Kisah Mistis: SAKIT PARAH, KELUARGA KACAU, DITOLONG WANITA GAIB
Dalam keadaan sakit, terpuruk di ranjang rumah sakit, aku sangat mengharapkan dua anakku datang membesuk. Lewat anakku yang berbeda, aku mengabarkan bahwa aku diopname di Rumah Sakit Asih, Cileduk, Kota Tangerang. Dengan kabar itu, aku berharap anak itu tergugah dan mau datang melihat, atau memberi dukungan biar lekas sembuh. Operasi yang dijalani berhasil secara gemilang. Nan apa yang aku harapkan, tidak berbuah sama sekali. Jangan datang, SMS mengucapkan prihatinpun, tidak mereka lakukan. Duh Gusti!…
Aku murka, marah dan naik darah? Tidak, tidak boleh hal itu terjadi pada diriku. Aku tidak boleh menghakimi mereka dan yang terbaik adalah memahami mereka. Mungkin, karena jauh, Cileduk – Bekasi itu jaraknya 60 kilometer lebih. Mobil anak-anakku terkena macet karena waktu itu sangat dekat lebaran. Mereka tidak bisa telpon dan SMS memberikan semangat kepadaku, mungkin karena belum ada pulsa atau handphone mereka perlu diinstall ulang, ngadat.
Hal itulah yang harus bisa aku lakukan sembari menahan rasa sakit di perut bawahku, luka lebar usai operasi hernia sebelah kiri. Mantuku bagaimana ya? Apakah tidak trenyuh, tersentuh hatinya kepada mertuanya yang hina dina ini? Lalu, mantu-mantu itu menasehati pasangannya agar mau membesuk ayah mereka yang terkapar menderita di pembaringan rumah sakit? Oh, mungkin dua mantuku sedang sakit gigi, nyut-nyut di gusi mereka hingga tidak bisa mendatangiku yang jauh.
Anak bagiku adalah anak. Apapun tabiat mereka, hal apapun yang dilakukan mereka yang menyakitiku, aku tidak mau menyumpahi mereka. Malah aku mendoakan, meminta agar Allah Azza Wajalla memberikan kesehatan prima kepada mereka semua, anak, cucu dan mantu-mantuku.
Allah memberikan rejeki yang berlimpah, dan kelak mereka akan kaya raya sesuai dengan kerja keras yang mereka lakukan. Aamiin yaa robbal aalaamin. Anak bagiku bukanlah investasi, tanam modal banyak dan ketika sukses lalu ikut memetik hasil materi dari anak. Tidak! Bukan itu tujuanku selaku orangtua. Harapanku sederhana, aku ingin dapat perhatian dari dua anakku itu. Mereka tidak perlu memberi materi kepadaku. Tapi hanya secuil perhatian, kasih sayang, penghargaan kepada seorang manusia yang telah kerja keras membesarkan dan mendidik mereka selama ini. Aku kehilangan? secara fisik, tidak, aku tidak kehilangan mereka. Namun, secara batin, aku telah kehilangan lama mereka berdua. Ekky dan Frida, anak pria dan anak wanitaku di sana.
Mataku tidak tahan menahan air yang mengalir perlahan. Hatiku sedih dan impulsive mengucurkan airmata kesedihan, duka yang mendalam, luka yang dalam karena betapa teganya mereka berlaku begitu kepadaku. Betapa kerasnya hati mereka untuk tidak menjengukku, ayah mereka, orangtua mereka yang sedang merana, berduka, nestapa di sini, di ranjang pesakitan menuju ajal.
“Ya Allah ya Tuhanku, aku serahkan mereka kepadamu. Dan aku meminta, jangan hukum mereka Ya Allah. Kasihilah mereka, cintailah mereka dan murahkan rejeki mereka. Baik rejeki sehat maupun rejeki materi agar mereka bahagia di dalam. kehidupan mereka. Aamiin yaa robbal alamin,” batinku, berbisik kepada Allah Yang Rahman Yang Rahim.
