Kisah Mistis: PERTARUNGAN 7 PENGUASA GAIB GUNUNG KIDUL

Perseteruan para penguasa gaib tujuh gunung di Gunung Kidul dengan penguasa gaib Gunung Merapi, akhirnya membuat Sultan Jogja harus turun tangan mendamaikannya…

 

Kabupaten Gunung Kidul, kawasan di pesisir selatan pulau Jawa ini tidak hanya menyimpan seribu satu pesona alam pantai dan keindahan obyek wisata alam lainnya. Kawasan kabupaten yang memiliki konstur geografis bebatuan karst ini juga menyimpan pesona daya tarik alam goa dan sungai bawah tanah yang sangat indah. Selain goa Pindul yang sudah dikenal di kalangan para wisatawan, ratusan goa yang tersebar di kabupaten Gunung Kidul, belum diexplorasi dan dibuka untuk obyek wisata. Salah satunya yakni kawasan wisata Goa Saptorengga di Dusun Plarung, Sawahan, Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul.

 

Goa yang memiliki jalan tembus dengan beberapa goa lain di kawasan Goa Saptorengga, dibuka oleh pihak pemerintah daerah Kabupaten Gunung Kidul pada awal tahun 2014 yang lalu. Tetapi hingga saat sekarang ini, kawasan obyek wisata Goa Saptorengga masih sepi dari kunjungan para wisatawan, baik lokal maupun dari luar daerah Kabupaten Gunung Kidul.

 

Menurut penuturan Suyatno (60) tokoh masyarakat desa yang pernah menjabat sebagai kepala desa selama dua periode mengatakan, meski sudah dibuka sejak tahun 2014, namun keberadaan obyek wisata tersebut masih sepi dari Kunjungan para wisatawan.

 

Dikatakan lagi oleh mantan kades tersebut, selain akses infrastruktur yang masih belum dibuat, kawasan Goa Saptorengga atau yang dikenal dengan nama Goa Saptoargo dianggap masih sangat perawan. Jarang penduduk desa berani menginjakkan kaki masuk ke dalam goa. Selain masih dianggap keramat, banyak cerita misteri yang masih menyelimuti keberadaan kawasan Goa Saptoargo.

 

Menurut pegakuan beberapa warga desa sekitar, selama ini goa-goa yang berada”. di kawasan Goa Saptoargo hanya dipakai sebagai tempat untuk laku ritual bertapa dan ngalap berkah.

 

Keindahan dan pesona alam sungai bawah tanah yang masih perawan, dengan berbagai kisah mistik yang masih menyelimutinya, membuat Misteri mencoba menelisik lebih jauh lagi ke kawasan Goa Saptoargo yang ada di Dusun Plarung dan sekitarnya, untuk menyingkap keindahan alam bawah tanah kawasan Goa Saptoargo.

 

Dengan ditemani oleh mantan kepala desa yang pernah menjabat selarna dua periode, Misteri mencoba menyusuri goa-goa yang ada di kawasan obyek wisata alam Goa Saptoargo.

 

Secara geografis, letak posisi Kecamatan Ponjong berada di kawasan timur Kabupaten Gunung Kidul, yang berbatasan langsung dengan tapal batas Kabupaten Wonogiri. Dari kota Wonosari Gunung Kidul, berjarak kurang lebih sekitar 25 km dengan jalan aspal yang menanjak dan turunan curam di sepanjang perjalanan.

 

Para pengguna jalan yang berkendara di jalan ini juga akan melihat indahnya panorama alam gunung kapur di sepanjang perjalanan yang banyak dipenuhi lobang goa alam yang masih perawan. Kecamatan Ponjong tidak hanya dikenal sebagai salah satu kecarnatan yang memiliki potensi wisata alam goa, tetapi di daerah ini juga dikenal sebagai penghasil tambang batu akik dan pengrajin batu akik.

 

“Banyak warga yang menggantungkan hidup menjadi pengrajin dan menambang batu akik,” terang Suyatno.

