Kisah Kyai Pamungkas:
IBU ANGKATKU KUNTILANAK
KISAH INI MERUPAKAN PENGAKUAN SESEORANG YANG PERNAH MENGALAMINYA SENDIRI, DAN NAMANYA TIDAK BERKENAN UNTUK DISEBUTKAN. SANG GADIS, MENGAKU MEMUNYAI IBU ANGKAT YANG BERASAL DARI BANGSA MAKHLUK HALUS JENIS KUNTILANAK. BAGAIMANA MUNGKIN…?
Oktober, 1992, di kawasan pesisir laut Jawa. Di sebah daerah yang penduduknya bisa dihitung dengan jari jumlahnya, sempat digemparkan oleh kejadian yang sungguh-sungguh aneh tapi nyata.
Ada sebuah mata air yang digunakan untuk mandi. Mata air ini dari pohon besar. Mungkin usianya ratusan tahun.
Salah satunya cerita penampakkan makhluk halus berwujud perempuan dengan rambut panjang. Makhluk ini biasa terlihat pada bulan purnama, Dia duduk menyendiri di atas batu besar di dekat pemandian itu. Penduduk meyakininya sebagai sosok Kuntilanak.
Memang suatu kebetulan bila ketika aku dan keluarga tinggal berdekatan dengan pemandian angker itu. Keluarga kami baru beberapa tahun menempati rumah Rumah baru yang sengaja dibuatkan untuk kami tempati.
Ayahku memang mulai membelajari anak-anaknya mandiri biar tidak selalu menggantungkan diri kepada tuanya. Awal kejadian yang menimpaku ketika ayah sedang pergi ke kota guna urusan pekerjaan. Di rumah hanya aku berdua ibu. Kalau malam hari, nenek menemani. Itu juga sewaktu-waktu. Kalau kebetulan nenek berhalangan, maka, hanya aku saja berdua ibu.
Seperti peristiwa malam itu. Sekitar jam 7 malam, Ibu baru ingat kalau tadi siang lupa membeli obat nyamuk. Padahal, tanpa obat nyamuk, maka, kami tak mungkin bisa nyenyak.
Warung cukup jauh dari rumah. Sedangkan kalau pergi sambil menggendong aku, ketika itu baru berumur satu setengah tahun, rasanya tidak mungkin. Karena keadaan gelap. Kebetulan nenek pada malam itu tidak bisa menemani karena ada halangan. Sedangkan kalau menitipkan kepada tetangga, rumahnya terlalu jauh.
Ibu berkisah, di dalam kebingungan akhirnya beliau memutuskan untuk meninggalkan aku sendirian. Aku yang lelap ditinggal di ayunan. Sementara, ibu kewarung dengan tergesa-gesa.
Menurut Ibu, hampir seperempat jam ditinggal sendirian. Saat itu, ibu tidak paham kebiasaan di kampung. Misalnya saja pantangan agar jangan meninggalkan bayi sendiri malam hari, sebab bisa diganggu makhluk halus. Ibu memang tak mengerti sama akan hal itu, maklum, baru berumah tangga, baru punya anak satu.
Sepulang dari warung, Ibu lalu menghampiri ayunanku. Apa yang terji Ibu tercengang, dan nyaris jatuh pingsan, aku sudah tidak ada laai di ayunan!
“Kamu sedang mencari bayi kamu, ya?” Tanya sosok wanita yang datang dari belakang rumah itu.
Ibu diam terpaku.
“Kamu tega meninggalkan bayi sendirian di rumah. Tadi, waktu aku lewat mendengar suara bayimu menangis. Langsung aku singgah. Ternyata bayimu sendirian. Ya… aku ambil karena kasihan!” Sambungnya.
Karena sulit menerima keanehan di hadapannya, Ibu langsung pingsan. Selang beberapa saat kemudian Ibu siuman. Makhluk itu ternyata masih ada di hadapannya. Seperti mengerti perasaan Ibu, makhluk yang tak lain adalah Kuntilanak ini langsung berkata, “Kala boleh, anakmu aku minta!”
“Jangan… jangan ambil anakku!” Sergah ibu, lantas berontak hendak mengambilku dari pelukan makhluk itu.
“Sekarang begini, aku sangat ingin mengasuh anak ini dan ikut menyayanginya. Boleh kan?” Kuntilanak itu kembali mengajul permintaannya.
“Ya, kalau begitu. Tapi dengan satu syarat, kau jangan sekali-kali menyakitinya,” kata ibu.
Akhirnya, si Kuntilanak menyerahkanku kepada Ibu. Setelah keduanya sama-sama sepakat, dia langsung pamitan dan lenyap entah kemana.
Sepeninggal makhluk itu, Ibu terbengor-bengong seolah terbangun dari mimpi. Ia hampir tak percaya dengan kejadian yang baru saja menimpa dirinya…
Ibu berkisah padaku setelah kejadian gaib itu, ia sengaja menutup rapat mulutnya. Bahkan, tak seorangpun keluarganya yang tahu, ayah pun tidak mengetahuinya.
