Panggonan Wingit:

PASETRAN GANDAMAYIT, TITIK KUMPUL DEDEMIT

 

Keangkeran Pasetran Gandamayit Ku berupa daratan menjorok ke Laut Selatan ini tak dapat dielakkan orang. Tidak banyak orang berani menjamah tempat ini, kecuali mereka yang memiliki nyali yang tinggi atau diantar oleh sesepuh yang sudah akrab dengan penghuni gaib tempat ini. Berbagai kejadian telah dialami oleh orang-orang yang pernah datang ke tempat ini. Herry Santosa, 40 tahun, suatu ketika pernah ingin tahu tentang keadaan Pasetran Gandamayit. Waktu itu ia memang termasuk orang yang tidak percaya dengan kasak-kusuk tentang keangkeran Pasetran Gandamayit.

 

“Bersama seorang teman, saya nekad menginjakkan kaki ke tempat angker itu,” Kisah Herry dengan nada serius.

 

Alkisah, pada hari yang telah ditentukan dua orang dari Blitar itu berjalan menuju pegunungan kapur selatan atau lebih dikenal dengan sebutan Blitar Selatan. Sampai di Kecamatan Wonotirto, mereka harus bergerak masih ke Selatan lagi untuk mencapai Pasetran Gandamayit. Tiba di lokasi sepeda motor mereka titipkan di rumah penduduk desa. Kemudian berjalan lagi kira-kira 7 Km. menuju Pasetran Gandamayit. Apa yang terjadi setibanya mereka di tempat yang diklaim sangat angker itu?

 

“Siang itu memang tidak ada apaapa yang kami temui. Hanya hutan yang tidak begitu lebat. Namun anehnya, ketika kami akan pulang tidak menemui jalan kembali. Setiap berjalan, pasti sampai ke tepi laut lagi. Begitu malam tiba kami menjadi ketakutan, sebab belum juga menemukan jalan pulang,” cerita Herry Santoso kepada penulis, “Kami berdua terpaksa mencari tempat yang agak lapang. Kemudian membuat api unggun. Malam itu kami begitu nge, Banyak hal-hal yang tidak masuk akal kami alami. Misalkan saja, kami selalu mendengar suara-suara aneh yang sepertinya sengaja menteror kami berdua. Untungnya para lelembut itu tidak menampakkan diri, seandainya kami melihat, harus kemana lagi kami lari.

 

Demikian cerita Herry Santosa yang mendorong penulis untuk datang ke Pasetran Gandamayit. Ketika penulis akan berkunjung ke sana, terlebih dulu menemui Mbah Ladi, seorang tua yang telah biasa mengantarkan tamu menghadap Ratu Laut Selatan di Pasetran Gandamayit. Mbah Ladi tinggal di Desa Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar. Desa Tambakrejo merupakan desa nelayan yang sangat terkenal di Blitar.

 

“Banyak sekali hal-hal gaib di Pasetran Gandamayit. Sebab tempat itu merupakan pendapa tempat pertemuan para lelembut dari Laut Selatan dengan para siluman yang berada di daratan,” tutur Mbah Ladi.

 

Menurut Mbah Ladi, pertemuan antara lelembut penghuni lautan dengan daratan tidak dapat dipastikan. Mbah Ladi sendiri tidak dapat menyaksikan saatsaat pertemuan itu. Sebab saat pertemuan itu selalu dijaga ketat oleh para prajurit siluman. Para siluman pilihan yang memiliki kesaktian lebih, sebab mereka menjaga raja atau ratu mereka.

 

“Tanda-tanda ada pertemuan itu jika laut selatan terdengar bergemuruh sangat menakutkan. Ombak besar bergulung ke pantai, sehingga para nelayan di Pantai Tambak tidak ada yang berani melaut. Padahal tidak ada badai dan tidak ada angin yang bertiup. Malam yang biasanya terang menjadi sangat gelap, paket sekali. Seperti melihat dua meter saja tidak tampak, Dulu saya pernah mencoba untuk mengerahkan tenaga, Dua bukit sudah saya daki dan saya turuni, saat saya mendaki bukit terakhir tiba-tiba terdengar teriakan sangat ramai. Saya tidak dapat melihat wujud pemilik suara itu. Tangkap orang itu, seret orang itu, lemparkan orang itu! Begitulah teriakan mereka. Tiba-tiba badan saya seperti melayang, melesat cepat sekali di atas bukit dan saya terjatuh di pantai dekat perkampungan saya. Itulah salah satu pengalaman menegangkan yang saya alami,” cerita Mbah Ladi, panjang lebar.

 

Dengan cerita yang membuat bulu kuduk berdiri itu, kemudian Mbah Ladi menanyai penulis apakah masih ingin datang ke Pasetran Gandamayit. Semakin menarik cerita itu maka semakin kuat keinginan penulis untuk menyinggahinya. Ya, demi memuaskan keingintahuan pembaca tercinta.

 

Hari itu, perjalanan dari Desa Tambakrejo ke Pasetran Gandamayit hanya dapat dilakukan dengan berjalan kaki. Sebab jalan yang dilalui hanya berupa jalan setapak yang sangat sunyi. Begitu mendaki sebuah bukit saja, ternyata keringat telah mengucur deras. Namun pemandangan pantai dari puncak bukit ternyata sangat mengagumkan. Lautan yang terhampar luas dengan ombak yang menghempas jurang, seakan-akan adalah selubung misteri yang terpendam.

