, kami melemparkan satu lembar ke arah buaya besar itu Sungguh sakti mandraguna daun pemberian Haji Nasir itu, Si Buaya langsung raib saat daun kelor kecil itu dilemparkan ke tubuh Sang eligator. Dalam hitungan detik, buaya itu raib dengan meninggalkan sisa-sia air yang begelembung di halaman rumah kamu.
Kami langsung masuk memanggil namanama anak-anak kami. Alhamdulillah mereka menjawab dan aku melihat Herman sedang tertidur pulas karena masih demam. Hati kami lega benar dan kami bersujud syukur setelah mengetahui anak-anak kami semuanya dalam keadaan baik-baik. Dalam keadaan Herman teridur, aku dan Mas Kasman memoleskan daun kelor di telapak tangan kanan Herman. Herman terbangun dan dia lalu memetuk kami berdua. Ajaibnya, setelah daun itu dioleskan, tanda merah di telapak tangan kanan Herman itu langsung hilang. Bahkan tidak meninggalakan sedikitpun bekas di urat telapak tangan kanannya.
“Insya Allah Herman sudah tidak diincar oleh buaya siluman itu lagi!” desis Mas Kasman, sambil mengucap puji syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Haji Nasir.
Keesokan harinya, kami langsung mendatangi Panti Yatim dan menyerahkan bantuan sebesar Rp 10 juta untuk yayasan itu. Pengasuh panti dengan sangat senang hati menerima bantuan itu dan kami menyebut bahwa Rp 2 juta dari nilai sepuluh juta itu adalah bantuan Haji Nasir, pawang buaya dari Pemulutan, Ogan ilir.
Sungguh suatu keajaiban datang lagi. Pemilik panti, Ibu Norma Yunita, 56 tahun, ternyata mendapatkan impian aneh tadi malam. Mimpinya itu diceritakan semuanya kepada kami. Nurma Yunita bermimpi tentang lelaki berjenggot putih, tubuh bongkok dan rambut panjang bernama Haji Nasir yang berumur 70-an tahun. Haji Nasir, dalam mimpinya itu, menyebut bahwa akan datang bantuan Rp 10 juta dari seseorang warga Muara Telang juga dan uang itu sebagian kecil harus diritual sedekah bumi di Sungai Telang Dibuatkan satu paket makanan hasil bumi seperti nasi, uts, singkong, kacang dan kentang. Sedang nasi yang disajikan adalah nasi merah, dari beras merah yang dijadikan gunungan yang dikelilingi cabe, bawang goreng dan bawang putih. Setelah jadi, gunungan itu dimakan beramai-ramai oleh anak yatim, lalu dilarung ke Selat Bangka.
“Mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan dan nilai uangnya juga persis sekali, Rp 10 juta. Maaf, satu juta nya akan dibuatkan tumpengan dan akan kami larung di Selat Bangka,” ungkap Nurma Yunita kepada kami. Nurma Yurita juga, di dalam mimpinya itu, bersama kami dan anak kami Herman dalam upacara larungan tersebut.
Karena hal ini sebagai perintah gaib, kami pun benar-benar ikut di dalam larungan itu. Kami bersama-sama naik kapai tongkang ke Selat Bangka dan melarung tumpengan itu ke laut. Saat larungan dilakukan, sesekor buaya besar menampakkan diri di permukaan laut dan beranjak menuju ke tengah samudera. Buaya itu nampak pergi meninggalkan Sungai Musi dan masuk ke dunia lain, ke laut Selat Bangka dan tidak akan lagi menganggu anak kami. Alhamdulillah, hingga sekarang, ujung tahun ini, Herman anak kami selamat dan baik-baik saja. Anak bungsuku itu sudah duduk di bangku SD kelas lima dan berumur 10 tahun. Sedangkan saat memiliki tanda merah di telapak tangan itu, dia masih berusia 4 tahun dan belum bersekolah. Haji Nasir, beberapa kali kami datangi untuk bersilaturrahim, tapi dia tidak pernah dapat ditemui. Kami mendengar suaranya ada di dalam rumah, rapi sosoknya tidak pernah dapat kami lihat lagi. Hingga akhir tahun Ini, kami tidak pernah dapat menjumpai lagi Haji Nasir yang sakti. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)