Kisah Kyai Pamungkas:
HANTU PORTAL

Robert dan beberapa temannya belakangan ini sering nongkrong malam-malam di Seven Eleven Kuningan. Letaknya di dalam kompleks apartemen yang konon dibangun di atas tanah bekas kuburan. Bahkan, mungkin karena ada kesulitan dalam negosiasi pembebasan lahannya, sebagian dari kuburan tersebut tetap dipertahankan.

 

Jangan paranoid dulu!

Zaman sudah berubah.

 

Kuburan bukan lagi sebuah tempat angker yang cuma ada pohon kamboja putih di antara ratusan batu nisan. Dalam kompleks tersebut, setelah gerbang, kalau kamu menengok ke kanan, sederet nisan berjejer bagaikan ruko di sebuah kompleks perumahan. Tidak ada kesan seram, kecuali lampu merkuri di tepi jalan sebagai penerangan yang bersinar sedikit redup, tapi tidak menakutkan.

 

Biasa-biasa saja.

 

Empat ratus meter dari gerbang, ada portal sebelum masuk ke kawasan Tower A yang sebagian besar penghuninya adalah dari etnis Timur Tengah. Achmad, seorang pemuda keturunan Iran, salah satu teman Robert yang dikenal sebagai playboy, tinggal di situ.

 

Sudah lewat tengah malam ketika Robert bersama Achmad, Farhan, Gatot, dan Donny memutuskan meninggalkan Seven Eleven yang masih ramai pengunjung. Karena sore tadi Robert naik motor dan diparkir di basement Tower A, ke sanalah mereka beramai-ramai.

 

Gatot, yang menyetir mobil tampak masih enggan pulang. Buat dia, nongkrong bersama teman teman seperti ini dapat membuatnya melupakan sejenak permasalahan yang sedang dihadapinya. Kisah putusnya hubungan percintaan dia dengan Letizia yang sudah berlangsung selama tiga tahun sangat memukul hatinya.

 

Donny, sebetulnya tidak punya acara khusus malam ini, besok pun ia tak masalah datang telat ke kantor. Bos sedang ke luar kota. Tapi, kasihan juga si Achmad kalau diajak begadang, bisa ketinggalan pesawat besok pagi kalau malah ketiduran.

 

Farhan, sangat suka nongkrong di Seven Eleven karena pengunjungnya bening bening. Mata jadi segar, kantuk hilang. Bebannya hanya memikirkan skripsi yang sempat terbengkalai karena kerjaan. Kadang terpikir, buat apa lagi sih susah-susah nyelesaiin skripsi? Begini aja juga udah dapat kerjaan enak. Tapi, ibunya pasti kecewa kalau Farhan tidak mencapai gelar sarjana. Semua kakaknya lulus tepat waktu, hanya Farhan yang molor sampai enam tahun begini.

 

Robert adalah yang palingcanggung kalauberhadapan dengan cewek. Pada usianya yang 24 tahun, dia masih jomlo. Belum pernah sekali pun pacaran. Sebetulnya, wajahnya cukup keren dan posturnya juga bagus. Tapi, Robert tidak pandai membawa suasana, tidak mahir menyusun kata kata. Jadi, kalau sudah berhadapan dengan cewek, Robert bingung dan malah diam saja.

 

Gatot melambatkan mobilnya, mereka sudah mendekati portal tower A. Setelah menurunkan Achmad dan Robert nanti, Gatot masih harus mengantar Donny dan Farhan yang tinggalnya searah jalan ke rumah Gatot.

 

Di dekat portal, persisnya di depan pos satpam, berdiri seorang gadis cantik. Kulitnya putih dengan rambut dicat kemerahan. Dandanannya modis dengan rok mini dari bahan kulit berwarna hitam dan blus merah darah. Karena warna-warna itu terlihat kontras dengan kulitnya yang putih, tidak ada sepasang mata pun yang bisa melewatkannya.

 

Donny, yang duduk di jok belakang, menyisir rambutnya dengan jari, lalu melongokkan kepalanya keluar jendela sambil senyam-senyum. Farhan memandang gadis itu dengan takjub, tapi tidak berbuat apa-apa, Robert sebetulnya sangat tertarik dengan kecantikan gadis itu, tapi ia merasa itu bukan jatahnya. Cewek cantik itu pemilih, jadi pasti akan melirik cowok yang keren atau gaul atau kaya atau gabungan ketiganya. Robert turun dari mobil dan langsung berjalan ke tempat dia memarkir motornya.