Sudah lima belas tahun aku bercerai dengan ibu mereka. Bukan aku yang menceraikan, tetapi aku digugat cerai ke pengadilan agama Jakarta Timur tahun 2000 bulan November. Karena aku tidak pernah hadir dalam persidangan, hakim memutuskan kami resmi bercerai. Aku menerima surat cerai dari panitera pengadilan agama Pulogadung tersebut.
Tuntutan cerai itu dilayangkan karena mantan istriku itu menolak untuk dimadu. Padahal dia tahu aku menikah sudah lima tahun berlalu. Tuntutan cerainya dengan stressing soal tidak dimadu itu, setelah tahu aku menikah lagi lima tahun lalu dan membagi waktu antara dia dengan yang muda. Artinya dia sudah faham betul bahwa ada madunya di tempat yang lain.
Dosaku dan kesalahankah menikah lagi? Tidak, agama Islam membenarkan untuk menikah dan bukan sesuatu yang haram dan dosa. Namun, secara hati, mungkin aku bersalah. Karena aku telah berkhianat, menyakiti hati mantanku itu dengan menduakannya pada perempuan lain. Dan perempuan itu sudah memberiku dua anak. Juga sama, lelaki dan perempuan.
Dia sakit hati, bisa saja itu terjadi. Lalu rasa sakitnya itu diceritakan kepada dua anaknya, dua anakku darinya, sehingga mereka membenciku sampai saat ini. Benci, dendam dan murka setelah lima belas tahun berlalu. Kebencian itu melekat kepada anak-anakku karena cerita negatif ibunya, pandangan buruk ibunya kepadaku sebagai pengkhianat, pembohong dan pelaku poligami yang zalim. Entahlah apalagi yang dikatakannya, sehingga anakku begitu berjarak denganku. Sampai, aku diabaikan seperti ini.
Ikhlas dan nerimo, itulah yang harus aku lakukan sekarang. Yang bisa aku lakukan adalah ikhlas dan besar hati, yang kuanggap sebagai dosa dan salah serta azab yang mesti aku hadapi. Ibarat pepatah, berani bermain api, harus siap bila terbakar diri dan menerima resiko sepahit apapun. Hal itulah yang aku hadapi kini. Hal itulah yang bisa aku lakukan saat ini, saat di mana aku sangat merindukan anak-anakku. Saat aku membutuhkan anak-anakku untuk datang memberikan dukungan sehat kepadaku yang sedang sakit.
Husnuzon kepada Allah, itulah yang aku lakukan saat ini. Di balik musibah, pasti ada hikmah. Dan hal itu juga yang membuat aku tabah. Aku bersyukur dan berterima kasih kepada Allah Subhanahuwataalla.
Dua anakku dari istri keduaku, subhanallah, mereka sangat memperhatikan kesehatanku. Mereka sangat mendukung aku, memberikanku support, semangat dan dukungan agar aku cepat sembuh. Terlebih istriku, istri yang sangat setia, sangat mengasihi dan kasih kepadaku. Jangankan mengurus infus dan kateterku agar aman, sampai menceboki aku buang airpun, dilakukannya. Terima kasih Tuhan, Ya Allah Yang Agung.
Dua anakku hilang, dua datang. Allah langsung menggantikan dua yang abai dengan dua anakku yang sungguh mengasihiku, membantu dan memperhatikanku dengan seksama. Allah Azza Wajalla memberikan istri yang penuh rasa sayang. Jangankan kepada manusia, suaminya, kepada kucing-kucingpun dia sangat sayang. Alhamdulillah, Allah dengan kontan menggantikan yang hilang dengan yang datang. Allah memberikan dua anak dan seorang istri yang berbakti, dan hal itu lah yang membuat aku bersemangat sembuh, bersemangat kerja keras dan untuk mereka pula, aku harus tetap hidup juga sehat. Aamiin yaa robbal alamin.
Sakit hati kepada dua anak terdahulu yang abai, yang tidak sayang dan penuh kebencian kepadaku, sudah pasti ada. Tetapi aku tidak boleh sakit hati dan aku harus ikhlas menghadapi kenyataan itu karena bisa saja karena kesalahan masa laluku, yang mungkin dianggap sangat berat. Bisa saja karena dosaku kepada ibu mereka, salahku kepada ibu mereka, yang membuat mereka dendam kesumat, dendam membara hingga bukan saja abai kepadaku, tetapi inginkan aku buru-buru mati.
