Ngaji Bareng Kyai Pamungkas:
PENGERTIAN TAUHID DAN MACAMNYA
Pertanyaan:
Apa yang Anda ketahui tentang tauhid dan macam-macamnya?
Jawaban:
Tauhid secara bahasa adalah bentuk masdar dari kata wahhadayuwahhidu atau “menjadikan sesuatu hanya satu’. Tauhid ini tidak akan terealisasi kecuali dengan menolak dan menegaskan, yaitu menolak hukum selain yang satu dan menegaskannya. Misalnya kita katakan, “tidak sempurna tauhid seseorang hingga dia bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah,” maka dia menolak tuhan-tuhan selain Allah, dan hanya menegaskan Allah semata sebagai Tuhan. Penolakan yang utuh berarti pengabaian secara utuh dan penegasan secara utuh berarti tidak memberikan ruang bagi yang lain untuk terlibat dalam hukum. Jika Anda katakan “si fulan berdiri” maka pernyataan itu menegaskan bahwa dia berdiri tetapi tidak berarti hanya dia yang berdiri, karena bisa jadi ada juga orang lain yang berdiri. Tetapi jika Anda katakan, “tidak ada orang yang berdiri,” berarti Anda telah menyatakan penolakan secara tegas, sehingga tidak ada seorang pun yang berdiri. Jika Anda mengatakan “tidak ada yang berdiri selain Zaid,” berarti hanya Zaid saja yang berdiri dan menolak orang lain berdiri. Itulah hakikat tauhid dalam realitas, atau tauhid tidak terjadi hingga mengandung unsur penolakan dan penegasan.
Mentauhidkan Allah dalam arti umum adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sesuatu yang khusus kepada-Nya.
Tauhid ini menurut ahlul ilmi terdiri dari tiga macam:
Pertama: tauhid rububiyah.
Kedua: tauhid uluhiyah.
Ketiga: tauhid asma’ dan sifat.
Ketiga macam tauhid itu bisa diketahui dengan cara melihat, menelaah, dan meneliti ayat-ayat dan hadits-hadits, sehingga mereka dapati bahwa tauhid tidak keluar dari ketiga macam tauhid ini. Penjelasan dari ketiga tauhid itu adalah sebagai berikut:
Tauhid rububiyah, yaitu mengesakan Allah dalam penciptaan, kekuasaan dan pengaturan. Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari sisi keesaan Allah dalam penciptaan maka hanya Allah lah Yang Maha Menciptakan, tidak ada Pencipta selain-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia: maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (Faathir: 3).
2. Hanya Allah-lah Yang memiliki kerajaan dan Dialah rajanya, seperti yang difirmankan Allah, “Mahasuci Allah Yang di Tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu,.” (Al-Mulk: 1)
Kemudian firman Allah, “Katakanlah, “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?” (Al-Mukminun: 88).
Dengan demikian, raja diraja yang mutlak secara umum dan menyeluruh adalah Allah semata, sedangkan penisbatan kekuasaan kepada selain-Nya adalah penisbatan semu. Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri, memang telah menegaskan adanya kekuasaan kepada selain-Nya, seperti yang difirmankan-Nya,
“Atau di rumah yang kamu kuasai kuncinya…” (An-Nuur: 61) Kemudian firman Allah,
“Kecuali kepada isterinya atau hamba sahayanya maka sesungguhnya mereka tidak tercela.” (Al-Mukminun: 6)
Ini menjadi bukti bahwa kekuasaan manusia itu terbatas dan terikat. Lain halnya dengan kekuasaan Allah adalah kekuasaan yang umum, menyeluruh dan mutlak. Allah bebas berkehendak sesuka hati-Nya dan tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka ditanya.
