Kisah Kyai Pamungkas:
MISTIS DI GUNUNG JAWA BARAT DAN JAWA TENGAH
Tidak ada satupun ilmuwan maupun ahli supranatural yang meragukan jika dahulu kala hampir seluruh daratan Asia Tenggara hingga India menyatu. Daratan yang sangat luas ini dikenal dengan nama Tatar Pasundan (Sunda Land). Ada juga yang menyebutkan Lemuria yang kemudian diasosiasikan sebagai nusantara. Di Tatar Pasundan ini pula, banyak pakar, termasuk Profesor Arysio Nunes Santos – fisikawan nuklir dari Brasil, meyakini pernah berdiri Kerajaan Atlantis yang tersohor itu.
BERBAGAI BUKTI keberadaan Kerajaan Atlants yang memiliki peradaban sangat tinggi itu, terus bermunculan dari Sumatera hingga tanah Pasundan (Jawa Barat). Sebab jika benar kerajaan yang pertama kali diungkapkan oleh Plato, filsuf Yunani, tersebut ada di Indonesia kini, tentu meninggalkan jejak berupa artefak atau bahkan mungkin bangunan besar seperti piramida sebagai makam atau candi sebagai tempat pemujaan terhadap para dewa.
Dengan dasar itu, maka pemaparan Agung Bimo Sutedjo dari Yayasan Turangga Seta bahwa di dalam perut Gunung Lalakon di Bandung Jawa Barat, ada semacam piramida yang tidak kalah besar dibanding piramida Giza – piramida tertua dan terbesar di Mesir, menjadi sangat menarik. Bahkan Gunung-Gunung Saduhurip di Kabupaten Garut, tidak jauh dari Bandung juga diklaim ‘menyimpan’ piramida.
Ketika tim penulis mencoba menggali lebih dalam mengenai informasi tersebut, diperoleh kenyataan yang lebih fenomenal. Ternyata hampir semua gunung yang ada di Bandung dan sekitarnya berbentuk piramida. Mungkinkah di dalam gunung-gunung tersebut juga terdapat piramida? Jika benar maka Bandung akan mendapat julukan baru sebagai Kota Piramida!
Aki Gondrong Safaat termasuk salah seorang paranormal yang membenarkan adanya piramida dalam perut gunung-gunung di tanah Pasundan, termasuk Gunung Lalakon dan Sadahurip. Melalui laku ritual yang dijalaninya, Aki Gondrong memastikan adanya bangunan besar berbentuk mirip piramida yang merupakan makam para raja-raja jaman dahulu.
“Bentuknya sangat besar dan megah. Tapi itu makam, bukan Istana,” tegas Aki Gondrong kepada Tim penulis ketika berkunjung ke padepokannya di Bandung.
Berikut penuturan lengkap Aki Gondrong yang dirangkum oleh Tim penulis:
Apakah Aki pernah mendengar adanya piramida dalam Gunung Lalakon?
Wah, sudah lama saya tahu itu. Sejak saya mendalami ilmu olah kebatinan, saya bisa mengetahui adanya bangunan kuno yang sangat besar tapi masih tertimbun tanah. Para ali supranatural lainnya juga sebenarnya Sudah mengetahui karena bangunan semacam Itu dihuni makhluk gaib yang memiliki getaran magis yang dapat ditangkap oleh mereka yang memiliki imu.
Bangunan seperti apa yang terdapat di sana?
Bentuknya segitiga, seperti piramida di Mesir. Tapi Itu bukan istana. Itu makam.
Makam siapa?
Macam-macam. Kalau yang di Gunung Lalakon makamnya Syekh Darma Wawayangan.
Siapa dia Ki?
Orang sakti yang bertapa di tempat itu sampai kemudian meninggal dunia. Dia hidup ribuan tahun lalu, ketika daratan Pasudan masih menyatu dengan daratan Kalimantan dan Sumatera. Dari penglihatan mata batin saya, Syekh Darma Wawayangan memiliki kesaktian di atas rata-rata. Dia sebenarnya penasehat spiritual raja yang kemudian mengasingkan diri sebelum kemudian meninggal dunia, kembali kepada Sang Pencipta.
