Kisah Kyai Pamungkas:
TELUH PENGHANCUR KELUARGA
Sebagai ibu yang melahirkan, mengurus dan membesarkannya dengan susah payah, aku benar-benar sakit hati melihat perlakuan anak sulungku itu saat dia sudah menjadi pengusaha besar. Aku dicampakkannya begitu saja dan dia justru mengusir aku dan adik perempuannya hingga batin kami jadi menderita hebat. Bahkan terakhir dia bersumpah, tidak lagi menganggapku sebagai ibunya. Juga tidak menganggap Fatimah sebagai adiknya. Oh Tuhan!
Aku tidak tahu bagaimana asal muasalnya hingga hubunganku dengan Anton Indrast, anak sulungku, jadi terputus. Tapi secara samar-samar aku dapat meraba, bahwa sejak aku bertengkar hebat dengan istrinya, Lofita, sejak itu pula Anton berubah sikap drastis. Anton sangat takut pada istrinya dan Lolita itu sangat berkuasa atas diri anakku itu.
“Istri saya itu adalah wanita yang paling saya cintai di dunia ini, sedangkan kepada ibu saya, entah kenapa, aku kok tidak begitu respek, belakangan aku tidak begitu sayang padanya. Bahkan yang ada hanya kebencian melihat sikap ibu saya yang makin lama makin tidak berkenan di hati!” kata Anton kepada Hermawan, teman baiknya sejak SMA. Hermawan, menceritakan kembali apa yang dikatakan oleh Anton itu padaku.
Cinta dan rasa sayang seorang anak kepada orangtua, tidak akan bisa dipaksa oleh siapapun. Demikian juga hal nya dengan masalah yang kuhadapi terhadap anakku Anton. Saat Anton mengatakan tidak ada respek, tidak ada rasa cinta dan sayang kepadaku, aku tidak dapat bicara apa-apa lagi. Mensiasati hal itu, hanya satu hal yang dapat kulakukan, yaitu pasrah. Di dalam kepasrahan itu ada ketulusan, keikhlasan dan kelapangan batin untuk menerima hal ini sebagai kodrat Allah telah mengatur dan telah menentukan, bahwa aku harus terpisah secara fisik dengan buah hati, anak sulungku dan gantungan harapanku.
“Anak itu adalah anak terkutuk. Anton itu sangat kwalat kepada orangtua. Bila ibu mau menyumpahinya hancur, dia pasti akan hancur berantakan. Baik kehancuran harta maupun kehancuran kesehatan dan rumah tangganya!” tekan Kyai Asat Harun, guru ngajiku di kampung, Batuitam, Lombok Tengah.
Sejak terusir dari rumah Anton di Jalan Bangka, Kemang, Jakarta aku dan Fatimah pulang kampung. Kami kembali ke rumah warisan suamiku, ayah Anton yang telah meninggal dunia 20 tahun yang lalu. Rumah reot yang sudah terancam rubuh itu, mau tidak mau kami betulkan sedikit demi sedikit. Walau bila hujan bocor di sana sini, tidak masalah, yang penting rumah itu masih bisa ditempati dan tidak roboh total.
“Sabarnya Bu Amran, doakan sajalah anak ibu itu mudah-mudahan dia sadar dan insyaf. Saya punya keyakinan, suatu hari dia akan kembali kepada ibu dan menyesali semua perbuatannya yang salah dan sangat menyakiti hati ibu itu” bujuk Suhaibah, 31 tahun, teman baik Anton ketika kecil.
Hari ke hari kami lalui dengan suasana yang sangat prihatin. Dengan modal uang Rp 30 ribu, aku membuat nasi uduk dan berjualan di Pasar Pagi kota Praya. Fatimah bekerja mencuci pakaian di dalam keluarga Haji Jalatudin Gahraf. Gaji Fatimah hanya Rp 100 ribu per-bulan, sementara penghasilanku, Rp 4 ribu per-hari. Uang penghasilan yang sangat kecil ini kami gunakan untuk biaya makan hari-hari kami. Memang tidak cukup, tapi kami harus pandai membuat uang itu cukup.