SANG WAKTU terus bergulir sesuai dengan kodratnya. Kejadian demi kejadian yang ada hubungannya denganku sesuai den perjanjian dengan si Kuntilanak, yang telah menjadi ibu angkatku. Tiada siang tiada malam, aku selalu didatangi Kuntilanak itu dan diasuhnya. Anehnya, merasa nyaman berada dalam pelukan dan merasa senang. Ibu juga merasa ada yang membantu dalam mengurus anak, karena beban ibu pun bisa menjadi ringan. Menurut cerita Ibu, bila ia hendak ke pasar ataupun ke sawah, aku selalu ditinggal di rumah. Sebelum pergi, ibu selalu berpesan: “Tolong asuh dan jaga anak kita ya!” Itu yang ibu ucapkan. Kala itu, Ibu sudah tidak merasa heran ataupun takut seandainya aku tertawa sendiri di ayunan. Ia tahu, bahwa aku tengah diajak becanda Kuntilanak. Di mata kanak-kanakku, walau di siang hari, Kuntilanak itu selalu menampakkan diri. Aku melihatnya datang dan selalu menggendongku dengan senyum mengembang. Orangnya cantik, supel penuh perhatian dan sayang sekali kepadaku. Makanya, kalau dia tak datang, aku merasa kehilangan dan sedih dibuatnya. Kata Ibu, aku sering tertawa sendiri. Bila itu terjadi maka sebenarnya aku memang senang sekali. Aku tidak dihardik ataupun dicubitnya. Tidak seperti ibu asliku, yang kalau aku rewel selalu dimarahi.
Selama diasuh olehnya, banyak hal berkesan di hatiku. Kasih sayangnya melebihi Ibu kandungku. Yang kuherankan, kenapa makhluk itu sangat menyayangiku, sayangnya seolah melebihi Ibuku? Hal ini, kenyataan inilah yang membikinku bingung.
Ketika usiaku menginjak tiga tahun dan mulai ingat segala apa yang kulihat, banyak hal yang sulit untuk kulupakan malam hari aku rewel, sebetulnya bukan karena apa-apa, namun karena menghendaki Ibu angkatku datang untuk menggendongku.
Kata Ibuku, kalau aku rewel, sudah angkatku kangen padaku. “Kalau Ibu kangen, rasanya suka tidak tahan dan ingin berada di sisimu selamanya. Aku seenaknya di sisimu karena kita terlahir di hari Selasa dan Jum’at malam, mengunjungimu,” Demikian kata Ibu angkat yang selalu kuingat.
Di hari-hari itu, tak hanya malam, siangpun dia selalu menemaniku. Di saat jalan-jalan, aku selalu dibawa terbang, aku sering tertawa-tawa. Malahan, banyak orang yang heran mendengar aku tertawa dibawa keliling kampung. Asbun pernah bercerita, ketika itu saat ronda malam. Waktu tengah keliling bersama temannya, Asbun melewati pemandian dia heran melihat aku tengah digelitiki. Aku geli jadinya. Aku tertawa. Saat melewati dan mendengar aku tertawa-tawa dan melihat ibu terperangah kaget dan takut, lari tunggang langgang ketakutan.
Sampai aku lepas dari asuhan, aku tak pernah tahu namanya. Dia seolah menyembunyikan sesuatu, yang tidak boleh aku tahu tentang masa lalunya. Entah mungkin takut ketahuan masa lalunya, sehingga dia hidup di dua alam seperti sekarang ini.
Masih kuingat, waktu itu, malam Jum’at, nenek menemani dan Ibu tengah masak di dapur karena tadi siang sibuk bekerja di sawah dan baru sampai rumah hampir Maghrib. Di saat yang sama, Ibu angkatku sudah datang sejak menjelang Maghrib. Nenek tidak tahu keberadaannya. Hanya aku saja yang melihatnya.
Saat itu juga ibu angkatku berada di samping nenek. Nenek sama sekali tak melihatnya. Umurku saat itu genap 5 tahun.
“Ibu… Ayo, kejar aku!” Kataku pada ibu angkatku, sambil aku berlarian kesana kemari.
Sudah tentu nenek kebingungan melihatku yang pontang-panting kesana kemari, sambil tertawa cekikikkan.
“Apa-apaan kamu, Amel. Nanti kamu nabrak tiang!” Sergah nenek menghwatirkanku yang lagi main kucing-kucingan bersama ibu angkatku.
“Aku lagi main kucing-kucingan sama ibu, Nek!” Sahutku, tak menghiraukan nenek yang terbengong-bengong mendengar jawabanku.
“Kan ibumu ada di dapur, lagi masak!” Sahut nenek yang kian keheranan.
“Ah, nenek. Itu Ibu lagi mengejarku!” Tanganku kutunjukkan ke arah di belakangku.