Oleh para pengikutnya, di atas makam beliau kemudian dibuat bangunan besar berbentuk segitiga seperti piramida di Mesir, sebapai bentuk penghormatan. Lama-kelamaan bangunan itu tertimbun tanah, terutama ketika terjadi letusan gunung berapi. Bangunan itu kemudian benar-benar tertimbun tanah setelah sejumlah gunung berapi meletus secara bersamaan. Letusan gunung ini juga yang kemudian memisahkan daratan Pasundan dengan daratan Kalimantan dan Sumatera.
Kalau bangunan di Gunung Lalakon merupakan makam Syekh Darma Wawayangan, lalu bagaimana dengan piramida yang berada di Gunung Sadahurip?
Itu makam raja Pasundan jaman dulu, jauh sebelum Kerajaan Pajajaran berdiri. Bukan hanya di Gunung Sadahurip, tapi juga gununggunung lain. Secara mata telanjang sebenarnya bisa diketahui apakah perut gunung itu bensi bangunan atau tidak. Harus dipahami, orang jaman dulu menganggap gunung sebagai tempat tinggal para dewa sehingga makam raja-raja jaman dulu juga berbentuk segitiga yang kemudian kita kenal dengan istilah piramida.
Tetapi hanya kalangan raja dan bangsawan saja yang dimakamkan di dalam bangunan segitiga tersebut. Rakyat biasa tentu saja tidak mampu membuat makam seperti itu. Karena yang dimakamkan raja, maka di dalam piramida Itu pasti banyak benda-benda keramat, bukan hanya harta kekayaannya saja. Tidak heran jika bangunan piramida yang ada di tanah Pasundan umumnya tidak diketahui karena sengaja ditutupi oleh para penjaganya yang berbentuk makhluk gaib.
Jadi, maksud Aki di Bandung sebenarnya banyak terdapat piramida?
Betul, saya tidak meragukan itu. Semua gunung yang ada di Tatar Pasundan termasuk yang ada di Ciamis, Sukabumi sampai Banten, pasti ada bangunan segitiganya. Tapi yang paling banyak memang di sekitar Bandung karena dahulu pusat kerajaannya ada di Sekitar Bandung.
Pusat Kerajaan Atlantis?
(Aki Gondrong tertawa agak lama) Saya tidak berbicara Kerajaan Atlantis. Itu nama yang diberikan oleh orang bule (Barat) saja. Nama kerajaannya ya Pasundan, bukan Atlantis, sehingga daerahnya disebut tanah Pasundan atau Sunda seperti sekarang ini. Kalau Atlantis pasti namanya tanah Atlantis, bukan Sunda.
Jadi Kerajaan Pasundan itu sama dengan Kerajaan Atlantis?
Mungkin saja. Saya tidak tahu. Saya dan teman-teman sesama paranormal tahunya hanya Pasundan, kerajaan besar yang dulu pernah ada di Tatar Pasundan. Rakyat di Kerajaan Pasundan sangat makmur. Mereka pintar-pintar. Orang bule kan biasa menyebut nama benda atau tempat yang berbeda dengan sebutan kita. Contohnya Mesir yang mereka sebut dengan nama Egypt.
Apakah Aki pernah berkomunikasi dengan makhluk gaib penunggu piramida itu?
Mereka itu nenek moyang saya, jadi sudah pasti saya pernah berkomunikasi untuk meminta ijin dan restunya.
Jadi informasi adanya bangunan segitiga itu dari hasil komunikasi dengan mereka?
Betul. Dari mereka saya mendapat infonmasi dahulu ada kerajaan besar di tanah Pasundan. Dari mereka juga saya tahu bentuk bangunan yang sebenarnya.
Jika suatu saat Aki diminta oleh pemerintah untuk menunjukkan lokasi piramida itu bagaimana?
Saya siap. Tapi saya minta syarat.
Apa syaratnya, Ki?
Apa yang akan saya lakukan tentu berkaitan dengan ritual gaib. Jadi jangan dicampur adukkan dengan kepentingan politik tertentu.
