Kisah Kyai Pamungkas:
PERSEMBAHAN RAMBUT PERAWAN

MERASA TERUSIK OLEH KEGIATAN PROYEK NORMALISASI SALURAN AIR, MAKA, MAKHLUK HALUS PUN JADI MARAH BESAR. ALAT BERAT TAK DAPAT DIOPERASIKAN. SEMUA MESIN, NGADAT. TAK HANYA ITU, ANAK KEPALA DUSUN SETEMPAT DIRASUKI OLEH MAKHLUK HALUS TERSEBUT. DAN SEHELAI RAMBUT PERAWAN PUN HARUS DIPENUHI SEBAGAI SYARATNYA. BAGAIMANA KISAH LENGKAPNYA…

 

KISAH INI benar-benar terjadi di desa Sepinggan, Kecamatan Semparok, Kabupaten Sambas, Kalimatan Barat. Karena keanehannya, maka, tak berlebihan jika peristiwa ini sempat menghebohkan seisi perkampungan bahkan warga di luar daerah setempat. Rangkaian kisah berselimut gaib ini dituturkan langsung oleh Suwondo, yang kebetulan menjadi salah seorang saksi mata. Ketika peristiwa itu berlangsung, kebetulan, pria 33 tahun ini bekerja sebagai tenaga operator excapator yang terlibat langsung di lokasi kejadian. Seperti inilah kisahnya…

 

Awal Oktober 2007, pukul 00.30 WIB, di dalam sebuah kamar yang memiliki luas kurang lebih 3 x 4 meter, Suwondo belum dapat memejamkan matanya. Di atas tempat tidurnya dia merasa begitu gelisah. Sebentar membalikan tubuhnya ke kanan, sebentar ke kiri. Dia sendiri tidak tahu mengapa kegelisahan itu tiba-tiba datang, padahal, ketika itu, tidak ada masalah berarti yang sedang bersarang di benaknya, Namun, entah mengapa rasa kantuk yang biasanya datang lebih awal, tak juga menyerang kedua pelupuk matanya. Padahal, Wondo termasuk orang yang mudah sekali terlelap, setiap di manapun merebahkan tubuhnya, dalam hitungan detik, dirinya langsung dapat tidur dengan pulasnya. Tak heran, bila kawan-kawannya menjulukinya “Ular Sawah”, begitulah dia. Tak pernah marah ataupun dendam. Karena dia sendiri menyadari memang seperti itulah keadaannya. Maklum, pekerjaannya relatif menguras tenaga dan konsentrasi.

 

Ketika kegelisahan semakin mencekam, handphone yang sedari tadi tergeletak di atas meja di samping pembaringannya pun berdering. Karena malam yang senyap, bunyi alat komunikasi ini memecahkan keheningan. Wondo pun segera bangkit dan menerima panggilan tersebut.

 

Ternyata, yang menelepon, adalah Pak Iwan Dia tak lain adalah manajer di perusahaan penyewaan alat berat tempat Wondo bekerja selama ini. Pak Iwan menginformasikan, bahwa perusahaan baru saja mendapat tender. Salah satu alat berat akan dikontrak untuk mengerjakan proyek normalisasi saluran air selama tiga bulan. Proyek ini berada di luar kota, dan Wondo diperintahkan untuk mengoperasikan alat berat tersebut.

 

“Kapan kira-kira saya dapat memulai pekerjaan itu, Pak Iwan?” Tanya Wondo.

 

“Besok siang kamu sudah harus berangkat. Jadi saya harap, persiapan dimulai pagi-pagi sekali. Biar sampai di lokasi tepat waktu,” jelas Pak Iwan.

 

Anehnya, setelah mendapatkan berita itu, Wondo semakin tak dapat memejamkan kedua matanya. Maklum saja, dirinya harus memutar otak, merancang strategi dan menetapkan target agar pekerjaan tersebut dapat selesai lebih cepat dari waktu yang direncanakan tadi sehingga dia bisa mendapatkan kelebihan uang yang besar.

