Kisah Kyai Pamungkas:
PETAPA GAIB DI WATU JADAH
Lebatnya hutan belantara di dalam lembah pegunungan, serta cuaca yang senantiasa bisa berubah-ubah setiap waktu, akan menjadi ujian mental tersendiri bagi para pelaku ritual di Watu Jadah.
Air terjun Watu Jadah yang terletak di Desa Giri Mulyo Kabupaten Wonogiri, selain memiliki pesona alam yang sangat indah, air terjun ini oleh warga sekitar juga sangat dikeramatkan. Hal ini terkait dengan keberadaan air terjun Watu Jadah yang konon dipakai sebagai tempat untuk bertapa seorang waliyullah. Bahkan keberadaan sang pertapa, hingga kini dipercaya masih ada di sekitar Watu Jadah, tetapi sosoknya telah berubah wujud menjadi sosok gaib, hingga tak lagi bisa dipandang dengan kasad mata. Hanya orang orang tertentu yang memiliki mata batin, yang mampu melihat sosok tersebut di Watu Jadah.
Mitos misteri di Watu Jadah tidak hanya sang pertapa gaib, tetapi di dalam Ingkungan desa sekitar terdapat tradisi sewa menyewa gamelan dari dalam alam gaib. Tradisi ini dilakukan setiap kali penduduk desa menggelar sebuah hajatan, maka gamelan yang dipakai untuk memeriahkan hajatan tersebut, dipinjam dari alam gaib.
Meski bagi kalangan orang luar dari desa Girimulyo cerita tersebut dianggap hanya sebagai mitos belaka, tetapi bagi warga desa sekitar, cerita ini adalah sebuah kisah nyata yang ada di dalam adat penduduk desa sekitar.
Air terjun yang dibuka untuk umum pada tahun 2012 ini, sebelumnya berada jauh di dalam hutan belantara di lembah pegunungan. Akses jalan ke air terjun pada waktu itu, hanya diketahui oleh para perambah hutan. Namun awal tahun 2012 yang lalu, akses jalan yang menuju ke dalam alr terjun Watu Jadah akhirnya dibuat oleh penduduk desa, sebagai satu-satunya akses jalan ke Watu Jadah.
Pembangunan akses jalan ini juga tidaklah mudah, selain harus merambah hutan belantara, kemiringan tebing yang dipangkas oleh penduduk desa sebagai bahu jalan, membuat penduduk desa harus bekerja ekstra keras selama berbulanbulan dalam proses pengerjaannya.
Hingga akhirnya proses pengerjaan jalan tersebut berhasil dirampungkan, tetapi tidak sepenuhnya bisa mencapai air terjun. Akses jalan masuk terhenti 300 meter dari air terjun Watu Jadah. Dikarenakan sulitnya membuat jalan masuk di tebing gunung di dalam hutan belantara.
Akses jalan yang hanya tinggal 300 meter ini, harus dilalui para pengunjung dan pelaku ritual dari alur sungai yang mengalir dari air terjun. Kerawanan akses jalan tersebut juga terjadi pada saat musim penghujan dan di malam hari. Selain licin, cuaca yang setiap saat selalu berubah-ubah harus membuat para pengunjung waspada saat melintasinya.
Untuk itu pelarangan dilakukan oleh warga desa, agar para pegunjung tidak berkunjung di Watu Jadah pada saat hujan dan malam hari. Larangan ini dilakukan, karena beberapa pengunjung pernah ada yang tercebur ke dalam jurang akibat kelalaian mengabaikan larangan ini.
Menurut Marjo, salah satu penduduk desa yang bertugas sebagai penjaga akses jalan ke Watu Jadah, air terjun setinggi kurang lebih 30 meter tersebut, memiliki tebing bebatuan andesit yang berbentuk seperti lapisan jadah. Oleh karena bentuknya ini, maka warga sekitar menyebutnya dengan nama Watu Jadah.