 

Hal ini kata Suyatno, terlihat ketika merebaknya pasar batu akik beberapa saat yang lalu. Desa Jatisari dan Desa Sawahan yang berada di Kecamatan Ponjong banyak dikunjungi para penggemar batu akik yang ingin berburu batu akik asli asal Gunung Kidul. Oleh karena itu, untuk mengembangkan industri batu akik yang ada di desa tersebut, pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta lantas membangun sebuah workshop dan showroom batu akik bagi para pengrajin batu akik di Desa Jatisari, sekaligus dipakai untuk menyangga obyek wisata alam kawasan Goa Saptoargo.

 

“Peresmian showroom dan whorkshop batu akik, dibuka langsung oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono ke X pada awal tahun 2015. Pembukaan itu juga menandai secara resmi dibukanya kawasan wisata alam Goa Saptoargo,” jelas Suyatno.

 

Gedung yang dibangun dan diresmikan Oleh Gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta, berada di simpang jalan yang mengarah ke Desa Jatisari, Sawahan dan beberapa desa lan yang tak jauh dari akses jalan provinsi, sehingga diharapkan akan mudah diakses para pengunjung dan wisatawan yang datang ke tempat ini.

 

Selain dipergunakan sebagai ruang pamer batu akik asli asal Gunung Kidul, bangunan tersebut juga dipakai sebagai tempat untuk memotong dan mengasah batu akik.

 

“Berbagai jenis batu batu akik dipamerkan di ruang pamer, diantaranya batu akik pancawarna, agate, opal, fosil dan batuan alam lain yang kesemuanya ditambang asli dari desa-desa sekitar,” kata Suyatno

 

Dari beberapa desa yang ada di kawasan ini menurut Suyatno, desa yang menjadi sentra penambang dan pengrajin batu akik yaitu Desa Jatisari. Selain menjadi lokasi sentra pertambangan batu akik, di Desa Jatisari juga terdapat hasil tambang emas dan tambang mangan. Namun hingga saat ini kedua tambang hasil bumi tersebut masih belum bisa diekplorasi.

 

“Hanya beberapa bagian saja yang pernah diambil untuk diteliti sebagai sample,” ujar Suyatno menjelaskan keberadaan tambang hasil bumi di desanya.

 

Keberadaan lokasi tambang emas dan tambang mangan yang letaknya tak begitu jauh dengan kawasan obyek wisata Goa Saptoargo, membuat para penambang harus memperhitungkan dampak kerusakan lingkungan jika harus diekplorasi. Selain letak geografis yang belum bisa memungkinkan untuk ditambang, faktor perijinan yang sulit juga semakin membuat sumber daya alam di kawasan tersebut hingga kini hanya menjadi aset terpendam milik penduduk sekitar.

 

“Lokasi tambang emas berada di lahan perorangan, di sebuah bukit kapur milik penduduk Desa Jatisari,” jelas mantan pamong desa yang menjabat menjadi kepala desa secara turun temurun sejak tahun 1975.

 

Dijelaskan oleh mantan kepala desa yang akan maju menjadi calon Kades tahun 2015 ini, keberadaan sentra batu akik dan seluruh hasil bumi yang ada di Desa Jatisari, menjadi kesatuan dengan dibukanya kawasan wisata Goa Saptoargo. Meski obyek wisata itu hingga kini masih sepi dari kunjungan para wisatawan, tetapi harapan warga desa sekitar, dengan dibukanya kawasan wisata Goa Saptoargo, sedikit banyak warga memiliki harapan akan adanya nilai tambah dari sektor pariwisata dan tambang batu akik.

 

“Keberadaan sentra industri batu akik di Desa Jatisari diharapkan akan mampu mendongkrak kunjungan wisatawan ke Goa Saptoargo,” ujar Mantan Kades yang sudah di karuniai 3 orang putra kepada Misteri.