 

Esok harinya, seusia sholat Subuh, Wondo pun bergegas berangkat ke sana, perusahaannya. Dia segera menyelesaikan buat segala sesuatunya, termasuk harus membuat surat jalan terlebih dahulu, melanjutkan mengecek kondisi alat yang akan dibawa nantinya. Mengingat pekerjaan itu akan cukup waktu lama, belum lagi mede ngajak Toni. berat, Wondo pun berisi ng memang selalu Dia adalah seorang yang setia menemaninya setiap di luar kota.

 

Bak seorang raja, Wondo dan Toni disambut kepala desa beserta warganya. Sejenak mereka pun melakukan ramah tamah dan setelah itu melanjutkannya menuju ke rumah mantan kepala dusun. Sebut saja namanya Pak Rodes, tempat di mana mereka bakal menginap nantinya.

 

Hari itu, Wondo tak langsung bekerja, melainkan survey lapangan terlebih dahulu guna memastikan lokasi mana saja yang akan dikerjakan agar tak terjadi kesalahan teknis saat mengerjakannya. Setelah puas berkeliling, dia pun kembali ke rumah Pak Rodes untuk beristirahat.

 

“Gimana hasil surveinya, Mas?”Tanya Toni.

 

“Lumayan jauh, Ton. Ada sekitar tiga dusun yang masuk dalam surat perintah kerja. Kita berdoa saja, mudah-mudahan tak terjadi hujan,” jelas Wondo.

 

“Kalau begitu, kapan kita mulai bekerja?”

 

“Besok pagi kita mulai bekerja. Oya, jangan lupa tugas kamu. Sebentar lagi panasin mesin sekalian cek kembali persediaan bahan bakar,” perintah Wondo.

 

“Okey, Bos!” Toni memberi hormat dengan gerakan penuh canda.

 

Malam harinya, Wondo menemui Pak Rodes dan berbincang-bincang santai dengannya.

 

“Ya… beginilah keadaan kampung di sini, Pak Wondo. Susah untuk mendapatkan hiburan. Bakda Isya saja sudah mulai sepi, tidak seperti di Pontianak,” terang lelaki tua itu.

 

Wondo hanya tersenyum simpul mendengar penuturannya. Karena saat itu, konsentrasinya memang lebih terfokus pada seorang wanita yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu sambil membawa nampan dengan tiga gelas kopi dan sepiring singkong rebus di atasnya.

 

“Kopinya, Bang.” Wanita itu menawarkan.

 

“Ini siapa ya? Kok baru lihat?” Tanya Wondo kepada Pak Rodes.

 

“Ooo… ini anak bungsu saya, Nak Wondo. Namanya Arni dan dia sudah menikah. Saya sengaja menyuruhnya menginap di sini untuk membantu ibunya menyiapkan makanan dan keperluan selama Nak Wondo di rumah ini,” jelasnya.

 

Wondo menelan air liurnya yang terasa getir. Dia tak menyangka gadis muda itu telah bersuami. Padahal, semula dia menduga Arni masih perawan ting-ting, dan dia bisa memanfaatkannya untuk sekadar teman ngobrol pengisi waktu luang.

 

Setelah Arni masuk ke ruang dalam, mereka pun kembali melanjutkan obrolan yang sempat terputus tadi. Kali ini giliran Wondo pula yang bercerita tentang pengalamannya. Mulai bagaimana situasi tanah Jawa tempat kelahirannya, sampai perihal pahit manisnya hidup di tanah rantau. Tampak Pak Rodes mendengarkan dengan seksama.

 

Malam semakin larut, suasana dusun pun telah berubah seperti laiknya kota mati. Tak ada lagi aktivitas warga. Wondo pun segera berpamitan pada Rodes, karena sebentar lagi dia dan Toni akan membawa alat beratnya ke lokasi proyek.

 

Menjelang tengah malam, mereka harus menyusuri jalan tanah sepanjang kurang lebih tiga kilo meter untuk mencapai lokasi. Ketika mereka sampai di sebuah kebun kelapa milik warga, Wondo mulai merasaka hal yang tidak wajar. Tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang, disusul dengan perasaan yang berubah menjadi galau.

 

Karena khawatir terjadi sesuatu, dia pun memutuskan untuk menghentikan perjalanan dan bermaksud hendak menenangkan diri sambil menikmati perbekalan yang mereka bawa. Mesin pun segera dimatikan. Kemudian Wondo mengajak Toni, yang selama dalam perjalanan berdiri di samping kursi kemudi, untuk segera menyantap makanan tersebut.