Pikirku, bila aku wafat, mereka juga tidak sempat datang. Mereka akan katakan kepada keluargaku, maaf kami lagi sibuk, banyak urusan, sampaikan ucapan selamat jalan saja kepada papa.
Memang tidak banyak harta yang bisa aku tinggalkan kepada istri dan anak-anakku. Namun ada pula rumah, kendaraan, alat music dan alat-alat rumah tangga yang berharga. Untuk itu, aku minta maaf sebesar-besarnya kepada dua anakku yang abai, untuk tidak membagi apa yang kupunya buat mereka. Mereka juga sudah banyak harta, rumah bagus, mobil dan uang yang banyak. Untuk itu, bila aku mati, hartaku yang sedikit ini, biarlah dibagi bertiga, istriku dan dua anak-anakku yang telah susah payah mengurus aku sakit. Yang dengan rela dan ikhlas mengurus aku selama hidup bersama mereka.
Jangan ada keributan. Dan aku tidak rela bila ada keributan dan kekisruhan soal warisanku. Apa yang ada, aku ikhlaskan untuk istri dan dua anakku yang bersamaku terakhir ini. Mereka adalah pahlawan bagiku, yang dengan penuh cinta, penuh kasih Sayang membantuku, sehingga aku merasa tetap sebagai manusia. Tidak menjadi binatang yang diabaikan dan tidak dianggap sebagai manusia.
Bila ini dosa, aku menerima dosa ini. Bila harus diazab karena salah, aku bersedia menerima hukuman Tuhanku, karena kesalahan ini. Pikirku, dua anakku yang terakhir ini, benar-benar anak yang punya perasaan, punya kasih Sayang dan perhatian kepada orangtua. Kepada ayahnya yang dalam posisi sangat membutuhkan anak-anaknya.
Aku menganggap dua anakku yang abai, adalah tetap anakku sampai aku mati. Tetapi, mereka kaya dan tidak kekurangan. Sementara yang kekurangan ini, yang aku serahkan semua hartaku, agar bisa membantu mereka hingga hidup mandiri di suatu waktu nanti. Aamiin.
Aku manusia bersalah, berdosa, fakir dan hina dina. Aku telah gagal sebagai orangtua, yang tidak bisa mendidik dua anakku yang abai, yang pendendam dan tidak berperasaan. Aku telah memberikan makan apa kepada mereka selama ini, hingga mereka begitu tega kepada orangtuanya yang menderita. Mereka begitu keras dan batu kepada ayahnya yang fakir ini. Semua ini kesalahanku, karena aku tidak mampu mendidik mereka sehingga menjadi anak yang soleh dan solehah. Salah satu hal yang terbaik untuk ditinggalkan bila kita mati. Yaitu, meninggalkan anak yang soleh dan solehah dan mendoakan kita di alam kubur.
Tapi sudahlah. Aku telah gagal. Gagal sebagai suami dan gagal pula sebagai ayah untuk mereka berdua. Kini, aku harus fokus kepada dua anakku dari istri ke dua. Kegagalan pertama menjadi cambuk, pelajaran yang sangat berharga bagiku untuk tidak lagi gagal kedua kali.
Aku dekati dua anakku dengan perhatian, kasih sayang dan pendidikan. Baik itu pendidikan agama maupun pendidikan umum. Aku tidak mau lagi gagal. Sehingga melahirkan anak yang tidak punya rasa dan perasaan. Tidak punya kasih sayang dan akhlak yang baik kepada orangtua. Kegagalan dalam perkawinan pertama, hendaknya tidak gagal sebagai ayah, sebagai orangtua bagi dua anak itu. Namun sudahlah, tak perlu hanyut dengan masa lalu yang telah terlewatkan dan hal itu tak akan bisa terulang kembali.
Penyakit dalam tubuhku begitu banyak. Menumpuk bagaikan susunan buku di rak panjang. Ada gula darah yang selalu tinggi. Bahkan di atas 400 mg. Ada tekanan darah yang pernah mencapai 220/110 yang mengancam jiwa karena stroke. Ada pelebaran jantung, pembengkakkan jantung yang sewaktu-waktu mengancam jiwa.