…
GUNUNG lawu, gunung yang terletak di perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah Ini banyak sekali menyimpan misteri gaib. Selain puncak gunung yang selama ini dijadikan tempat pendakian, puncak gunung Lawu juga sering dijadikan untuk ritual spiritual.
Selain ritual ziarah dan sesaji, di lereng maupun puncak gunung juga sering dijadikan tempat untuk semedi oleh para ahli spiritual. Menurut kepercayaan masyarakat di sekitar lereng gunung Lawu, tempat itu dahulu kala menjadi daerah muksanya prabu Brawijaya V bersama para pengikutnya semasa dalam pelarian.
Terlihat banyaknya peninggalan sisa-sisa kerajaan, semasa kejayaan kerajaan Majapahit pada jaman itu. Di antara semua peninggalan sejarah itu, tepat di lereng gunung sebelah barat di antara lembah puncak gunung terdapat sisa-sisa peninggalan Majapahit berupa gamelan yang terbut dari batu.
Dusun Watu Bonang dahulu bernama dusun Telogo Racah, di dusun inilah seperangkat Gamelan Jawa yang terbuat dari pahatan batu di temukan.
Watu Bonang yang berarti Watu atau Batu, sedangkan Bonang adalah nama perangkat gamelan Jawa, atau apabila diartikan menjadi Batu Gamelan.
Dusun yang terletak di kalurahan Mberjo kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar ini berjarak empat jam perjalanan dari puncak gunung Lawu menuruni lereng gunung di jalur setapak sebelah barat.
Menurut keterangan sesepuh dusun Watu Bonang, Karto Sukaryo (90th ) pada jaman dulu desa tersebut merupakan hutan lebat belantara yang gelap gulita karena terlalu lebatnya pohon dan tumbuhan yang memenuhi hutan-hutan di lereng gunung Lawu itu.
Di dalam hutan belantara tersebut hanya dihuni hewan buas Harimau, demit maupun jin-jin dan mahluk halus jahat lainya. Pada masa itu tidak ada hewan piaraan maupun manusia yang berani menginjakan kakinya memasuki hutan lebat tersebut, konon siapapun yang memasuki hutan tersebut tidak akan pernah bisa kembali lagi.
”Jaima moro, jalmo mati (mahkluk masuk, mahkluk mati)” cerita mbah Karto.
Eyang Wirokarso lah satu satu manusia yang berani menginjakan kakinya memasuki hutan Telogo Racah tersebut, eyang Wirokarso merupakan eyang buyut mbah Karto Sukarya, orang yang pertama kali sebagai pendiri dusun Watu Bonang.
Eyang Wirokarso semasa itu adalah pengikut setia Prabu barawijaya V yang ikut dalam pelarian ke arah gunung Lawu, di daerah itulah semua pengikut sang Prabu Brawijaya akhirnya memilih sendiri daerah-daerah yang akan dijadikan sebuah dusun atau perkampungan yangbkelak akan menjadi tempat bagi anak cucu keturunanya.
Pertama kali memasuki hutan Telogo Racah (babat alas), Eyang Wirokarso harus bertarung dengan sang penunggu hutan Telogo Racah yaitu Harimau jejaden (jadi-jadian). Namun harimau jadi-jadian tersebut berhasil dikalahkan oleh Eyang Wirokarso.
Setelah berhasil mengalahkan harimau penunggu hutan Telogo Racah tersebut, Eyang Wirokarso mulai membabat pohon-pohon maupun lebatnya ilalang yang memenuhi hutan Telogo Racah, pada saat itulah Eyang Wirokarso menemukan beberapa Gamelan Jawa yang terbuat dari batu.
Namun hanya beberapa buah gamelan saja yang di temukan Eyang Wirokarso pada saat itu, tetapi beliau merasa yakin bahwa gamelan-gemelan tersebut pastinya akan genap untuk menjadi sepangkon (seperangkat) alat gamelan yang terbuat dari batu.