 

Gatot melirik reaksi temannya satu per satu. Persis seperti yang diramalkannya tadi, Robert langsung pergi menjauh, Farhan dan Donny tertarik, tapi melakukan reaksi yang salah. Kalau perkiraannya benar, sebentar lagi, Achmad akan mendekati wanita cantik itu dan membuka suara. Dengan menahan geli dalam hati, dia membuat hitungan mundur:

 

Lima… empat… tiga… dua… satu….

 

“Nunggu taksi, Mbak?” Achmad mulai mengeluarkan jurus andalannya.

 

Si cantik cuma senyam-senyum.

 

Gatot tanpa sadar memukul dasbor keras-keras sambil menahan senyum, mengagetkan seisi mobil.

 

Achmad mengangkat tangan kanannya untuk melihat jam tangan Fossil yang baru dibelinya minggu lalu. Jarum pendek menunjuk angka 12 dan jarum panjang di angka 2.

 

Ah… waktunya mepet amat? Kalu besok nggak ada acara ke Bali, gue mau nganterin dia.

 

Atau nekat aja ya? Nggak tidur semalam nggak apa apalah. Lumayan, nih… gebetan baru.

 

Tunggu! Kalau dia minta diantar ke Bogor gimana?

 

Wah, bisa runyam nih urusan. Mending, gue kasih Robert aja, biar cepet dewasa tuh anak!

 

“Mbak, pukul segini, taksi agak susah. Gimana kalau ikut temen saya aja naik motor sampai gerbang depan. Kan, di sana lebih gampang cari taksinya,” kata Ahmad sambil menunjuk ke arah Robert yang datang dari arah basement.

 

Lagi-lagi, si cantik tersenyum, lalu mengalihkan pandangan dari Achmad ke Robert yang sekarang sudah duduk di atas motor Honda Tiger-nya. Mungkin, dia sedang menimbang apakah Robert cukup menarik?

 

Robert sendiri juga mulai mengamati wajah cantik yang berdiri di depannya.

 

“Hm…, biar cuma boncengin sebentar, kayaknya oke juga nih! Di depan gerbang tadi kan ada polisi tidur, motor harus direm dong…. Kalo rezeki nggak ke mana kok.”

 

Pikiran kotor Robert mulai merajalela.

 

Di luar dugaan semua orang, si cantik mengangguk malu malu tanda setuju. Sementara itu, Robert berlagak sok cool menyembunyikan kegirangan hatinya.

 

Ekspresinya dibuat kelihatan biasa-biasa saja, lalu pelan pelan menggeser duduknya agak ke depan, menyisakan tempat duduk yang sangat lega seolah penumpangnya segede gajah. Padahal, jantungnya sudah berdegup lebih kencang membayangkan tubuh cewek cantik itu merapat ke punggungnya saat melewati polisi tidur nanti. Si cantik berjalan menghampiri Robert. Tersadar, Robert berusaha menahan dagunya tetap terangkat, menahan senyumannya supaya terlihat samar, dan mati matian menahan rasa gembira.

 

“Ati-ati lo, Bet, jangan ngebut,” kata Donny sirik. Di dalam kompleks apartemen, lewat tengah malam, mana bisa sih ngebut?

 

“Wah… tau gitu, gue bawa motor tadi.” Farhan mulai menyesali nasibnya.

 

“Mad, kok nggak lo tawarin mobil gue sih?” Gatot protes, padahal kan dia yang paling berjasa dari tadi ngangkut teman temannya sampai bisa ketemu si cantik.

 

Hanya Achmad yang diam saja. Teman yang lain juga jadi heran. Apa si Arab playboy satu ini mulai menyesal nawarin motor Robert? Memang, tadinya dia berniat ngerjain Robert yang suka canggung sama perempuan itu. Tapi, sekarang masalahnya jadi lain.