Ada kerusakan paru-paru, ginjal, hati dan gangguan prostat. Semua itu dapat diketahui setelah aku menjalani sejumlah test. Sejumlah pemotretan, scanning, rongent dan uji organ tubuh. Semua penyakit itu, mengancam jiwa dan sulit untuk disembuhkan, Mati, mungkin itulah kata kunci terakhir, dan harus siap aku hadapi.
Berdasakan pandangan ilmu kedokteran dan medis, aku harus menjalani banyak operasi. Saluran darah ke jantung, harus dibersihkan dan dioperasi bypass. Atau menggunakan ring, cincin pelancar jaringan pembuluh darah untuk memompa jantung agar dapat bertahan hidup. Namun biaya yang harus dikeluarkan, setelah dihitunghitung, sekitar setengah milyar. Rp 500 juta. Sementara semua harta yang aku punya, bila dijual, mungkin harganya Rp 500 juta juga. Maka, berhasil atau tidak berhasil operasi, maka rumah, kendaraan dan apapun yang aku punya, akan habis. Lalu istri ke dua dan dua anakku darinya, setelah aku meninggal, mereka akan tinggal di mana? Pertanyaan inilah yang membuat aku bimbang. Gundah gulana dan sangatlah galau. Iya, jika aku sembuh. Namun jika aku meninggal, kasihan istri dan anak-anakku. Mau ke mana mereka nanti sepeninggalku?
Oleh karena itu, aku melupakan operasi yang lain lain itu. Cukup operasi mata katarak dan hernia, setelah itu aku pasrah. Hanya berdoa dan mengemis kepada Allah Azza Wajalla. Mengemis meminta bantuan-Nya, meminta pertolongannya agar aku bertahan hidup. Agar aku dapat terus bernafas dan fisikku kuat untuk terus mencari uang untuk kehidupan keluarga.
Biarkan aku sengsara demi berjihad untuk keluargaku. Kata kyaiku, Kyai Hamid Alhadid, 56 tahun, jihad yang sesungguhnya di dalam hidup, adalah mencari nafkah untuk istri dan anak-anak. Untuk itulah, dalam keadaan kurang sehat begini, aku jungkir balik berdagang, untuk kehidupan dan kesejahteraan istri dan dua anakku.
Setiap malam aku tahajud, setiap pagi sebelum dagang, aku sembahyang sunnah duha. Aku lakukan hal itu dengan ikhlas dan enteng, ringan saja aku jalani demi kebaikan kehidupanku yang parah dengan ragam penyakit ini. Pikirku, tidak ada satu tempatpun terbaik selain berserah diri dan mengemis kepada Allah, Tuhanku satu-satunya, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tuhan teiah memberikan penyakit kepadaku yang aku percaya, pasti dengan obatnya. Cuma, orang selalu beranggapan, bahwa obatnya adalah meja operasi, anti biotik dan keahlian dokter. Batinku, mungkinkah hanya itu perantara kesembuhan, tidak ada yang lain-lain lagi? Allah menurunkan penyakit bersama obat. Hanya itulah obatnya? Operasi, obat kimia, dokter ahli dan bedrest di rumah sakit?
“Tidak, Allah selalu melakukan sesuatu yang tidak dapat terduga-duga. Untuk itu tawakkallah kepada Allah dan memintalah dengan sungguh-sungguh dan tanpa putus asa dan berhenti, ayolah, lakukanlah itu,” kata seorang ibu-ibu setengah tua, mendatangiku pada suatu malam, di dalam impianku. “Ikhtiar dan jangan pernah berhenti ikhtiar, selain dengan doa,” tuturnya.
