Kisah Kyai Pamungkas:
TABOT, RITUAL MENGENANG HUSEIN BIN ALI
Banyak cara yang dilakukan orang untuk memperingati peristiwa tragis gugurnya Husein, cucu Rasulullah SAW yang di medan perang Karbela pada Abad ke-6 Masehi. Salah satunya adalah seni Tabot, yang merupakan budaya dari keturunan Sipahi, India, yang dibawa oleh Syech Burhannudin kala beliau melakukan syiar Islam di bumi Sumatera. Tak hanya di Bengkulu, di bumi Bundo Kanduang, tepatnya di Pariaman, juga terdapat seni yang serupa dan dibawa oleh tokoh yang sama pula. Hanya saja, di Pariaman Syech Burhanuddin dikenal dengan sebutan Imam Senggolo. Nuansa magis dalam acara yang satu ini terasa begitu kental. Hal ini tampak pada saat pembuangan yang dilakukan pada malam tanggal 10 Muharam. Pada saat itu, biasanya, banyak orang yang kesurupan. Bahkan, di saat yang sama banyak pula makhluk halus yang turut hadir. Mereka bahkan menangis dengan sedih. Bagaimanakah runtutan dari puncak ritual ini?
Tahot yang merupakan seni dari keturunan Sipahi, India, dimaksudkan untuk memperingati gugurnya Husein, cucu Rasulullah SAW di Padang Karbela. Silang pendapat tentang misteri Tabot seolah tak pernah lekang dimakan jaman. Betapa tidak, hampir tak ada kata yang sama di dalam memaknai seni yang usianya sudah mencapai ratusan tahun ini. Sapuan, 57 tahun, salah seorang warga yang tinggal di Kampung Batu dan sekaligus pembuat Tabot tertua dan dituakan di daerah Bengkulu, mengatakan kepada penulis, “Secara umum, Tabot adalah keranda atau osong-osong yang sedang membawa jenazah Husein, cucu Rasulullah SAW.” Karena mendapatkan jawaban yang teramat singkat, penulis mencoba mendatangi Pak Ali yang tinggal di Kepahiang.
Menurut tutur yang berkembang secara turun temurun, Tabot berasal dari peristiwa tragis yang terjadi di Padang Karbela. Kala itu, Husein, cucu Rasulullah gugur di medan pertempuran. Dan pada malamnya, salah seorang prajurit yang kebetulan lewat di padang pertempuran itu melihat ada kilauan benda yang tak lain adalah cincin dari Husein. Nafsu setan pun mulai merasuki hati si prajurit. Kini ia berniat untuk memiliki cincin yang mempunyai kilauan demikian aneh. Tapi apa daya, walau telah berusaha berulang kali, tetapi cincin yang menyerupai ular Cobra itu tak pernah bisa lolos dari jari tangan pemiliknya yakni Husein. Karena penasaran, akhirnya sang prajurit pun menjadi nekad. Dengan serta merta ia memotong jari tangan yang dilingkari oleh cincin itu. Peristiwa aneh pun terjadi. Tiap ia berhasil memotong jari tangan, cincin itu selalu berpindah pada jari yang lainnya. Begitulah yang terjadi berulang-ulang hingga jari tangan jenazah Husein hanya tinggal satu dan masih tetap dilingkari oleh cincin yang berkilau amat mempesonakan hati.
Tatkala jari yang terakhir akan dipotong oleh si prajurit, tiba-tiba ada seberkas sinar mengusung keranda datang dari langit dan langsung membawa jenazah Husein ke tempat yang dijanjikan Allah. Akibat dari kejadian itu, karena si prajurit tetap nekad memegangi keranda guna merampas cincin aneh yang menggoda hatinya, ia pun terbawa oleh keranda gaib itu ke atas, naik ke awang-awang.
Sang prajurit pun insyaf akan kesalahannya. Ia langsung memohon maafkepada Illahi. Dan dari dalam keranda terdengar kata-kata lantang, “Jika engkau dan cucu-cucumu ingin selamat maka setiap tahun, seluruh keturunanmu harus melakukan apa yang engkau perbuat sekarang ini.”
“Jadi jelas, Tabot adalah berasal dari kata Taubat,” tegas Pak Ali yang menuturkan kisah itu.
“Dan Tabot bisa juga diartikan sebagai keanehan atau keajaiban,” sambung Ir. Achmad, Ketua Kerukunan Tabot Bengkulu.
Bila dikaji, falsafah yang terkandung di dalam Tabot memang tinggi. Misalkan saja, kayu dan bambu yang dipergunakan merupakan lambang dari tulang. Sementara rumbia dan kertas merupait. kan lambang dari daging pembalut tulang manusia. Sedang bahan-bahan lain, apakah itu bunga dan pernak-pernik kain melambangkan pakaian yang dikenakan. Dan jangan lupa, pembuatannya pun memerlukan waktu yang lumayan panjang, yakni dimulai pada hari Idul Adha. Pada saat itu, keluarga Pak Sapuan memotong sebatang bambu sebagai syarat tapi bukan untuk dipergunakan sebagai bahan pembuatan Tabot. Sudah menjadi kelaziman, pada malam 1 Muharam dilakukanlah upacara Ngambik Tanah (mengambil tanah-red) di dua tempat yang berbeda. Yang pertama di daerah Tapak Padri, di mana kampung yang mengikuti upacara ini adalah Kampung Tengah Padang, Kebun Pondok Besi, Kampung Bali dan Kanosal, Sementara pengambilan yang kedua dilakukan di Kampung Siring, kampung yang mengikuti upacara adalah Angguta Bawah, Penurunan, Kebun Beler Kampung Batu dan Berkas. Usai itu, tanah-tanah tersebut segera dimasukkan ke dalam belanga kecil dan dibawa ke Gerga, tempat yang dianggap sebagai makam dari Husein. Yang paling menarik adalah, keberangkatan dan kepulangan rombongan ini, selalu diikuti dengan gempitanya tetabuhan genderang.