 

“Mad, lo kenapa?” Donny tiba-tiba nyeletuk. Gatot ikut memalingkan kepala dari si cantik ke arah muka

 

Achmad. Ya, muka Achmad memang pucat. Mulutnya sedikit terbuka seperti mau ngomong sesuatu, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

 

“Mad, lo kenapa?” tanya Gatot, “Kalau nyesel udah telat, Bos,” lanjutnya.

 

Achmad mengangkat tangannya perlahan, seperti ada bongkahan beton menggantung di lengannya. Jarinya menunjuk ke arah motor Robert yang mulai menjauh. Semua mata jadi berpaling mengikuti telunjuk Acmad. Motor Robert makin tidak kelihatan karena jalan di depannya agak menikung ke kiri.

 

“Ada apa sih, Mad? Lo ngomong dong!” Donny mulai tak sabar.

 

Achmad memejamkan mata, menarik napas panjang panjang tiga kali, lalu memandangi temannya satu per satu. Kok semua tenang tenang aja? pikirnya heran.

 

“Don, lo telepon si Robert cepetan, suruh balik ke sini lagi,” perintahnya.

 

“Mau ngapain suruh balik? Lo mau ganti nganterin cewek itu? Hahaha, Mad, Mad!” Donny tertawa geli melihat reaksi Achmad.

 

Farhan jadi ikutan gemas. “Ada apa sih kok lo jadi aneh gitu?”

 

Achmad menggaruk kepalanya, rasa kagetnya sudah hilang.Yang tinggal adalah rasa kasihan pada Robert, bercampur dengan khawatir dan rasa bersalah karena dia yang mengusulkan ini semua.

 

“Hei, friends, lo tadi apa nggak ngeliat kaki tuh cewek?” senyum Achmad mulai merekah.

 

“Memangnya kenapa kakinya? Betisnya kayak padi bunting?” tanya Gatot.

 

Achmad berpikir, hebat juga Gatot ini. Gelap gelap, ada cewek cantik, putih, seksi, betis pun tak luput dari pengamatannya. Memang sih, meskipun terbalut stocking berenda warna hitam dan sepatu boot rendah warna merah, betis itu kelihatan bagus.

 

“Telapak kakinya…, telapak kaki cewek itu waktu dia naik motor Robert tadi…, telapaknya menghadap ke kita. Menghadap ke belakang.

 

“Hah?” Farhan mengeluarkan jerit tertahan.

 

Gatot memukul jidatnya sendiri, sementara Donny mendekati Achmad, “Serius lo, Mad?”

 

“Ya iyalah gue serius, lo pikir ngapain gue syok tadi? Cepetan telepon Robert suruh balik! Bahaya tuh, kalau dibawa ke kuburan gimana?”

 

Sementara itu….

 

Hati Robert sedang berbunga-bunga. Jarang-jarang dia bisa boncengin cewek cantik. Mana malam pula, dingin pula. Biasanya, cewek model begini maunya naik mobil. Robert ingin minta cewek ini lebih merapat duduknya, tapi takut digampar. Jadi, dia diam saja sambil harap-harap cemas.

 

Seperti membaca pikiran Robert, si cantik merapatkan tubuhnya ke depan, tangannya mulai memeluk pinggang Robert. Ada senyuman di wajahnya, senyumnya aneh, lebih mirip seringai… andai saja Robert melihat senyuman ini…. Sementara itu, Robert tampak kaget dengan perubahan tiba-tiba ini. Hatinya senang bukan main, tapi sekaligus khawatir.

 

Robert merasakan punggungnya seperti terbakar, panas sekali. Cewek ini demam, mungkin 398 celcius atau… malah 40” celcius? Waduh! Kalau tiba-tiba jatuh pingsan gimana nih?

 

“Mbak, sakit ya?” Tidak ada jawaban.

 

“Mbak, kok panas sekali? Apa mau saya antar ke dokter aja?”

 

Tidak ada jawaban lagi. Tapi, tubuh itu semakin merapat hingga Robert harus menggeser duduknya lebih ke depan lagi. Bukan nggak suka, tapi badan cewek itu panas sekali… rasanya seperti ditempelin panci berisi air mendidih.