Wanita yang hadir ini bermata bulat, rambut keriting panjang yang menyebut dirinya Ratu Pantai Selatan. Ratu Kidul. Dia menyebut sebagai perantara kesembuhan manusia di muka bumi berdasarkan perintah Tuhan. Wajahnya sangat jelas terlihat dan suaranya sangat khas, suara berat dan berisi petuah dan saran-saran kesembuhan. “Allah Azza Wajalla tempat terbaik dan Dialah yang menguasai bumi, langit dan semua planet yang ada. Penyakit seberat apapun yang sudah divonis ilmu kedokteran berat, tapi bila Allah berkehendak, kun fayakun, maka semua penyakit berat itu akan ringan. Bahkan atas ridho Allah, akan sembuh total, kata ibu-ibu ini. Setelah itu, aku terbangun dari mimpi dan langsung sholat tahajut hingga sholat subuh di fajar dinihari.
Lama aku memikirkan mimpi itu. Ku bertanya siapa wanita itu dan dimana keberadaannya. Seminggu setalah itu, Jum’at Kliwon dinihari, tanggal 20 Februari 2015, dia datang lagi. Kali ini bukan mimpi, tapi nyata dan kenyataan. Dia hadir di tikar sembahyangku. Dia menyebut dirinya Bunda Ratu. Ratu Pantai Selatan. Seorang wanita titisan Ratu Pantai Selatan dan dialah anak angkat Ratu Laut Selatan. Nyai Ratu Kidul.
Dari Bunda Dewi Tiara Ratu. Gaib penghuni Banten Selatan, hidup di antara Chrismast Island dan Pulau Jawa pesisir Selatan. Disebutnya alamat dirinya. Sebuah daerah padat dengan rumah kecil yang berkoliam ikan. Hanya beberapa hari dia di situ sebagai manusia, selebihnya, dia kembali ke taut selatan sebagai Ratu Pantai Selatan. Kata kunci dari rahasia alamat itu, adalah sebuah markas tentara di satu kota. Aku mencari, mengubek-ubek daerah itu dan bertemu setelah tiga hari kemudian. Seorang wanita setengah baya, wujud dari Ratu Pantai Selatan dan aku sungkem kepadanya.
“Bantu saya Bu, penyakit saya begitu banyak dan dua anak saya dari istri terdahulu, abai kepada saya, padahal saya sangat merindukan mereka. Saya ingin mereka datang” kataku.
“Saya ini fakir, saya tidak bisa apa’ apa. Minta kesembuhan itu kepada Allah Azza Wajalla, saya tidak bisa apa-apa,” imbuhnya. Saya hanya bisa mendoakan dan memandikan Anda dengan air keras. Itulah pesan Ibu Ratu, sebagai penerus kasih Allah SWT di muka bumi. Sekarang, katanya, belitah dua botol air mineral, mandi dan menelan gabah dan gotri, setelah itu diritual dengan air keras. Jujur aku takut kepada air keras. Karena sangat mematikan dan menghancurkan kulit dan daging manjusia. Mengerikan. Air keras itu pembunuh kedua setelah racun arsenit bagi manusia. Tapi aku percaya kepadanya. Demi untuk kesembuhan dan menghalau penyakit serta kebaikan untuk semua anak-anakku, aku rela melakukan itu. Dimandikan air keras.
Prosesi ritual berjalan dua jam. Setelah itu aku pulang dan badanku merasa sangat enteng. Dadaku yang sesak karena pembengkakan jantung tidak menghambat lagi. Nafasku lega dan aku merasa sangat segar bugar. Subhanallah, Alhamdulillah, Lailahaillaltah, Allahu Akbar. Demikian terucap dan terus terucap di bibirku hingga kini. Allah Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Mendengar dan Maha Kuasa. Udunni astajib lakum. Allah berjanji, mintalah kepada-Ku dan aku akan memberikan permintaanmu. Di luar dugaan, dua anakku yang hilang, datang dengan dua mobil di rumah dan mereka memeluk erat tubuhku. Mereka menangis, menyatakan rasa kasih, cinta dan sayangnya kepadaku. Aku seperti bermimpi, tubuh terasa melayang karena bahagia. Semua anak-anakku berkumpul dan aku bahagia sekali. Terima kasih ya Allah Azza Wajalla. Karena restu-Mu, kasih sayang-Mu, maka semua itu terjadi dan ada, sebuah ilusi mimpi menjadi nyata. Alhamdulillahirrobbil aalaamiin. (Kisah nyata ini dialami oleh Burhan Siregar kepada penulis). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)