Sayangnya, mula pertama upacara ritual keagamaan yang satu ini tak tercatat dengan jelas. Mitradi, 52 tahun, mengatakan, “Upacara ini mulai dilag kukan oleh masyarakart Naa sekitar tahun 1818, wak« tu Inggris menjajah Bengkulu.” Yang jelas, pelopor utama dari seni Tabot ini rema, Adalah Syech Burhannudin, bergelar Imam ing Senggolo dan berasal dari Kalkuta, India. Di Bengkulu, beliau mempersunting dua dara serta menetap di sebuah perkampungan di pesisir Pantai Berkas yang merupakan tempat upacara Tabot, di mana sekarang lebih dikenal dengan sebutan Berkas Tengah. Baru beberapa bulan tinggal di Bengkulu, ternyata beliau telah berhasil mendirikan sebuah rumah ibadah, Masjid Senggala, di Nala. Suatu tempat di dekat Berkas. Dan masjid yang satu ini ternyata hanya dipergunakan pada hari-hari besar Islam saja, seperti Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha. Sayangnya, bangunan masjid ini dihancurkan oleh balatentara Jepang, guna diambil batu batanya, karena mereka ingin mendirikan lobang perlindungan.
Sementara tokoh kedua yang membawa seni Tabot adalah Mahfud. Beliau juga berasal dari Kalkuta, India. Di Bengkulu, beliau menetap di daerah Berkas. Tepatnya di daerah Berkas Ujung, suatu tempat yang juga biasa dipakai untuk menggelar upacara Tabot. Sedang tokoh yang ketiga adalah Gasad Gadang, beliau selalu melaksanakan upacara Tabot di daerah Kampung Batu.
Dari ketiga tokoh pembawa seni Tabot, ternyata hanya Syech Burhannudin saja yang diketahui letak makamnya. Sedang makam dari tokoh yang kedua dan ketiga, sampai tulisan ini di turunkan tak ada yang mengetahui letaknya. Yang jelas, Tabot yang tertua bernama Bangsal yang memiliki arti besar, sementara ketuanya adalah Berkas. Karena keduanya diakui sebagai Tabot yang mula pertama merayakan di Bengkulu, agaknya inilah yang menyebabkan kenapa keduanya begitu dihormati oleh Tabot-Tabot yang berasal dari kampung lain.
PESAN MORAL DARI RITUAL TABOT
Walau perayaan Tabot sudah ada sejak ratusan tahun silam, sayangnya tak banyak yang tahu pesan moral yang terkandung di dalamnya…
Sejarah mencatat, sebenarnya acara Tabot sudah mulai digelar sejak abad ke-14, Tepatnya sekitar tahun 1336 Masehi. Sungguh amat disayangkan, banyak masyarakat yang tak tahu apa sebenarnya pesan moral yang terkandung dalam acara yang selalu diselenggarakan pada tiap tahun ini. Pada umumnya masyarakat hanya mengetahui, acara Tabot adalah untuk memuliakan salah satu cucu Rasulullah SAW yang gugur di medan pertempuran Karbela pada saat melawan pasukan Yazid bin Muawwiyah.
Berikut ini nukilan wawancara penulis dengan Ir. Achmad, Ketua Kerukunan Keluarga Tabot Bengkulu:
Ada sebagian masyarakat yang mengatakan perayaan Tabot menyimpang dari kaidah agama. Komentar anda?
Terus terang, sekitar tahun 70-an, saya sendiri sempat terpengaruh dengan pernyataan itu. Sehingga di Pasar Melintang banyak orang yang berkelahi atas khilafiyah itu. Tapi Setelah saya mendalami Islam, saya berkesimpulan, hal itu tak perlu dipertentangkan.
Sebenarnya apa hikmah di balik perayaan Tabot?
Jika mau diamati, di dalam acara ritual Tabot banyak terkandung pesan-pesan moral yang amat tinggi. Selain mengingatkan agar jangan sekali-kali berpikir ataupun berani merebut kekuasaan yang bukan haknya, juga menguntungkan masyarakat dengan datangnya wisatawan baik lokal maupun mancanegara ke Bengkulu. Tak hanya Itu, Tabot juga menggugah kita untuk kembali.
Kenapa tiap acara pembuangan Tabot selalu ada saja yang kesurupan?
Sebenarnya, kesurupan bukanlah berasal dari upacara Tabot, melainkan ada faktor yang lain dari luar. Dengan kata lain, itu semua tergantung kepada manusianya.
Selain di Bengkulu, di Pariaman juga ada Festival Tabot. Apa kaitannya dengan Tabot yang ada di Bengkulu?
Sebenarnya, Tabot yang ada di Pariaman berasal dari Bengkulu. Setelah disesuaikan dengan budaya daerahnya, maka jadilah ia sebagai Tabot Pariaman. Jelasnya, seni Tabot ini sengaja dibawa oleh Siti Halimah, salah seorang putri dari Syech Burhannudin yang menikah dengan pria dari Pariaman di mana akhirnya beliau tinggal di daerah itu. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)