 

“Mbak, kita berhenti sebentar ya? Coba saya lihat Mbak sepertinya sakit, demamnya tinggi.” Robert mulai mengurangi kecepatan motornya bermaksud ke pinggir untuk berhenti. Kalau memang cewek ini sakit, sebaiknya dia pinjam mobil Gatot untuk mengantar pulang. Boncengan begini kalau tahu-tahu dia jatuh bagaimana?

 

Belum sampai motor berhenti, si cantik merapat lagi sambil berbisik di telinga Robert. Napasnya juga panas meniup telinga hingga Robert sempat seperti kejang sejenak. “Kenapa, Mas?” Suara itu… suara itu seperti datang dari perut bumi. Berat sekali dan berdesis desis seperti ular. Ini rupanya kenapa dari tadi si cantik cuma senyam-senyum, suaranya jelek sekali! Robert menjauhkan kupingnya dari bibir si cantik karena tidak tahan hawa panas yang membungkus pungggung dan telinganya.

 

“Saya panas ya? Hi… hi… hi….

 

Robert merinding, selain hawa panas yang sangat mengganggu, ini cewek kenapa suaranya lama-lama jadi seram ya? Ketawanya lebih mirip orang tercekik. Sekali lagi, Robert menggeser duduknya lebih ke depan lagi. Punggungnya serasa terbakar, dan dia sudah nggak tahan lagi.

 

Tangan yang tadi membelit pinggangnya tiba-tiba lepas, mungkin si Cantik tersinggung karena sikap dan omongannya tadi. Robert harus minta maaf, dan membawanya ke dokter. Kan bukan salahnya kalau suhu panas itu karena sakit? Pelan-pelan, Robert menepi dan berhenti. Si Cantik harus disuruh turun dulu supaya Robert bisa memeriksa keadaannya.

 

“Mbak, turun sebentar ya? Biar saya lihat kenapa kok panas badannya?”

 

Tidak ada jawaban. Robert merasa serbasalah, sekarang mesti gimana? Meraba badannya dari depan? Nanti disangka kurang ajar. Memegang tangannya? Ya, mungkin itu yang paling sopan. Robert mengulurkan tangannya ke belakang untuk memegang tangan si Cantik. Tangan Robert tidak membentur apa pun… tidak ada siapa-siapa di boncengannya. Robert panik, waduh… cewek itu pasti jatuh. Gimana nih? Cepatcepat dia turun, mendirikan motornya, dan mulai berjalan menyusuri jalanan yang dilewatinya tadi.

 

Jatuhnya nggak mungkin jauh jauh amatlah, kan baru aja dia lepas dari pegangan di pinggangnya.

 

Tapi, kalau memang jatuh, terus mesti gimana nih?

 

Robert masih terus mencari menengok ke kanan ke kiri tanpa hasil. Tiba-tiba, dari arah depannya, ada suara klakson yang sangat keras dan lampu dim yang dikedipkan berkali-kali. Dalam silau, Robert melihat bahwa itu mobil Gatot lengkap dengan ketiga temannya tadi. Mereka berhenti tepat beberapa sentimeter di depan Robert.

 

“Kalian ini apa-apaan sih? Malam-malam klakson kayak gitu bikin kaget aja!” maki Robert.

 

“Mana tuh cewek?” Acmad menatap mata Robert dalam dalam.

 

“Iya, Mad, dia sakit, tadi badannya panas banget. Gue mau periksa, maksud gue mau antar dia ke dokter…, eh, tahu-tahu dia kok nggak ada. Gue pikir jatuh.”

 

“ Jatuh? Tahu dari mana lo?” Farhan penasaran.

 

“Ya, kan, tadi pegangan pinggang gue, tiba-tiba dilepas.”

 

“Udah nggak usah lo pikirin. Kita balik ke tempat Achmad aja,” usul Gatot.

 

“Kita cari dulu dia, kasihan dia demam tinggi.” Robert merasa bertanggung jawab dan nggak enak ninggalin begitu aja.

 

“Bet, itu tadi bukan cewek, tapi setan!” tegas Achmad. “Lo nggak ngerasa aneh apa dari tadi?”

 

“Lo nggak liat kakinya? Telapak kakinya menghadap ke belakang!”

 

“Kapan lo liatnya?” Robert masih penasaran, merasa dikerjain.

 

“Waktu dia udah naik motor lo.”