 

Turun dari bukit pertama, kami menyusuri pantai yang indah dan belum terjamah moderninasi. Mendaki bukit kedua rasanya semakin jauh dari perkampungan, tenaga juga semakin terkuras. Hal itu sangat berbeda dengan Mbah Ladi. Pria berusia 70 tahun itu masih tampak berjalan biasa. Tubuhnya kelihatan masih segar, tidak seperti penulis yang sangat kelelahan.

 

Memasuki bukit ke tiga yang disebut Pasetran Gandamayit keadaan tampak semakin seram. Bukit itu berupa tanjung yang cukup jauh menjorok ke tengah lautan. Hutannya masih lumayan lebat.

 

“Wah, sedikit gawat!” tiba-tiba Mbah Ladi berhenti sambil memandang ke arah bukit yang masih berupa hutan lebat itu. “Di pendapa banyak penghuninya. Sedang ada apa di sana?” ‘

 

“Yang penting tidak mengganggu kan, Pak!” ujar Misteri dengan suara setengah berbisik.

 

“Ya, tapi kita harus hati-hati!” timpal Mbah Ladi. Dia segera berjalan mendahului penulis, mendaki bukit yang dinamakan Pasetran Gandamayit itu.

 

Hutan di Pantai Selatan itu benar-benar tampak senyap dan angker. Hawa dingin di siang hari itu sangat berbeda dengan udara di tempat lain. Pohon yang besar-besar masih belum terjamah tangan-tangan jahil yang membutuhkan. Mungkin orang-orang takut dengan keangkeran Pasetran Gandamayit. Sesampai di tempat yang agak datar, Mbah Ladi Berhenti.

 

“Ini adalah pendapa yang dimaksud,” cetus Mbah Ladi. Dia menatap wajah penulis seperti membaca ketidakyakinan yang penulis rasakan. “Kalau belum yakin, dapat dibuktikan!” tantangnya.

 

“Bagaimana caranya, Mbah?” pancing penulis.

 

“Kalau memang ingin buktinya, kau harus mematuhi untuk tidak berkata apa-apa saat melihat apa pun yang terjadi yang kau lihat. Sebab jika perkataanmu salah, bisa-bisa dihukum dan tidak akan kembali lagi berkumpul dengan manusia,” saran Mbah Ladi yang disanggupi penulis.

 

Mbah Ladi kemudian bibirnya komatkamit. Mungkin membaca mantra. “Mendekatlah, saya usap muka kamu!” bisiknya dengan suara bergetar.

 

Begitu wajah penulis diusap dengan telapak tangannya, Misteri sangat terkejut. Tiba-tiba yang tampak antara kenyataan dan bayang-bayang sangat menegangkan. Kenyataannya, hutan itu masih tampak jelas. Namun secara bayang-bayang tempat itu berubah menjadi sebuah tempat yang sangat berlawanan. Pendapa dengan ukuran besar berdiri megah. Arsitektur pendapa menyerupai dengan pendapa di Keraton Yogyakarta. Hanya saja warna cat sangat mencolok. Warna yang dipilih seperti hijau muda, merah menyala. Tiang penyangga berupa ukiran ular, dengan kepala empat yang mulutnya menganga menghadap ke empat penjuru. Empat tiang sama bentuknya. Hanya saja pendapa itu masih gelap.

 

Yang sangat mengejutkan, secara samar-samar penghuni pendapa yang berkumpul cukup banyak itu wajahnya berbeda dengan manusia. Ada yang berwajah minp dengan anjing, ada yang seperti kerbau, ada pula yang bermata melotot merah dengan gigi mencuat keluar, ada pula berwajah merah seperti berdarah dan berbibir tebal. Yang terakhir ini sekujur tubuhnya seperti berdarah dan tiba-t ba ia mendekati penulis dengan Mbah Ladi, penulis ketakutan dan menjerit sambil menutup muka. Seketika alam gaib itu berubah menjadi alam nyata.

 

Mbah Ladi tidak perduli. Ia berbicara sesuatu, seakan-akan ada lawan bicaranya. Pasti ia sedang bicara dengan penghuni pendapa yang sekujur tubuhnya berdarah tadi. Penulis hanya menanti Mbah Ladi. Setelah bernafas panjang, Mbah Ladi berhenti. Kemudian mengolok-olok penulis yang begitu saja sudah ketakutan.

 

Saat ditanyakan tentang alam gaib yang hanya remang-remang itu, menurut Mbah Ladi supaya dapat melihatnya dengan jelas harus melakukan puasa dan tirakat. Jika puasa dan tirakatnya diterima, baru dapat melihat dengan jelas tentang alam gaib.

 

Di Pasetran Gandarnayit juga ditemukan sebuah kuburan yang diben cungkup. Menurut Mbah Ladi yang meninggal di tempat itu tidak diketahui siapa namanya, namun ia mati karena mendapat kutukan dari pare penghuni Pasetran Gandamayit. Sedang orang-orang yang pergi ke Pasetran Gandamayit bermacam-macam tujuannya. Ada pegawai yang ingin segera naik pangkat, ada pula yang ingin mencari jimat, ada pula yang mencari pelarisan dalam berdagang.

 

“Namun tidak semua terlaksana, yang terlaksana ternyata juga banyak. Setelah saya memintakan keinginan mereka dan terkabul banyak yang kembali. Ada yang selamatan dan ada pula hanya memberikan ucapan tenma kas h kepada saya,” cerita Mbah Ladi saat perjalanan pulana. Percayakah Anda? Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)