Yang menyedihkan, kalau lagi sakit, baik saya ataupun Fatimah. Tapi syukur alhamdulillah, majikan Fatimah, Pak Jalaludin, mau membiayai kami kalau kami sedang sakit. Semua obat dan biaya dokter Pak Jalaludin yang menanggung. Keadaan setengah mengemis yang kami jalani, kontras dengan keadaan Anton di Jakarta. Anton dan istrinya tinggal di rumah mewah seharga Rp 8 milyar, hidup mewah dan megah meriah. Di garasinya ada empat mobil mewah, Jeep Mercy, BMW seri tujuh, Limousin dan sebuah Jaguar. Walau aku orang bodoh, tapi aku tahu persis bahwa semua mobil milik Anton itu adalah mobil mahal.
Padahal, Anton tidak akan mendapatkan itu semua jika aku tidak jungkir balik membiayainya sekolah hingga lulus Strata Satu di STIE Perbanas Jakarta. Lulus dari sekolah itu, Anton diterima bekerja di Kiangsiri Mobilindo, perusahaan minyak kolaborasi Thailand dan Amerika di Kalimantan Timur. Dari pekerjaan itu Anton maju pesat, hingga akhirnya dia menjadi kontraktor besar bidang alat berat.
Saat itu Anton masih bujangan dan kami hidup satu rumah dengannya di Jalan Balikpapan, Cideng, Jakarta Barat. Kala itu kami hidup rukun, damai dan penuh bahagia. Ke mana-mana kami pergi bertiga. Saat liburan panjang, Anton membawa kami keliling Eropa Barat. Maka itu kami tahu Paris, Milan, Oslo, London, Barcelona dan Frankfur. Semua biaya kebutuhan sekolah Fatimah ditanggung oleh Anton. begitu juga dengan busana yang serba mahal dan mobil pribadi, dibelikan oleh Anton.
Tapi begitu menikah dengan gadis pilihannya, Lolita Paringgi Armawati, perlahan keadaan berubah. Perhatian Anton kepadaku dan kepada adiknya makin lama makin berkurang, hingga akhirnya pertengkaran hebatpun dengan Lolita, tidak terhindarkan. Fatimah yang merasa disewenang-wenangi oleh Lolita yang kasar dan bengis, tidak menerima lalu mendamprat si kakak ipar dengan emosi sesaat. Emosi Fatimah disambut dengan lebih emosi lagi oleh Lolita, hingga Lolita meludahi muka Fatimah dan Fatimah menangis. Melihat Fatimah diludahi dan menagis, aku langsung mengingatkan Lolita. Diingatkan begitu, Lolita malah meludahi muka juga dan membanting gagang telpon ke mukaku. Telpon hancur dan mukakupun berdarah. Lalu Lolita menelpon Anton agar pulang, Anton datang dengan kalap. Kupikir dia akan memarahi istrinya yang kasar, eh malah memarahi aku dan Fatimah hingga mengusir kami hari itu juga dari rumah itu. Sejak itu kami pulang kampung dengan satu kopor dan sisa uang yang ada. Fatimah berhenti sekolah dan jadi pembantu rumah tangga, sedangkan aku: berjualan nasi uduk. Kasus ini benar-benar ironis dan kontroversial.
Di rumah kami Batuitam, suatu malam pukul 23.00 malam Jum’at Kliwon, Februari 2001, Kyai Saat datang bertamu bersama seorang Kyai dari Condet, teman pesantrennya saat di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Aku terkejut mendengar keterangan Kyai bahwa Kyai pamungkas, bisa meritual rumah Anton di Kemang, Jakarta itu. “Di rumah itu ada pagar pedang hitam Santet Niskala Madu, yang mengunci batin Anton anak ibu. Istri anak ibu itu menggunakan suatu kekuatan roh leluhur yang bermukim dalam pedang hitam itu dan membuat anak ibu takluk selamanya. Kalau ibu mau, pagar pedang hitam itu bisa dibuka dan anak ibu akan kembali ke pangkuan ibu. Saya hanya mau menolong, kasihan dengan nasib kalian yang begini ironis. Kebetulan, saya sedang main ke teman lama saya ini dan saya diceritakan hal ibu tadi siang. Bagaimana, ibu berminat?” ujar Kyai Pamungkas.