Rupanya benar adanya, Eyang Wirokarso pada akhirnya menemukan semua perangkat Gamelan Jawa, yang kesemuanya terbuat dari batu gunung. Setelah beliau membabat sebagian alas Telogo Racan tersebut.
Gamelan-gamelan Jawa yang kesemuanya terbuat dari batu itu oleh Eyang Wirokarso ditumpuk dijadikan satu di daerah itu yang kelak daerah tersebut nantinya akan menjadi sebuah desa yaitu dusun Watu Bonang.
Dusun watu bonang letaknya bersebelahan dengan Telago Mardigdo, telaga yang konon dijadikan tempat rebutan cupu manuk astagina antara Sugriwo dan Subali, dua orang pangeran tampan yang memperebutkan seorang putri dan pada akhirnya berubah menjadi kera setelah keduanya menceburkan diri ke dalam air telaga.
Telaga tersebut berada di atas dusun Watu Bonang, dusun yang dikelilingi hutan pinus dan berada di lembah diantara bukit-bukit Gunung Lawu yang hijau.
Oleh masyarakat di sekitar Watu Bonang, sepangkon gamelan tersebut dibuatkan cungkup (rumah kecil) untuk memayungi peninggalan sesepuh desa mereka pada jaman dulu, mereka juga mempercayai bahwa Watu Bonang merupakan punden bagi masyarakat desa setempat.
“Tiap malam Jumat Kliwon, gamelan-gamelan tersebut pada malam hari sering berbunyi sendiri seakan akan ditabuh berirama nampak terdengar dari kejahuan, tapi kalau didekati tidak terdengar bunyi suara gamelan tersebut.”
Ujar mbah Karto Sukaryo, kakek tua yang masih terlihat sehat dan kuat meski usianya hampir seabad.
“Tapi sekarang jarang bunyi seperti dulu lagi , semenjak beberapa gamelan itu raib dari tempatnya di curi oleh orang ” imbuhnya.
Masyarakat desa setempat selalu memberikan sesaji pada hari-hari tertentu, mereka yakin bahwa hal ini akan mendatangkan berkah pada pertanian mereka yang mayoritas masyarakatnya di dusun Watu Bonang adalah petani.
Bahkan kepercayaan itu sampai sekarang masih di pegang teguh oleh masyarakat dusun Watu Bonang sebagai bentuk penghormatan masyarakat adat terhadap para leluhur-leluhurnya.
Menurut masyarakat yang bermukim di dusun Watu Bonang dan sekitarnya, mereka juga percaya apabila terjadi sesuatu musibah di gunung lawu masyarakat dusun Watu Bonang akan mendapatkan peringatan, yaitu hujan lebat yang tidak akan pernah berhenti.
Setiap ada kejadian musibah hilangnya para pendaki maupun orang-orang yang melakukan ritual di puncak Lawu, dusun Watu Bonang dan dusun-dusun di sekitarnya akan selalu di guyur, hujan lebat terus menerus dan tak akan pernah berhenti sampai di temukannya orang yang hilang tersebut.
Pernah pada tahun 1990an ada sekelompok pendaki yang berasal dari suatu sekolahan di kota Solo yang tersesat hilang di puncak gunung Lawu, saat itu dusun Watu Bonang Ca guyur hujan lebat terus menerus tak henti hentinya selama tiga hari sehingga masyarakat dusun Watu Bonang mulai resah.
Sebab tanaman yang akan mereka panen akan rusak semuannya apabila hujan tidak akan reda, lalu masyarakat yang bermukim di dusun Watu Bonang dan sekitarnya beramai-ramai mendaki ke arah puncak gunung untuk mencari para pendaki yang tersesat hilang tersebut.
Pada saat itu ditemukan lebih dari empat orang yang telah tewas di lembah puncak Lawu karena tersesat keluar dari jalur pendakian, mereka kedinginan hingga menyebabkan beberapa pendaki tewas.
Pertanda alam itu sampai saat ini masih selalu lekat dalam adat tradisi masyarakat di dusun Watu Bonang dan sekitarnya , apabila telah terjadi suatu musibah di puncak Lawu kalau hujan yang melanda desa mereka sudah tidak pada lazimnya. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)