 

Sementara lampu sorot pada excavator dibiarkan menyala. Tanpa segaja, ketika matanya mengarah ke depan, Wondo melihat sebuah bangunan aneh berjarak sekitar dua puluh meter di sisi sebelah kiri jalan. Bangunan itu masih terlihat samar-samar. Namun sekilas menyerupai ruman petak.

 

Untuk lebih memastikan, dia pun menyurul Toni mengecek lebih dekat lagi, gerangan apakah sebenarnya bangunan kecil yang aneh itu. Setelah mengamati dengan seksama, betapa terkejutnya Toni ketika mengetahui bahwa bangunan kecil di hadapannya itu ternyata sebuah kuburan yang sudah tak terawat lagi.

 

Tak ayal, Toni pun segera menghambur dari tempat itu dan memberitahukan pada Wondo yang masih menunggu di atas excavator.

 

“Mas, kita harus cepat meninggalkan tempa ini!” pinta Toni dengan nafas ngos-ngosan.

 

“Memangnya ada apa, Ton? Apa sebenarnya yang terjadi?” Tanya Wondo heran.

 

Setelah mengetahui bangunan itu kuburan, Wondo pun segera menyalakan mesin dan langsung meninggalkan tempat itu dengan perasaan was-was.

 

Menjelang subuh, mereka tiba di lokasi proyek. Wondo segera memarkirkan alat besar tersebut di atas tanggul parit.

 

Perihal penemuan kuburan tua itu Wondo memang tidak pernah menceritakannya kepada siapa pun. Sampai hari itu, ketika Wondo akan memulai pekerjaannya, tiba-tiba saja mesin excavator tak dapat dinyalakan. Meski telah berulang kali, namun hasilnya tetap sama.

 

Mesin itu ngadat!

 

“Ton, coba kamu periksa bahan bakar!” Perintah Wondo.

 

Toni pun segera mengeceknya, tapi apa hasil, bahan bakar ternyata masih dalam keadaan penuh.

 

“Masih penuh. Apa mungkin ada masalah pada mesinnya, Mas?” Ujar Toni.

 

Setelah mesin dicek, Wondo tak menemukan. kerusakan pada mesin bertenaga besar itu. Bahkan, dia sendiri sadar, bahwa alat yang dipakai saat ini merupakan alat berat terbaru yang dimiliki perusahaan. Karena baru enam bulan dibeli dan terhitung baru dua kali terpakai. Jadi mustahil bila terjadi kerusakan pada mesinnya.

 

Dalam keadaan panik bercampur geram itulah, tiba-tiba seorang pemuda dengan sepeda motor datang menghampiri mereka. Pemuda ini berasal dari dusun sebelah. Wajahnya tampak pucat dan nafasnya pun terdengar tak beraturan.

 

Kedatangannya ke tempat itu, tak lain adalah menyampaikan amanat Pak Rodes berkaitan dengan proyek yang dikerjakan Wondo. Katanya, Arni, anak Pak Rodes dirasuki jin, dan Wondo diharapkan segera kembali ke rumah Pak Rodes. Wondo benar-benar terkejut mendengar penuturan pemuda itu.

 

“Kalau begitu, baiklah. Tapi, sebelum berangkat saya mau mencoba menghidupkan alat ini sekali lagi,” pinta Wondo.

 

Namun, hasilnya masih sama. Mesin tetap ngadat. Karena itu akhirnya Wondo pun segera pergi meninggalkan tempat itu dengan membonceng sepeda motor pemuda utusan Pak Rodes. Sementara itu, Toni memilih untuk tinggal, karena tugasnya banyak yang belum rampung.

 

Di tengah perjalanan, mereka mengalami kejadian aneh. Hal itu terjadi ketika sepeda motor melintas di perkebunan kelapa, tak jauh dari kuburan tua yang diketemukan Wondo dan Toni malam tadi. Mula-mula mesin sepeda motor mati secara tiba-tiba. Anehnya, setelah mereka melakukan pengecekan, mulai dari bahan bakar, hingga bagian lain pada mesin, semua dalam kondisi normal.