“Batuan Andesit yang berlapis-lapis dan tertata rapi secara alami, memiliki ukuran ketebalan berkisar sekitar 10 centimeter dan menyerupai bentuk makanan jadah,” tegas Marjo.
Lebih jauh Marjo menceritakan, alur sungai yang berasal dari air terjun Watu Jadah dipercaya oleh penduduk sekitar, terbentuk dari selendang waliyullah yang terseret pada saat mencari sumber mata air. Waliyullah yang sekarang dijadikan punden oleh penduduk desa, dikenal dengan nama Mbah Jenggot. Sebutan ini dikarenakan jenggot panjang sebatas pinggang, yang melekat di dalam diri waliyullah tersebut.
Dalam perjalananya menyebarkan siar hingga di Desa Girimulyo, Mbah Jenggot terasa kehausan. Tetapi berada di dalam hutan belantara, mencari sumber mata air untuk minum tidaklah mudah didapat seperti berada di desa. Untuk itu mbah Jenggot harus berusaha sekuat tenaga mencari sumber mata air di dalam hutan di lereng pegunungan. Perjalanan mencari sumber mata air, dimulai dari sebuah gubuk kayu yang menjadi tempat peristirahatannya.
Setapak demi setapak, mbah Jenggot mulai menembus lebatnya hutan belantara menaiki puncak gunung untuk mencari sumber mata air. Hal ini dilakukan, karena jarak desa terdekat lebih jauh, dibandingkan dengan pencarian sumber air di dalam hutan belantara. Tanpa disadari, selendang yang dipakai untuk ikat gelung kepala ujungnya terlepas dan terseret oleh langkah kakinya.
Seretan selendang ini akhirnya membentuk alur sungai hingga mencapai air terjun Watu Jadah, yang kala itu ditemukan oleh mbah Jenggot. Usai melepas dahaganya, Mbah Jenggot kemudian bersemedi di tepi air terjun. Hingga tanpa disadari, laku semedinya membuat raganya muksa. Oleh penduduk sekitar, tempat yang pernah dijadikan semedi oleh Mbah Jenggot, lantas dijadikan sebagai punden desa.
Hingga sampai sekarang, sosok mbah Jenggot dipercaya oleh penduduk sekitar masih tetap bersemedi di dekat air terjun Watu Jadah.
“Penampakan sosok Mbah Jenggot tersebut, suatu ketika pernah dilihat oleh putra menantu Marjo yang berasal dari luar Jawa.” akunya.
Menurutnya, saat menantunya berkunjung ke Girimulyo dan melihat lihat air terjun Watu Jadah, tiba-tiba dirinya dikagetkan dengan penampakan sosok orang tua dengan jenggot yang sangat panjang, tengah bersemedi di pinggir air terjun. Sosok yang tak lain adalah mbah Jenggot ini, wajahnya terlihat sangat tenang dengan raut muka tampak bersahaja sekali.
Pengakuan menantu Marjo tidak hanya menguatkan mitos Watu Jadah tentang sosok Mbah Jenggot, tetapi juga semakin meyakinkan para penduduk desa bahwa punden mereka memang betul ada. Ujarnya.
“Tak jauh dari air terjun, di sebuah tempadi bawah pohon beringin terdapat satu lagi tempat keramat yang sering dipakai sebagai tempat ritual sewa menyewa seperangkat gamelan dari dalam alam gaib,” kata Marjo.
Tradisi ini menurut Marjo, dilakukan oleh penduduk desa yang hendak memiliki hajatan. Tidak hanya hajatan mantu, tetapi berbagai acara adat penduduk desa seringkali menyewa gamelan gaib di tempat ini. Seperangkat gamelan ini memang berwujud nyata, tetapi perniliknya adalah sosok gaib penunggu Watu Jadah. Oleh karena itu, setiap kali warga hendak meminjam gamelan, berbagai sesaji dipersiapkan sebagai gantinya.
“Sesaji sesaji tersebut di antaranya nasi tumpeng, ingkung ayam, buah-buahan segar, jajan pasar dan minyak wewangian,” ujar Marjo.