 

“Oleh sebab itu, wisata goa di kawasan ini diharapkan akan mampu memberi devisa bagi pemerintah desa setempat,” tambahnya.

 

Menurut data para ahli geologi, kawasan Goa Saptoargo terbentuk dari proses geologi yang dimulai sekitar 1,556 Juta tahun yang silam, pada era Miosen tengah hingga Miosen akhir. Goa Saptoargo tersusun dari batu gamping klastik dan neoklastik yang terbentuk dari pengendapan material-material sendimen yang berasal dari laut. Dalam waktu jutaan | tahun, endapan sendimen tersebut mengalami lithifikasi (pembatuan) menjadi batu gamping.

 

Sifat batu gamping (CaCcO3) yang mudah larut, serta adanya retakan-retakan pada permukaan batuan, membuat air yang berada di atas permukaan mampu masuk dan mengenai lapisan gamping di bawah permukaan. Sehingga gamping tersebut mengalami pelarutan dan terbentuk goa, serta sungai bawah tanah. Karena dibantu oleh proses tektonik-tektonik bumi berupa pengangkatan oleh gaya endogen, maka batuan yang awalnya berada di bawah permukaan mengalami pengangkatan dan akhirnya muncul di permukaan seperti saat ini bersama dengan proses erosi dan pelarutan di atas dan bawah permukaan goa.

 

Sedangkan stalaktit dan stalakmit adalah struktur batuan penciri goa dengan komposisi gamping yang terbentuk akibat pelarutan dan reklistalisasi gamping dengan media tetesan air dalam goa. Bagi penduduk sekitar Gua Saptoargo menyimpan banyak cerita, ada banyak kisah mistis yang tersembunyi di dalamnya. Menurut cerita kawasan Goa Saptoarga sering digunakan sebagai tempat untuk menjalani laku pertapa.

 

Bahkan diyakini, Presiden Soekarno juga pernah bertapa di Goa Saptoargo. Tak sedikit para pengagum Bung Karno yang kebanyakan mereka adalah para tokoh spiritual berusaha menelusuri jejak petilasan Bung Karno di komplek Goa Saptoargo, namun sampai sekarang penelusuran tersebut masih belum menemukan bukti nyata adanya petilasan Bung Karno di Goa Saptoargo.

 

Akan tetapi meski tak diyakini secara nyata (adanya petilasan), para tokoh spiritual tetap meyakini bahwa Presiden RI yang pertama pernah bertapa di dalam Goa Saptoargo. Keyakinan para tokoh spiritual ini berdasarkan atas petunjuk gaib yang pernah diterima oleh beberapa tokoh spiritual saat mereka menjalani laku bertapa di Goa Saptoargo.

 

Di dalam Goa Saptoargo menurut pengakuan para tokoh sesepuh desa, terdapat makhluk gaib penunggu goa yang berwujud ular jamang, harimau, dan landak. Binatangbinatang ini seringkali dilihat oleh penduduk desa, saat penduduk desa mencari air di dalam goa. Selain binatang gaib, di dalam gua juga terdapat batu yang menyerupai lampu gantung dan besalen, tetapi tidak semua orang bisa melihatnya. Besalen adalah tempayan wadah air yang dipakai untuk menyepuh keris usai keris ditempa pada awal pembuatannya.

 

Konon diyakini di dalam Goa Saptorenggo terdapat besalen para Mpu gaib, tempat membuat pusaka para Mpu di alam gaib. Besalen ini menurut cerita beberapa warga yang pernah melihatnya, berupa cincin batu yang dikelilingi oleh bebatuan dengan strukti berbentuk sisik ular naga. Selain besalen, pada mulut gua juga terdapat batu besar yan menyerupai bentuk hewan gajah, oleh karena itu disebut dengan nama watu gajah.