Batinku terguncang hebat mendengar hasil deteksi gaib kyai ini. Pikirku, pantas saja anak yang selama ini begitu baik, begitu berbakti kepada orangtua, kok tiba-tiba berubah total. Anak yang selama ini menaruh hormat yang begitu besar kepadaku sebagai ibunya yang juga sangat menyayangi adiknya, tiba-tiba memusuhi dan membenci kami bahkan belakangan tidak menaruh rasa prihatin dan rasa Kasihan sedikitpun kepada kami. “Lolita, istri anak ibu adalah pelaku ritual Suku Dapiangi yang sangat terkenal, yang membuat pagar pedang di rumah anak ibu sekaligus mengirim Santet Niskala Madu, yaitu santet kekuatan dan kekuasaan untuk merampas suatu perhatian seseorang hingga orang yang terkena akan linglung juga lupa diri” ungkap Kyai pamungkas.
Begitu aku menyatakan Siap, Kyai Pamungkas langsung menyodorkan kertas perjanjian untuk aku tandatangani. Perjanjian yang tidak begitu mengikat itu, hanya menuntutku untuk ikhlas dan berdasarkan kesadaran diri untuk membacakan secara rutin ayat-ayat Al-Our’an yang dibekali ustad, kubaca setiap usai Tahajjud di tengah malam yang sepi, Setelah kutandatangani, ustad pun pamit dari rumah kami dan besoknya terbang ke Jakarta.
16 Juni 2001, diluar dugaan Anton datang ke rumah kami di Batuitam, Praya. Sambil menangis tersedu, Anton mencium kakiku dan meminta maaf. Fatimah adiknya, juga diciumi dan dimintai maaf. Kami langsung memaafkan dan Anton pun lega. Sambil makan siang bersama di rumah kami yang terancam ambruk, Anton menuturkan bahwa Lolita telah diceraikannya karena selingkuh dengan mantan pacarnya saat kuliah di Akademi Managemen karya di Samarinda. Mereka kabur berdua ke Amerika dan semua harta Anton dibawa oleh Lolita. “Saya tidak tahu kalau semua harta diatasnamakan namanya, bahwa akhirnya saya tidak dapat sedikitpun harta dari keringat saya itu. Malah sekarang ini, perusahaan saya pun diambil alih oleh abangnya, dan saya didepak dari perusahaan saya sendiri!” cerita Anton.
Karena Anton ikhlas menerima kenyataan sangat pahit itu, kamipun ikhlas menghadapinya. Biarlah Lolita pergi dan Anton bangkrut total. Yang penting bagi kami, kami dapat berkumpul lagi dalam susah ataupun senang dalam cinta kasih dan saling menghargai.
15 Agustus 2001, dua hari sebelum hari kemerdekaan RI ke 56 Anton bikin perusahaan baru lagi bersama relasi bisnisnya dari Arab Saudi. Kamipun kembali pindah ke Jakarta dengan start dari nol lagi. Fatimah melanjutkan kuliah dan sekarang sudah sarjana dan bekerja dengan Anton. Kami bertiga dalam suasana benar-benar damai dan Anton tetap nampak bahagia walau tanpa istri dan anak. Akupun menganjurkan Anton nikah lagi, tapi dia trauma dan sementara akan hidup sendiri sebelum menemukan wanita yang benar-benar menyayanginya dan juga mengasihi ibu dan adik satu satunya, Fatimah. Terima kasih Tuhan, terima kasih Kyai Pamungkas. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)