“Seluruh sesaji yang dipersembahkan, semuanya harus dalam keadaan baru atau belum pernah dipakai,” tambahnya.
Tradisi sewa menyewa gamelan ini tak diketahui secara pasti kapan dimulainya, tetapi sudah dilakukan sejak turun temurun oleh penduduk Desa Girimulyo. Namun seiring dengan perkembangan jaman dan nafsu keserakahan manusia, gamelan tersebut kini tak lagi bisa dipinjam oleh penduduk desa. Lantaran setiap kali menyewa gamelan dari penunggu Watu Jadah, seperangkat gamelan dikembalikan dalam keadaan tidak lengkap, alias diambil satu demi satu.
“Seperangkat gamelan Slendro Pelog yang semula berjumlah sepangkon, kini hanya tinggal beberapa wilahan saja,” teran Marjo.
Meski diyakini, mereka yang mengambil pamelan akan memperoleh wewaler atau siku, tetapi warga tak menghiraukan lagi akibat dari perbuatannya. Padahal buah dari perbuatan itu, banyak warga yang tiba-tiba meninggal dunia tanpa sebab. Seluruh keluarganya ditimpa kemalangan yang tiada akhir, yang kesemuanya ditimbulkan dari perbuatan salah seorang sanak keluarganya yang mencuri gamelan.
Wilahan gamelan berupa besi perunggu yang dipinjam penduduk dari dalam alam gaib memang sangat menarik minat siapapun orang yang melihatnya, tetapi resiko yang tidak seimbang dengan hasil yang didapat, akan menjadi taruhannya. Akan tetapi oleh beberapa warga hal tersebut tidak dijadikan masalah, meski sekarang warga tak lagi bisa meminjam gamelan dari penunggu air terjun Watu Jadah. Kata Marjo menceritakan mitos adat yang ada di desanya.
Berbagai misteri yang menyelimuti Watu Jadah, membuat para pelaku ritual semakin menambah keyakinanya dengan kekeramatan air terjun Watu Jadah. Untuk itu, di setiap malam tertentu, air terjun Watu Jadah seringkali dipakai sebagai tempat untuk menjalani laku ritual dan ngalap berkah.
“Selain berharap segala keinginannya bisa terkabulkan, para pelaku ritual juga berharap agar bisa memperoleh pusaka di watu Jadah,” ungkap Marjo.
Tetapi dari sekian banyak pelaku ritual yang mengharap pusaka di Watu Jadah kata Marjo, batu akik biasanya yang sering didapat oleh para pelaku ritual.
Selain pemburu pusaka, para pelaku ritual yang sering mendatangi Watu Jadah kebanyakan menginginkan pangkat dan derajat. Tak sedikit calon kepala desa, calon anggota dewan hingga calon bupati menjalani laku ritual mandi di Watu Jadah, dengan harapan agar keinginannya bisa terkabulkan.
Akan tetapi, menjalani laku ritual di Watu Jadah tidaklah seperti menjalani laku ritual di tempat lain. Di tempat ini, kebersihan dan ketulusan hati akan diuji oleh alam. Mereka yang tidak bersih, dipastikan tidak akan kuat menjalani laku ritual di Watu Jadah. Lebatnya hutan belantara di dalam lembah gunung, serta cuaca yang senantiasa bisa berubahubah setiap waktu, menjadi ujian mental tersendiri bagi para pelaku ritual.
Oleh karena itu, bagi para pelaku ritual sebelum menjalani laku ritual di Watu Jadah, disarankan menyalani penyucian diri terlebih dahulu dengan cara melakukan puasa mutih, atau laku prihatin lainnya yang bertujuan untuk penyucian batin. Apabila penyucian jasmani dan rohani tersebut tdak diindahkan, maka akan berakibat fatal bagi para pelaku ritual.
Godaan berat akan menimpanya, dan bisa berakibat fatal bagi orang yang tidak kuat menghadapinya. Resiko godaan tersebut akan membuat orang menjadi gila, karena pengaruh kekuatan gaib yang terus mengikutinya. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)