 

Kawasan obyek wisata Goa Saptoargo, terdiri dari empat goa yaitu, Goa Saptoargo, Goa Nggrembel, Goa Plulutan dan Goa Groda. Lobang Goa Saptoargo tembus dengan dua lubang goa lainya yakni Goa Plulutan dan Goa Groda, sedangkan Goa Nggrembel memiliki akses jalan buntu. Tembusan lobang Goa Saptoargo dengan Goa Plulutan berjarak sekitar 800 meter, sedangkan jarak tembus dari Goa Saptoargo ke Goa Groda kurang lebih sekitar 1km. Seluruh akses jalan tembus yang ada di dalam goa adalah alur aliran sungai bawah tanah yang mengalirkan air sangat deras sekali.

 

Untuk itu tidaklah mudah bagi para pengunjung dan wisatawan jika ingin menyusuri aliran sungai bawah tanah. Selain licin, peralatan yang dibawa juga harus lengkap standar keselamatan. Penelusuran jalan tembus ini pernah dilakukan oleh penduduk sekitar, pada saat acara peresmian obyek wisata kawasan Goa Saptoargo oleh Sr Sultan Hamengku Buwono ke XX.

 

Sebagai seorang tokoh masyarakat yang dituakan di desanya sekaligus Kades: Jatisari saat dirinya masih menjabat, Suyatno harus mempersiapkan dan mengatur segala persiapan dalam rangka menyambut kedatangan Gubernur DIY. Saat itulah Suyatno pertama kali menyusuri alur sungai bawah tanah yang ada di dalam Goa Saptoargo. Dari penelusuran tersebut Suyatno takjub dengan pemandangan alam yang ada di dalam Goa Saptoargo. Banyak stalakmit dan stalagtit yang berkilauan diterpa sinar dari cahaya lampu listrik, karena di setiap titik sudut goa, penduduk desa menempatkan bohlam penerangan listrik dengan menarik kabel sepanjang seribu meter dari luar mulut goa.

 

Penyusuran yang dilakukan Suyatno dengan penduduk desa, harus menyusuri tepi aliran sungai bawah tanah Sepanjang 350 meter hingga tembus ke Goa Groda dan Goa Plulutan. Kedalaman sungai bawah tanah yang mencapai satu meter, membuat Suyatno harus ekstra hatihati pada saat menyusuri. Tak jarang di sepanjang perjalanan yang harus dilewati, mantan kepala besa Jatisari ini harus mendaki tebing batu karang di dalam goa, karena ketiadaan akses jalan di tepi sungai.

 

Alur sungai sepanjang tiga ratus lima puluh meter, dibeberapa titik bagian memiliki kedalaman air yang sangat dalam, oleh karena itu Suyatno harus hati-hati agar jangan sampai terperosok masuk ke dalam sungai. Keindahan Stalaktit dan stalakmit yang tertata rapi di atas dinding goa mampu memukau Suyatno dan penduduk desa, yang saat itu bertugas memasang aliran listrik di sepanjang jalan di dalam goa.

 

Goa Groda, dinamakan dengan nama Groda karena goa ini pada jaman dahulu dikenal dengan nama Parang Garuda. Nama yang pernah diambil dari seorang tokoh sakti yang pernah berkuasa di daerah Plarung. Letak Goa Groda berada di sebelah barat Dusun Plarung. Akses jalan menuju ke goa ini dari Goa Saptoargo harus melewati rumah pemukiman penduduk desa. Sedangkan akses jalan masuk ke lobang goa, para pengunjung dan pelaku ritual harus menyusur pematang kebun jagung sejauh 300 meter dar pinggir jalan desa. Akses jalan ini seringkali menyesatkan para pengunjung, karena ketiadaan papan arah tujuan ke Goa Groda.

 

Ketiadaan penunjuk arah, ditambah lagi dengan posisi goa yang berada di dalam kawasan hutan akan semakin membingungkan para pengunjung. Tak jarang banyak pengunjung yang tersesat masuk ke dalam hutan, bila mereka tidak dipandu oleh penduduk desa sekitar.