 

Belum sempat mereka menemukan cara menghidupkan mesin, peristiwa aneh kedua pun terjadi di hadapan mereka. Tiba-tiba, tanggul parit jebol tanpa sebab yang jelas. Selain kaget mendengar suara dentumannya, mereka sama sekali tak menduga kalau tanggul yang kuat itu bisa jebol bersamaan pula dengan masalah yang dihadapinya saat itu.

 

“Ya… Tuhan. Apa sebenarnya yang terjadi di tempat ini?” Gumam Wondo dalam hati.

 

Wondo pun segera mengamati tempat itu dengan seksama. Aneh, dirinya sama sekali tak menemukan adanya kuburan tua di sekitar tempat itu. Hanya ada tanah pekuburan wakaf milik warga setempat, namun yang dilihatnya malam itu tidak pernah ada. Bahkan, Wondo mendengar langsung dari mulut pemuda yang menjemputnya, Dahwa memang kuburan tua di sekitar tempat itu.

 

“Bapak boleh percaya boleh tidak, warga desa ini sangat percaya kalau ada orang yang melihat kuburan tua seperti itu, berarti akan terjadi masalah yang bakal menimpa salah seorang warga. Dan memang sering terjadi, sebagai pertanda kemarahan orang bunian penunggu tempat tersebut,” cerita si pemuda yang membuat bulu kuduk Wondo berdiri meremang.

 

Karena mulai diserang rasa takut, Wondo memutuskan meneruskan perjalanan meski harus mendorong sepeda motor. Anehnya, setelah mereka berada jauh dari lokasi kebun kelapa, mesin sepeda motor dapat hidup kembali.

 

Sesampainya di dusun, Wondo melihat rumah Pak Rodes ramai dikunjungi warga. Anehnya, belum sempat Wondo turun dari sepeda motor, dari dalam rumah terdengar suara wanita berteriak-teriak. Tanpa menunggu lama, Wondo pun segera masuk dan melihat Arni yang meronta-ronta saat beberapa orang warga mencoba menenangkannya.

 

“Syukurlah Nak Wondo cepat datang. Karena Bapak benar-benar khawatir,” ungkap Pak Rodes.

 

“Sebenarnya apa yang sedang terjadi, Pak?” Tanya Wondo.

 

Pak Rodes mengajak Wondo ke ruangan yang sepi. Dia pun bercerita, “Begini Nak Wondo, di desa Sepinggan ada dua tempat yang menjadi pusat berkembangnya orang-orang bunian. Di antaranya, di dusun kami ini dan di lokasi perkebunan kelapa. Selama ini kami sangat meyakini keberadaan makhluk-makhluk halus itu.”

 

“Lalu apa hubungannya dengan proyek yang saya kerjakan dan masalah yang menimpa Arni ini, Pak?” Wondo bertanya lagi. Dia semakin heran.

 

“Bapak belum tahu pasti, kita tunggu saja sampai orang pintar datang” jelas Pak Rodes.

 

Tak lama kemudian, orang pintar yang ditunggu-tunggu pun datang. Mengingat hari hampir gelap, Bang Mamat, sapaan orang pintar itu bermaksud hendak memulai ritual. Namun, begitu dirinya hendak menyentuh wanita itu, tiba-tiba, sebuah kekuatan besar mendorongnya membuat tubuh Bang Mamat terpental menghantam dinding kamar dan menyebabkan beberapa orang warga yang ada di situ berhamburan ke luar karena takut.

 

Melihat tingkah laku Arni semakin menjadi, Bang Mamat memutuskan untuk tak meneruskan ritualnya. Hal itu dilakukan karena dirinya merasa tidak mampu untuk menanganinya.

 

Singkat cerita, berbagai usaha pun telah ditempuh oleh keluarga Arni. Namun dari semua usaha itu, mereka tak menemukan hasil yang memuaskan. Akibatnya, semua orang

 

menjadi khawatir dengan kondisi Arni yang semakin membahayakan. Apalagi hal tersebut sudah berjalan selama tujuh hari tujuh malam. Pak Rodes telah menghadirkan empat orang pintar, namun tak satupun ada yang bisa menyembuhkan anaknya.

 

Melihat apa yang dialami Arni bukan masalah sepele, atas saran dari warga pula, akhirnya Pak Rodes pun sepakat meminta bantuan pada seorang Kyai Pamungkas, seorang paranormal yang disegani dibidang supranatural semacam ini.