 

Robert tercengang, otaknya segera memutar ulang kejadian sekian menit di atas motor tadi. Suhu badan cewek itu panas sekali, suaranya berat seperti datang dari perut bumi, mendesis-desis, lalu tawanya seperti tercekik.

 

Ternyata, dia tidak demam, panas itu… astaga! Setan kan terbuat dari api?

 

Pantas punggung gue kayak dipanggang. Jangan-jangan, sekarang sudah gosong pula! Dan, suaranya, alamak!

 

Bulu kuduk Robert serasa berdiri, badannya jadi panas dingin. Di telinganya, terngiang ngiang suara tawa yang tercekik itu. Robert menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sumber suara, tapi tidak ada apa-apa.

 

Farhan, Donny, dan Gatot juga mendengar suara tawa seram itu. Mereka tiba-tiba saling pandang dengan kengerian yang sama. Kemudian, mereka dikejutkan dengan sapuan hawa panas luar biasa mengenai wajah dan seluruh tubuh. Achmad mundur selangkah. Donny yang berdiri di belakang Achmad nyaris terinjak kakinya, jadi dia pun ikut mundur. Tapi, punggung Donny serasa membentur panci berisi air mendidih.

 

“Aduh panas bener nih,” teriaknya tertahan.

 

Gatot dan Farhan kaget mendengar teriakan Donny, lalu menoleh ke arahnya. Mereka kaget karena di samping Donny, di belakang Achmad, berdirilah si Cantik sambil menyeringai aneh.

 

Sementara itu, Robert baru menyadari apa yang telah menimpanya dan ini penyebabnya adalah Achmad! Dengan geram, didekatinya Achmad.

 

“Lo tahu dari tadi, Mad? Lo ngejeblosin gue?” Robert mendorong pelan pundak Achmad, tapi mendadak tangan Robert berhenti di udara. Muka Robert memucat seketika dan kakinya kaku tidak bisa bergerak. Di belakang Achmad, berdiri si Cantik, ekspresi wajahnya tidak semanis tadi. Matanya merah menyala, mulutnya sedikit menganga dan berdesis desis. Waktu Robert melihat ke bawah, ke kaki si cantik, astaga… telapak kaki itu benar menghadap ke belakang.

 

Achmad yang merasa heran karena tidak jadi menerima tonjokan itu menepuk bahu Robert perlahan.

 

“Sorry, Man, gue tadi juga syok.”

 

Tepukan di bahunya itu membuat Robert tersadar dan bisa menggerakkan lagi kaki dan tangannya. Cepat-cepat, Robert menyeret tangan Achmad untuk naik motornya. Teman-teman yang lain berteriak memanggil-manggil, Robert hanya menoleh dan berteriak, “Lari lo semua, ketemu di tempat Achmad!”

 

Motor Robert melaju kencang dengan Achmad duduk di boncengannya. Mereka berbalik arah ke apartemen Acmad. Beberapa meter di belakangnya, dengan mobil, Gatot dan Farhan menyusul dengan kecepatan sama. Suara mesin motor dan mobil itu meraung raung di tengah malam buta yang membuat satpam di portal kaget dan mencoba menghentikan mereka. Tapi, Robert menghindari satpam yang berdiri di tengah jalan itu tanpa mengurangi kecepatan. Melihat ada mobil dengan kecepatan yang sama menyusul di belakang motor yang tadi, satpam itu meloncat ke pinggir sambil geleng-geleng kepala.

 

Di dalam apartemen Achmad, mereka berlima duduk membisu di atas karpet di depan televisi. Masing-masing asyik dengan pikiran mereka sendiri-sendiri. Di depan mereka, ada dua botol air mineral yang sudah kosong, satu cangkir kopi juga sudah habis, dan dua kaleng bir yang satu masih berdiri tapi penyok karena telah diremas dan satunya lagi terguling di lantai. Dua-duanya kosong dan entah siapa minum apa. Malam itu, mereka sepakat untuk tidak pulang ke rumah masing-masing, menunggu sampai matahari terbit. Kelihatannya, tak seorang pun berniat tidur juga. Setelah mendengar cerita Robert bahwa si Cantik itu bisa mendesis dan badannya seperti api, tak seorang pun berselera memejamkan mata. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)