 

Lobang Goa Groda memiliki tinggi kurang lebih sekitar satu setengah meter. Tetapi jika sudah berada di dalam, luas area di dalam goa seperti luas bangunan lapangan basket. Sulitnya sinar matahari menembus masuk kedalam mulut goa membuat suasana di dalam Goa Groda tampak gelap sekali. Hanya suara gemuruh aliran sungai bawah tanah dan decit suara kelelawar yang terdengar setiap saat. Gemuruh suara air yang ada di dalam goa, berasal dari arus air terjun yang ada di dalam Goa Groda. Gelapnya situasi di dalam goa, membuat sinar lampu bateray hanya mampu mencapai jarak sekitar satu meter saja.

 

Di dalam Goa Groda terdapat beberapa tempat yang sering dipakai untuk menjalani laku ritual dan bertapa. Tak terkecuali Suyatno juga sering menjalani laku ritual di salah satu tempat di dalam Goa Groda. Para pelaku ritual yang menjalani laku biasanya bertapa di sebuah lubang goa yang tak jauh dari mulut Goa Groda. Di tempat ini para pelaku ritual menjalani laku bertapa selama tiga hari atau tujuh hari, yang penting mengambil hitungan jumlah hari ganjil.

 

Sebelum menjalani ritual menurut mantan kepala desa ini, terlebih dulu harus mandi keramas dengan cara mengambil air yang diambil dari sungai bawah tanah yang ada di dalam Goa Groda. Usai mandi keramas, kemudian dilanjutkan membakar dupa wangi di mulut goa, barulah dilanjutkan dengan ritual bertapa di lobang goa. Para pelaku ritua yang menjalani laku di Goa Groda biasanya berharap memperoleh kederajatan, tak terkecuali seperti yang pernah diharapkan oleh Suyatno. Dari perjalanan laku yang pern: ia jalani di Goa Groda, Suyatno akhirnya mampu menjabat menjadi kades selama dua periode berturut-turut.

 

Selain Suyatno, penduduk desa lain seringkali juga memanfaatkan tempat keramat tersebut untuk menjalani laku penyuwunan dan ngalap berkah. Oleh sebab itu setiap malam Jum’at Kliwon dan malam Selasa Kliwon, Goa Groda selalu didatangi para pelaku ritual dari desa sekitar ataupun orang orang yang berasal dari luar desa.

 

Dari beberapa pengakuan para pelaku ritual yang pernah didengar oleh Suyatno, keinginan mereka memang berbagai macam, tetapi yang paling sering ia dengar kebanyakan mereka menginginkan kederajatan. Maka dari itu pada saat pemilihan kepala desa, kawasan Goa Saptoargo ramai dikunjungi para pelaku ritual yang kebanyakan mereka adalah para calon kepala desa.

 

Para pengunjung goa yang ingin menjalani laku tidak hanya bertapa di Goa Groda, tetapi ada juga yang menjalani laku di Goa Plulutan. Nama Goa Plulutan diambil dari nama jenis tumbuhan rumput yang banyak tumbuh di sekitar Goa Plulutan. Getah tanaman ini oleh penduduk desa biasa dipakai untuk memikat atau melengketkan, yang di dalam bahasa jawa disebut dengan nama pulut. Oleh karena itu nama Plulutan diambil dari kata sebutan Pulut.

 

Bila dibandingkan dengan goa lain yang ada di kawasan Goa Saptoargo, Goa Plulutan memiliki konstur geografis dataran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan dataran lain. Ketinggian letak geografis Goa Plulutan berkisar 200meter dari atas permukaan air laut, sehingga para pengunjung yang ingin berwisata ke goa ini harus melewati tanjakan jalan desa.

 

Para pengunjung yang ingin menyusuri lebih dalam lagi ke Goa Plulutan diharuskan memakai peralatan yang lengkap. Seperti lampu penerangan batery, sepatu gunung, tali dan peralatan keselamatan lainnya. Karena selain licin, di dalam Goa Plulutan juga banyak dihuni hewan kelelawar. Penyusuran jalan di dalam Goa Plulutan sama seperti menyusuri sungai bawah tanah yang ada di Goa Saptoargo, dibeberapa tempat para pengunjung harus memanjat dinding goa, karena ketiadaan akses jalan setapak di pinggir sungai bawah tanah.