Nenek kelihatan semakin kebingungan. Matanya mengikuti arah telunjukku. Karena bingung, ia lantas ngeloyor menuju dapur menemui Ibu. Entah apa yang mereka bicarakan aku tak perduli. Mungkin hanya aku saja yang bisa ngobrol bersama ibu angkatku.
Tak lama kemudian, nenek bersama ibu keluar dari dapur, membawa masakan untuk hidangan malam. Tapi, kelihatannya mereka biasa-biasa saja. Ibu tentu merahasiakan apa yang sedang terjadi denganku.
Lalu kami makan bersama. Ketika makanan tersedia, aku juga tak lupa menawari Ibu angkatku yang tengah merangkulku duduk di pangkuannya. Ya mungkin kelihatan oleh mereka aku duduk dibangku, padahal ada dalam pelukannya.
“Ibu… ayo makan dong!” Ajakku sambil menengok wajahnya.
“Iya… iya… Ibu mau makan!” Yang menjawa Ibuku yang asli. Sedangkan ibu angkatku hanya tersenyum.
Sepanjang sore hingga malam Jum’at itu aku tidak pernah tidur. Setelah Ibu dan nenek tidur, aku langsung dibawa jalan-jalan ke luar rumah oleh Ibu angkatku, Ibu tentu tak merasa kehilangan karena sudah tidak merasa asing lagi dengan kejadian yang seperti ini.
Waktu 6 tahun aku juga masih diasuhnya. Sepertinya dia sangat berat hati untuk meninggalkanku. Sering kali aku melihat kegalauannyabkalau hendak berpisah. Ketika mau pulang, dia selalu memelukku erat sekali. Aku sendiri suka merasa sedih seandainya dia berpamitan.
Aku sering mengatakan, bahwa aku ingin sekali ikut bersamanya ke tempatmya berada. Tapi, dia selalu mengatakan belum saatnya. “Nanti kalau sudah tiba saatnya, Ibu pasti akan menjemputmu!” Kata-kata ini yang sering terucap seandainya aku mengajukan permohonan ingin sekali ikut ke tempat di mana dia tingal.
Saat itu adalah saat yang tak terlupakan seumur hidupku. Malam Jum’at Kliwon, ketika ayah kebetulan tengah pergi ke kota dan nenek tak sempat menemani kami. Ibu angkatku menjengukku agak kemalaman. Tak seperti biasanya, hampir menjelang tangah malam dia baru tiba. Dia datang dengan mimik wajah yang kurang ceria. Padahal, bila datang menemuiku dia selalu menunjukkan wajahnya yang gembira.
Malam itu, dia merangkulku dengan penuh kerinduan yang amat mendalam. Aku merasakan semua itu. Mungkin perasaanku sudah menyatu dengannya. Dia menciumiku dan langsung mengelus-elus rambutku. Dia menangis, sambil menasihatiku. Aku sendiri pun ikut menangis.
“Berbaktilah kepada kedua orang tuamu ya, Sayang! Jangan nakal, turuti semua nasihatnya. Ibu sangat sayang sekali kepadamu. Memang kamu anak yang sangat ibu sayangi,” ucapannya tersendat, seakan memendam kepedihan.
Saat itu kami berkumpul bertiga bersama ibu asliku. Dan kedua ibuku, tengah bercakap-cakap penuh keseriusan.
“Terima kasih kau telah memberiku kepercayaan mengasuh anakku. Aku sangat mencintainya, namun aku sadar kalau kini sudah saatnya aku harus pergi.”
Itulah kata-kata terakhir Ibu angkatku yang masih kuingat, walau mungkin dengan susunan kalimat yang berbeda. Ya, pada malam itu, ternyata Ibu angkatku mengakhiri mengasuhku dan sekalian pamitan.
Dia menitipkanku pada Ibu asliku. “Malam ini, malam terakhir bagiku mengasuh anakmu, anakku juga. Aku titip, jangan disakiti, apalagi dihardik. Bimbing dengan baik, berikan kasih sayang sepenuhnya, agar dia kelak jadi orang yang berguna. Dan nanti, bila saatnya tiba, dia akan kujemput untuk ikut bersamaku,” katanya.
Tanpa menunggu jawaban Ibuku, dia lantas pergi meninggalkan kami yang tak sempat mengucapkan terima kasih. Masih kuingat, waktu itu aku menangis sekeras-kerasnya, dan Ibu berusaha menenangkanku.
Demikianlah kisah musykil yang kualami. Yang hingga kini mengganggu pikiran Ibu adalah kalimat paling akhir diucapkan oleh Ibu angkatku, yakni: ”Dan nanti bila saatnya tiba, dia akan kujemput untuk ikut bersamaku.”
Kini, usiaku sudah 21 tahun. Aku kerap mimpi bertemu dengan Ibu angkatku yang Kuntilanak itu. Dia masih tetap cantik dan muda seperti dulu, Yang juga menjadi pertanyaanku, “Apakah kelak aku benar-benar akan dijemput dan hidup bersamanya?” Hanya Tuhanlah Yang Maha Tahu… ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: kyai-pamungkas.com
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)