3. Pengaturan. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengatur. Dia mengatur makhluk, mengatur langit dan bumi, seperti yang difirmankan Allah:
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-A’raaf: 54)
Tauhid uluhiyah, yaitu mengesakan Allah dalam beribadah dengan tidak menyernbah sesuatu dan mendekat kepadanya seperti menyembah Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Tauhid semacam inilah yang menjadikan orang-orang musyrik itu sesat, sehingga mereka diperangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, darah, harta, tanah, dan rumah mereka halal, wanita-wanita dan anak-anak mereka ditawan. Dialah yang karena tauhid ini mengutus para rasul dan menurunkan Al-Kitab, untuk menjelaskannya, di samping menjelaskan tauhid rububiyah, dan tauhid asma’ dan sifat. Tetapi penyakit kaum yang paling banyak diobati oleh para rasul adalah penyakit tauhid uluhiyah ini, sehingga tidak diperkenankan seorang pun untuk beribadah kepada selain Allah, baik raja besar, nabi yang diutus, wali yang shalih atau siapa pun dari para makhluk, karena ibadah tidak sah kecuali kepada Allah. Barangsiapa yang melanggar tauhid jenis ini maka dia telah menjadi musyrik dan kafir, walaupun dia mengakui adanya tauhid rububiyah, tauhid asma’ dan sifat.
Jika ada seseorang percaya bahwa Allah adalah Pencipta, Raja dan Pengatur segala urusan, dan bahwa Allah memiliki nama-nama dan sifatsifat, tetapi di samping itu dia juga menyembah selain Allah, maka pengakuannya terhadap tauhid rububiyah, dan tauhid asma’ dan sifat itu, tidak ada gunanya. Seandainya ada seseorang yang sangat percaya penuh kepada tauhid rububiyah dan tauhid asma’ dan sifat, tetapi dia pergi ke kuburan dan menyembah penghuninya, atau bernazar akan menyembelih kurban di tempat itu untuk mendekatkan dirinya, maka dia adalah musyrik dan kafir yang abadi di dalam neraka. Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman,
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” (Al-Maidah: 72).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungyawabannya. ” (Al-lsraa”: 36).
Barangsiapa yang membuat permisalan tentang kedua tangan itu dengan tangan makhluk berarti dia telah mendustakan firman Allah,
“Tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.” (Asy-Syuuraa: 11) Dia juga telah bermaksiat kepada Allah dengan menentang firmanNya,
“Janganlah kalian membuat perumpamaan tentang Allah.” (An-Nahl: 14).
Barangsiapa yang mempertanyakan bagaimana, dan berkata bahwa tangan itu berbentuk tangan tertentu bagaimanapun bentuknya, maka dia telah mengatakan sesuatu tentang Allah yang tidak diketahui.
Tentang masalah sifat, misalnya kita beri contoh lain yaitu bersemayamnya Allah di atas singgasana. Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa Dia bersemayam di atas singgasana (‘Arsy) di tujuh tempat di dalam Kitab-Nya dengan lafal “Istawa”” dan “ala al-‘Arsy.” Jika kita kembali pada kata “istawa'” dalam bahasa Arab kita dapati, jika bertemu dengan huruf “ala” berarti bersemayam di atas, sehingga makna firman Allah,
“Yaitu (Allah) Tuhan Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas Arsy.” (Thatha: 5) dan ayat-ayat lainnya berarti bersemayam di atas “Arsy dengan cara khusus, bukan seperti bersemayamnya manusia secara umum. Persemayaman semacam itu hanya Allah yang memiliki dengan persemayaman yang sesungguhnya, yaitu bahwa Dia bersemayam di atas singgasana-Nya, dengan persemayaman yang sesuai dengan Allah, bukan seperti duduknya manusia di atas kasur atau menunggang di atas punggung binatang ternak, bukan pula seperti tingginya planet-planet di angkasa sebagaimana yang difirmankan Allah,
“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasang dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya: dan supaya kamu mengucapkan, “Mahasuci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan Sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (Az-Zukhruf: 12-14).
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Our’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahamu(nya).” (Az-Zukhruf: 3).
Para salaf dan tabi’in menyepakati makna ini dan tidak ada satu huruf pun yang bertentangan dengan pendapat ini. Jika ada lafal dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi tidak ada penafsiran dari riwayat para salaf yang menentang makna dzahirnya, berarti bahwa mereka tetap mempertahankan makna lahir ayat itu dan meyakini kebenaran apa yang ditunjukkan secara lahir itu.
Kesimpulannya bahwa dalam tauhid asma’ dan sifat kita harus menegaskan terhadap Allah sifat-sifat dan nama-nama yang Dia tegaskan sendiri untuk Diri-Nya atau ditegaskan Rasul-Nya dengan penegasan yang sebenarnya tanpa mengubah, tanpa meraba-raba, tanpa mempertanyakan, dan tanpa membuat permisalan. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)