 

Tepat pada pukul delapan malam, Kyai Pamungkas dimaksud datang dengan seorang warga yang menjemputnya. Setelah melakukan perbincangan sebentar, sang Kyai Pamungkas pun meminta izin menemui Arni di dalam kamarnya. sayangnya, malam itu, kehadiran sang Kyai ternyata tak disukai oleh jin yang merasuk ke dalam tubuh Arni.

 

Melalui mulut Arni, makhluk berbangsa jin tersebut melampiaskan kemarahannya dengan menyerang Kyai secara bertubi-tubi. Untung saja lelaki tua itu telah membentengi tubuhnya dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an, hingga akhirnya membuat tubuh Arni terpental.

 

Belum sempat Arni bangun untuk balas menyerang, Pak Kyai Pamungkasbsudah terlebih dahulu mengunci tubuhnya. Dengan cepat, lelaki tua itu menempelkan telapak tangan kanannya ke dahi Arni.

 

“Bismillah…!” ucapnya.

 

Tak ayal, wanita itu pun menjerit sejadi-jadinya sambil berusaha melepaskan diri dari Pak Kyai Pamungkas. Setelah tak ada lagi perlawanan, lelaki itu coba berdialog dengan jin tersebut dan terjadi pula tawar menawar di antara mereka, Tak berapa lama, setelah menemukan kesepakatan, makhluk halus itu pun pergi meninggalkan tubuh Arni yang terkulai di pangkuan Pak Kyai Pamungkas.

 

Kedaaan pun kembali normal. Ketika itu juga pihak keluarga, termasuk pula Wondo, berkumpul di dalam kamar untuk mendengarkan apa sebenarnya yang telah terjadi.

 

“Masalah ini berkaitan dengan proyek yang dikerjakan saudara Wondo. Karena, sebelum memulai pekerjaan itu, tidak meminta izin terlebih dahulu. Apalagi pada saat melakukan pengerukan nanti, saudara Wondo akan merusak fasilitas yang ada di alam mereka. Karena di kampung ini merupakan pusat pemerintahan mereka.” Jelas Kyai Pamungkas itu.

 

“Selain itu, saudara Wondo pun telah melakukan kesalahan besar. Karena telah menabrak anak gadis bangsa siluman di sekitar kebun kelapa. Hal ini membuat kaum mereka marah besar, Dan untuk melampiaskannya mereka pun merasuki raga Nak Arni. Ini karena orang bunian itu tahu kalau saudara Wondo tinggal di rumah ini,” Kyai Pamungkas menambahkan.

 

“Lalu apa yang harus kami lakukan, Pak Kyai?” Tanya Pak Rodes.

 

“Untuk Arni sudah tidak ada masalah. Khusus saudara Wondo, malam Ini juga kamu harus mencari sehelai rambut perawan sebagai syarat untuk menebus kesalahan, agar besok kamu bisa meneruskan pekerjaan, katanya.

 

Setelah mendapatkanya, rambut itu pun segera dibacakan kalimat-kalimat sakti oleh Pak Kyai Pamungkas. Selanjutnya dimasukkan ke dalam amplop, dan menyuruh Wondo untuk segera menempelkan rambut itu pada alat beratnya. Wondo pun berangkat dengan meminjam sepeda motor milik warga.

 

Dalam perjalanan, dia merasa diikuti oleh sesuatu yang besar. Benar Saja, ketika menoleh kebelakang, tampak seekor burung raksasa terbang mengikutinya. Entah dari mana datangnya, tapi yang jelas, burung tersebut menghilang ketika dia sampai di lokasi kebun kelapa.

 

Wondo terus saja memacu sepeda motornya tanpa peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.

 

Sesampainya di lokasi proyek, Wondo bermaksud hendak langsung menempelkan rambut tersebut pada alat beratnya. Namun ketika membuka amplop, sehelai rambut perawan tadi telah hilang. Dia pun berkeyakinan, bahwa rambut tersebut telah diambil orang bunian saat melintas di lokasi kebun kelapa. Mungkin saja burung besar tadi.

 

Akhirnya, semua berjalan seperti biasa dan Wondo meneruskan bekerjaannya tanpa ada suatu gangguan apa pun. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)