 

Seluruh akses jalan yang ada di dalam goa, memiliki tembusan antara satu goa dengan goa yang lain. Hanya Goa Nggrembel saja yang tidak memiliki tembusan alias buntu. Nama Goa Nggrembel menurut cerita, diambil karena goa tersebut sering dipakai untuk berkumpul para pejuang menyusun strategi perang, oleh karena itu tempat tersebut lantas disebut dengan nama Nggrembel dari sebutan ‘bergerombol’.

 

Di balik semua cerita yang ada di dalam obyek wisata Goa Saptoargo, terdapat satu cerita kisah perjalanan Sultan Hamengku Buwana ke IX pada masa beliau menjalani laku prihatin di Goa Saptoargo.

 

Dalam cerita tersebut dikisahkan, bahwa nama Saptoargo memiliki arti yaitu tujuh puncak. Ketujuh puncak tersebut yang dimaksudkan adalah para penguasa gaib tujuh gunung yang pernah bertemu di sebuah goa di daerah Gunung Kidul, dalam rangka menyusun strategi pertempuran dengan penguasa gunung Merapi. Beberapa penguasa ghaib itu dua diantaranya yaitu penguasa gunung Panggang dan gunung Sengit yang berada di Gunung Kidul.

 

Perseteruan para penguasa gaib tersebut akhirnya membuat Sultan Jogja harus turun tangan mendamaikan para penguasa gaib. Dalam misi mendamaikan ini, Sultan Jogja harus menempuh laku prihatin di kawasan Goa Saptoargo tanpa harus diketahui oleh orang lain, dalam arti kata melakukan perjalanan gaib ke Goa Saptoargo. Akan tetapi pada saat beliau melakukan perjalanan gaib, suatu ketika saat berada kawasan Saptoargo beliau bertemu dengan seorang penduduk.

 

Dalam pertemuan ini penduduk kaget karena dikejutkan dengan kehadiran sosok priyayi agung mengenakan pakaian kebesaran seorang raja berdiri dihadapannya. Tetapi belum sempat orang itu mengetahui siapa priyagung yang berdiri tepat di hadapannya, raja Kasultanan Jogja itu menghilang dari hadapannya. Bagi penduduk desa, pertemuan antara dirinya dengan priyagung Jogja berada di sebuah tanah lapang di kawasan Goa Saptoargo. Akan tetapi lain halnya bagi sosok priyagung tersebut, karena di dalam alam gaib kawasan tersebut sebenarnya adalah sebah telaga warna warni yang dikenal dengan nama “Telaga Mardida.”

 

“Menurut cerita penunggu gaib Telaga Mardida adalah Sugriwa Subali,” terang Suyatno menceritakan mitos cerita Goa Saptoargo.

 

Ditambahkan oleh Suyatno, perjalanan Sultan Jogja akhirnya tiba di Goa Saptoargo dan dilanjutkan dengan menjalani laku bertapa di dalam goa, hingga berhasil meredam perseteruan para penguasa gaib tujuh gunung di Gunung Kidul dengan penguasa gaib Gunung Merapi.

 

Berbagai cerita mistis yang ada di dalam obyek wisata kawasan Goa Saptoargo, bagi mantan Kades, menjadi bagian dari sebuah legenda kearifan lokal yang harus dilestarikan. Karena maksud di dalam cerita ini, agar penduduk sekitar senantiasa selalu men aga kelestarian alam. Meski kebenaran dari cerita tersebut memang belum bisa diyakini kebenarannya, namun mitos tersebut mampu menjaga kelestarian alam selama ratusa atau bahkan ribuan tahun sejak dari dulu hanya sekarang ini. Pungkasnya kepada penulis. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)